Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kondisi Ekonomi 2018 Disebut Lebih Buruk Dibanding 1998? Ini Faktanya

Kompas.com - 05/09/2018, 05:22 WIB
Ridwan Aji Pitoko,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com — Rupiah terus melemah terhadap dollar Amerika Serikat (AS). Bahkan, sejumlah bank telah menjual mata uang tersebut di level Rp 15.000 per dollar AS.

Kondisi itu kemudian menimbulkan anggapan bahwa fundamental ekonomi dalam negeri saat itu lebih buruk dari 1998. Lantas, bagaimana faktanya?

Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual memastikan depresiasi rupiah yang terjadi saat ini berbeda dengan depresiasi rupiah ketika 1998 silam.

"Pelemahan rupiah tahun ini dibandingkan 1998 yang anjloknya 80 persen dari Rp 2.500 secara tiba-tiba ya sangat jauh ya. Selain itu, waktu itu juga tidak ada kenaikan gaji sehingga daya beli masyarakat menurun dan harga-harga melonjak tinggi," kata David saat dihubungi Kompas.com, Selasa (4/9/2018).

David menambahkan, meski ada pelemahan sepanjang lebih dari satu semester, tahun ini juga diiringi dengan kenaikan gaji dan harga-harga yang cukup terjaga.

Sementara itu, ekonom Bank Permata Josua Pardede menyatakan bahwa kondisi fundamental perekonomian Indonesia saat ini sangat berbeda dengan fundamental perekonomian Indonesia 20 tahun lalu.

Pada periode tersebut, krisis di Indonesia diawali oleh krisis mata uang Thailand bath dan ditambah buruk dengan pengelolaan utang luar negeri swasta yang tidak hati-hati lantaran sebagian utang tersebut tidak mendapatkan lindung nilai.

Selain itu, penggunaan utang jangka pendek untuk pembiayaan usaha jangka panjang dan penggunaan utang luar negeri untuk pembiayaan usaha domestik juga turut memperparah kondisi fundamental ekonomi dalam negeri terpuruk.

"Krisis utang swasta tersebut yang kemudian mendorong tekanan pada rupiah di mana tingkat depresiasinya mencapai sekitar 600 persen dalam kurun waktu kurang dari setahun, dari Rp 2.350 per dollar AS menjadi Rp 16.000 per dollar AS," ujar Josua.

Josua menambahkan, kondisi itu sangat berbeda dengan saat ini. Menurut dia, pengelolaan utang luar negeri swasta cenderung lebih berhati-hati. Bank Indonesia (BI) juga sudah mewajibkan transaksi lindung nilai bagi korporasi dalam rangka mengelola risiko nilai tukar.

"Pengelolaan yang lebih baik dari utang luar negeri swasta terlihat dari pertumbuhan utang jangka pendek yang cenderung rendah. Dalam jangka pendek, BI akan tetap mengelola stabilitas nilai tukar rupiah dengan melakukan dual intervension di pasar valas dan pasar obligasi," ujarnya.

Sementara itu, berdasarkan data yang dihimpun Kompas.com dari Bank Indonesia (BI), Badan Pusat Statistik (BPS), dan CEIC, rupiah terdepresiasi sangat dalam pada periode September 1997 ke September 1998.

Pada September 1997, rupiah berada di level Rp 3.030 per dollar AS dan terdepresiasi hingga 254 persen pada September 1998 menjadi Rp 10.725 per dollar AS.

Sementara pada September 2017, rupiah ada pada level Rp 13.345 per dollar AS dan melemah hanya 11 persen per tanggal 3 September 2018 menjadi Rp 14.815 per dollar AS.

"Kala pelemahannya seperti 1998, rupiah seharusnya mencapai Rp 47.241 per dollar AS pada September 2018," tulis data tersebut.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Era Suku Bunga Tinggi, Bank Mega Syariah Terapkan Jurus Angsuran Tetap untuk Pembiayaan Rumah

Era Suku Bunga Tinggi, Bank Mega Syariah Terapkan Jurus Angsuran Tetap untuk Pembiayaan Rumah

Whats New
Gojek Luncurkan Paket Langganan Gojek Plus, Ada Diskon di Setiap Transaksi

Gojek Luncurkan Paket Langganan Gojek Plus, Ada Diskon di Setiap Transaksi

Whats New
Laba Bersih MPXL Melonjak 123,6 Persen, Ditopang Jasa Angkut Material ke IKN

Laba Bersih MPXL Melonjak 123,6 Persen, Ditopang Jasa Angkut Material ke IKN

Whats New
Emiten Migas SUNI Cetak Laba Bersih Rp 33,4 Miliar per Kuartal I-2024

Emiten Migas SUNI Cetak Laba Bersih Rp 33,4 Miliar per Kuartal I-2024

Whats New
CEO Perusahaan Migas Kumpul di IPA Convex 2024 Bahas Solusi Kebijakan Industri Migas

CEO Perusahaan Migas Kumpul di IPA Convex 2024 Bahas Solusi Kebijakan Industri Migas

Whats New
Ramai soal 9 Mobil Mewah Pengusaha Malaysia Ditahan, Bea Cukai Beri Penjelasan

Ramai soal 9 Mobil Mewah Pengusaha Malaysia Ditahan, Bea Cukai Beri Penjelasan

Whats New
BEI Ubah Aturan 'Delisting', Ini Ketentuan Saham yang Berpotensi Keluar dari Bursa

BEI Ubah Aturan "Delisting", Ini Ketentuan Saham yang Berpotensi Keluar dari Bursa

Whats New
BEI Harmonisasikan Peraturan Delisting dan Relisting

BEI Harmonisasikan Peraturan Delisting dan Relisting

Whats New
Hadirkan Solusi Transaksi Internasional, Bank Mandiri Kenalkan Keandalan Livin’ by Mandiri di London

Hadirkan Solusi Transaksi Internasional, Bank Mandiri Kenalkan Keandalan Livin’ by Mandiri di London

Whats New
Biasakan 3 Hal Ini untuk Membangun Kekayaan

Biasakan 3 Hal Ini untuk Membangun Kekayaan

Earn Smart
Pertumbuhan Ekonomi RI 5,11 Persen Dinilai Belum Maksimal

Pertumbuhan Ekonomi RI 5,11 Persen Dinilai Belum Maksimal

Whats New
Laba Bersih JTPE Tumbuh 11 Persen pada Kuartal I 2024, Ditopang Pesanan E-KTP

Laba Bersih JTPE Tumbuh 11 Persen pada Kuartal I 2024, Ditopang Pesanan E-KTP

Whats New
Pabrik Sepatu Bata Tutup, Menperin Sebut Upaya Efisiensi Bisnis

Pabrik Sepatu Bata Tutup, Menperin Sebut Upaya Efisiensi Bisnis

Whats New
Jadwal LRT Jabodebek Terbaru Berlaku Mei 2024

Jadwal LRT Jabodebek Terbaru Berlaku Mei 2024

Whats New
Emiten Hotel Rest Area KDTN Bakal Tebar Dividen Rp 1,34 Miliar

Emiten Hotel Rest Area KDTN Bakal Tebar Dividen Rp 1,34 Miliar

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com