Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

BI Tahan Suku Bunga, Rupiah Masih Aman?

Kompas.com - 24/10/2018, 08:30 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita ,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Bank Indonesia memutuskan menahan suku bunga acuan BI 7-Days Reverse Repo Rate (BI7DRRR) pada 5,75 persen. Keputusan itu diambil melalui Rapat Dewan Gubernur Bulanan yang digelar pada 22-23 Oktober 2018. Baru pada 27 September 2018 lalu, BI menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 bps menjadi 5,75 persen.

BI juga menahan suku bunga deposit facility tetap 5 persen dan lending facility masih 6,5 persen. 

"Keputusan tersebut konsisten dengan upaya untuk menurunkan defisit transaksi berjalan ke dalam batas aman dan mempertahankan daya tarik pasar keuangan domestik," ujar Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara dalam konferensi pers di Gedung BI, Jakarta, Selasa (23/10/2018).

Mirza memaparkan, ada beberapa kondisi yang membuat dewan gubernur mengambil keputusan itu. Kondisi eksternal, sesuai perkiraan, pertumbuhan ekonomi global lebih rendah dari proyeksi semula disertai ketidakpastian pasar keuangan global yang masih tinggi.

Di satu sisi, ekonomi AS diprakirakan makin kuat didukung permintaan domestik. Hal ini menyebabkan ekspektasi inflasi AS tetap tinggi dan akan direspons the Fed dengan tetap menaikkan suku bunga.

Di sisi lain, pertumbuhan ekonomi Eropa dan negara-negara emerging markets, termasuk Tiongkok, diprakirakan lebih rendah dari proyeksi semula. Pada akhirnya ini menurunkan prospek pertumbuhan ekonomi secara global.

Ditambah lagi ketegangan hubungan dagang antara AS dan negara lain yang kemudian menurunkan volume perdagangan dunia. Harga komoditas ekspor Indonesia pun tumbuh lebih lambat, di tengah harga minyak dunia yang terus meningkat.

Berbagai perkembangan tersebut mengakibatkan dollar AS terus menguat dan membuat tren pelemahan banyak mata uang negara berkembang berlanjut hingga pertengahan Oktober 2018.

Di samping itu, pertumbuhan ekonomi Indonesia triwulan III 2018 tidak sekuat perkiraan, terutama dipengaruhi penurunan ekspor neto. Konsumsi tetap baik didukung daya beli yang terjaga dan belanja terkait pemilu serta keyakinan konsumen yang tetap tinggi.

Investasi juga masih tumbuh cukup tinggi ditopang baik investasi bangunan, terkait proyek infrastruktur dan properti, maupun investasi nonbangunan. Namun, kenaikan pertumbuhan ekspor tidak sekuat proyeksi. Sementara impor tetap tumbuh tinggi.

"Pertumbuhan ekspor lebih terbatas disebabkan kinerja ekspor komoditas andalan, seperti pertanian dan pertambangan, yang tidak sekuat perkiraan," kata Mirza.

Meski begitu, secara umum, BI menganggap kondisi perekonomian Indonesia, termasuk nilai tukar rupiah, belum melewati batas gawat untuk menaikkan suku bunga.

1. Nilai Tukar Rupiah

Nilai tukar rupiah memang terus melemah hingga tembus Rp 15.200 per dollar AS. Namun, pelemahan tersebut dianggap masih stabil ketimbang negara-negara lain.

Rupiah secara rata-rata melemah sebesar 2,07 persen pada September 2018 dan sedikit melemah pada Oktober 2018. Dengan perkembangan ini, maka secara year to date hingga 22 Oktober 2018, Rupiah terdepresiasi 10,65 persen. Pelemahan tersebut, kata Mirza, masih lebih rendah dari pelemahan yang terjadi di Brasil, India, Afrika Selatan, dan Turki.

"Nilai tukar Rupiah masih mengalami depresiasi namun dengan volatilitas yang terjaga," kata Mirza.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com