Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sri Mulyani: Defisit Transaksi Berjalan Bukanlah “Dosa"

Kompas.com - 07/11/2018, 14:00 WIB
Ericssen,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

SINGAPURA, KOMPAS.com - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut defisit transaksi berjalan atau current account deficit bukanlah sebuah “dosa”. Hal itu diungkapkannya ketika disinggung mengenai defisit transaksi berjalan Indonesia yang saat ini menyentuh angka 3 persen.

“Indonesia memiliki defisit transaksi berjalan yang terkendali dan dapat dipertanggungjawabkan” ucap Sri Mulyani yang berbicara sebagai panelis di forum “Bloomberg New Economy Forum” di Hotel Capella, Singapura, Rabu pagi (7/11/2018).

Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu melanjutkan tentunya dengan defisit transaksi berjalan yang saat ini 3 persen, Indonesia harus lebih berhati-hati dan lebih disiplin dalam memilah-milah program pembangunan yang dicanangkan.

“Biaya atau financing cost meningkat dan semakin mahal serta liquidity semakin mengetat (tightening), pemerintah perlu mengakses kelayakan proyek-proyek yang diagendakan”

Sri Mulyani yang dipuji oleh moderator Clive Crook sebagai sosok Menteri Keuangan yang enerjik dan kompeten juga memberikan komentarnya ketika ditanya mengenai penyebab anjloknya nilai tukar rupiah terhadap dollar AS hingga 8 persen pada tahun ini.

“Perekonomian Indonesia sedang dalam kondisi yang baik, pertumbuhan ekonomi solid, utang publik rendah, dan inflasi juga terkendali, apa yang salah dengan rupiah?” tanya Crook.

Menkeu berusia 56 ini memulai dengan menuturkan pencapaian Indonesia yang berhasil pulih dari Krisis Moneter Asia 1998 dan luput dari dampak Krisis Ekonomi Global 2008.

“Saat ini Indonesia adalah emerging economy yang terus melesat. Kita berhasil menurunkan angka kemiskinan, menurunkan koefisien Gini. Indonesia melakukan hal-hal yang tepat untuk memperkuat ekonomi misalnya terus menjalankan pembangunan infrastruktur serta memberikan ruang kepada sektor swasta untuk berkembang,” Sri Mulyani dengan berapi-api menyampaikan penjelasannya.

Sri Mulyani menyampaikan bahwa melemahnya nilai tukar Rupiah diantaranya disebabkan oleh efek kenaikan suku bunga acuan oleh Bank Sentral AS atau The Fed serta capital flow yang meninggalkan negara berkembang seperti Indonesia menuju ke Amerika Serikat.

Sri Mulyani tidak ketinggalan mengeluh menyuarakan “frustasinya” bahwa keputusan Indonesia menaikan Suku Bunga Acuan BI lebih disebabkan oleh kebijakan ekonomi dalam negeri AS, tidaklah melulu karena kondisi ekonomi tanah air atau angka inflasi.

“Tentunya the Fed harus lebih memperhatikan dampak kebijakannya seperti menaikan suku bunga acuan yang bisa merembet ke negara-negara lain terutama negara berkembang”

Pernyataan SMI sendiri juga diamini oleh Direktur Pelaksana Bank Sentral Singapura Ravi Menon yang menyebut bahwa Indonesia adalah contoh ekonomi yang dikelola dengan sangat baik namun tetap terkena imbas “hukuman” dari kebijakan ekonomi AS.

Ikut duduk sepanel dengan Sri Mulyani dan Ravi Menon di forum prestisius ini adalah mantan Gubernur Bank Sentral AS Janet Yellen.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

BTN Buka Kemungkinan Lebarkan Bisnis ke Timor Leste

BTN Buka Kemungkinan Lebarkan Bisnis ke Timor Leste

Whats New
[POPULER MONEY] Respons Bulog soal Program Makan Siang Gratis Butuh 6,7 Ton Beras Per Tahun | Iuran Pariwisata Bisa Bikin Tiket Pesawat Makin Mahal

[POPULER MONEY] Respons Bulog soal Program Makan Siang Gratis Butuh 6,7 Ton Beras Per Tahun | Iuran Pariwisata Bisa Bikin Tiket Pesawat Makin Mahal

Whats New
KCIC Minta Maaf Jadwal Whoosh Terlambat Gara-gara Hujan Lebat

KCIC Minta Maaf Jadwal Whoosh Terlambat Gara-gara Hujan Lebat

Whats New
Cara Pinjam Uang di Rp 5 Juta di Pegadaian, Bunga, dan Syaratnya

Cara Pinjam Uang di Rp 5 Juta di Pegadaian, Bunga, dan Syaratnya

Earn Smart
Kemenkeu Akui Pelemahan Rupiah dan Kenaikan Imbal Hasil Berdampak ke Beban Utang Pemerintah

Kemenkeu Akui Pelemahan Rupiah dan Kenaikan Imbal Hasil Berdampak ke Beban Utang Pemerintah

Whats New
Prudential Laporkan Premi Baru Tumbuh 15 Persen pada 2023

Prudential Laporkan Premi Baru Tumbuh 15 Persen pada 2023

Whats New
Bulog Siap Pasok Kebutuhan Pangan di IKN

Bulog Siap Pasok Kebutuhan Pangan di IKN

Whats New
Pintu Perkuat Ekosistem Ethereum di Infonesia

Pintu Perkuat Ekosistem Ethereum di Infonesia

Whats New
BTN Syariah Cetak Laba Bersih Rp 164,1 Miliar pada Kuartal I 2024

BTN Syariah Cetak Laba Bersih Rp 164,1 Miliar pada Kuartal I 2024

Whats New
Pegadaian Bukukan Laba Bersih Rp 1,4 Triliun pada Kuartal I 2024

Pegadaian Bukukan Laba Bersih Rp 1,4 Triliun pada Kuartal I 2024

Whats New
Program Makan Siang Gratis Butuh 6,7 Ton Beras Per Tahun, Bulog Tunggu Arahan Pemerintah

Program Makan Siang Gratis Butuh 6,7 Ton Beras Per Tahun, Bulog Tunggu Arahan Pemerintah

Whats New
BTN Cetak Laba Bersih Rp 860 Miliar pada Kuartal I 2024

BTN Cetak Laba Bersih Rp 860 Miliar pada Kuartal I 2024

Whats New
Bulog Siap Jadi Pembeli Gabah dari Sawah Hasil Teknologi Padi China

Bulog Siap Jadi Pembeli Gabah dari Sawah Hasil Teknologi Padi China

Whats New
Bulog Baru Serap 633.000 Ton Gabah dari Petani, Dirut: Periode Panennya Pendek

Bulog Baru Serap 633.000 Ton Gabah dari Petani, Dirut: Periode Panennya Pendek

Whats New
Dari Perayaan HUT hingga Bagi-bagi THR, Intip Kemeriahan Agenda PUBG Mobile Sepanjang Ramadhan

Dari Perayaan HUT hingga Bagi-bagi THR, Intip Kemeriahan Agenda PUBG Mobile Sepanjang Ramadhan

Rilis
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com