JAKARTA, KOMPAS.com - Dinas Kesehatan DKI Jakarta mengumpulkan para direktur rumah sakit se-DKI Jakarta di Kantor Dinas Kesehatan, Jalan Kesehatan, Jumat (15/9/2017). Mereka diminta untuk menandatangani surat pernyataan terkait tata cara penanganan pasien dalam kondisi gawat darurat.
"Kami buat perjanjian agar mereka membuat aturan bahwa pasien dalam keadaan gawat darurat harus dilakukan tindakan segera tanpa memungut uang muka," ujar Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta Koesmedi Priharto di kantornya, Jumat (15/9/2017).
Dinas Kesehatan juga memberikan surat edaran kepada rumah sakit. Isinya meliputi informasi bahwa rumah sakit yang belum bekerja sama dengan BPJS tetap bisa menagih biaya pelayanan gawat darurat sampai kondisi pasien stabil ke BPJS.
Edaran itu juga meminta rumah sakit tidak merujuk pasien dalam kondisi gawat darurat sebelum kondisi pasien stabil. Selain itu, rumah sakit dilarang menyuruh pasien atau keluarga untuk mencari tempat rujukan.
Baca juga: BPJS: RS Mitra Keluarga Mestinya Paham Penanganan Pasien JKN-KIS
Surat pernyataan dan edaran itu terkait dengan kasus meninggalnya bayi Tiara Debora di RS Mitra Keluarga Kalideres pada 3 September 2017. RS Mitra Keluarga Kalideres meminta kepada keluarga bayi Debora untuk membayar uang muka agar bisa masuk ke ruang PICU. Padahal bayi Debora adalah pemilik BPJS Kesehatan.
Pasal 59 Undang-undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan, menyatakan, "Tenaga Kesehatan dilarang menolak penerima pelayanan kesehatan dan/atau dilarang meminta uang muka terlebih dahulu".
"Jadi kita mengingatkan mereka kembali karena sebenarnya itu sudah tertera di Undang-undang," kata Koesmedi.
Lihat juga: Pihak Bayi Debora: Mereka Tak Akui Bersalah, malah Memojokkan Kami
Surat pernyataan itu harus ditandatangani oleh direktur 187 rumah sakit di Jakarta. Mereka yang tidak hadir hari ini harus datang ke Kantor Dinkes untuk menandatangani surat itu.