Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kata Mahfud, Putusan MK Kuatkan KPK Kembali Tetapkan Tersangka Novanto

Kompas.com - 11/10/2017, 10:45 WIB
Fachri Fachrudin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Mahfud MD menilai, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait alat bukti untuk menjerat tersangka sudah tepat.

Hal ini disampaikan Mahfud menanggapi putusan nomor perkara 42/PUU-XV/2017.

Dalam pertimbangannya, MK menyatakan, penyidik aparat penegak hukum bisa menggunakan alat bukti yang telah dipakai pada perkara sebelumnya untuk menjerat tersangka yang memenangkan praperadilan.

Namun, bukti tersebut harus disempurnakan.

"Jadi MK itu benar, memang harus begitu logikanya. Saya kira itu bukan hanya logika MK, itu logika ilmu hukum biasa. Kalau hakimnya benar pasti mengatakan begitu," kata Mahfud saat dihubungi, Rabu (11/10/2017).

(baca: MK: Alat Bukti Perkara Sebelumnya Bisa untuk Keluarkan Sprindik Baru)

Hal ini juga disampaikan Mahfud menanggapi Putusan Hakim Pengadilan Jakarta Selatan yang menangani Praperadilan Setya Novanto, Cepi Iskandar.

Dalam putusannya, Cepi menilai, alat bukti yang sudah digunakan dalam perkara sebelumnya tidak bisa digunakan untuk menangani perkara selanjutnya sebagaimana diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2016 (Perma).

Menurut Mahfud, logika yang digunakan Cepi tidak tepat.

"Tidak masuk akal kalau alat bukti pada perkara sebelumnya tidak bisa digunakan untuk orang lain. Itu kan tidak masuk akal kalau pidananya kolektif bagaimana?" kata Mahfud.

"Justru alat bukti sebelumnya yang sudah sah di pengadilan itu menjadi alat bukti bagi penyerta berikutnya. Kalau kolektif korupsinya 10 orang gitu satu sudah divonis dengan alat bukti A, maka alat bukti A terus berlaku bagi yang lain," tambah Mahfud.

(baca: MK: Kalah Praperadilan, Penegak Hukum Bisa Kembali Tetapkan Tersangka)

Mahfud berpendapat, Perma memang menyebutkan bahwa alat bukti yang sudah dipakai tidak bisa digunakan kembali.

Namun, menurut Mahfud, bukan berarti alat bukti tersebut tidak bisa dipakai lagi untuk menjerat tersangka lain yang masih berkaitan dengan kasusnya.

(baca: Ini Pertimbangan Hakim Cepi Batalkan Status Tersangka Setya Novanto)

Menurut Mahfud, aparat penegak hukum masih bisa menggunakan cara lainnya, yakni dengan membuat berita acara yang berbeda.

"Alat buktinya sama, tapi berita acaranya beda. Mungkin itu akan bisa dipahami kalau gitu," kata dia.

Dengan adanya putusan MK, Mahfud menilai, upaya KPK kembali menetapkan Novanto sebagai tersangka tidak menyalahi aturan.

"Menjadikan Setya tersangka lagi, ada atau enggak ada putusan MK itu memang menurut saya bisa (dilakukan). Apalagi sekarang ada putusan MK, itu akan makin kuat," kata dia.

Kompas TV Hakim Cepi juga dilaporkan melanggar kode etik dan pedoman perilaku hakim.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Sebut Suaranya Pindah ke PDI-P, PAN Minta Penghitungan Suara Ulang di Dapil Ogan Komering Ilir 6

Sebut Suaranya Pindah ke PDI-P, PAN Minta Penghitungan Suara Ulang di Dapil Ogan Komering Ilir 6

Nasional
Jokowi Teken UU Desa Terbaru, Kades Bisa Menjabat Hingga 16 Tahun

Jokowi Teken UU Desa Terbaru, Kades Bisa Menjabat Hingga 16 Tahun

Nasional
Soal Lebih Baik Nasdem Dalam Pemerintah atau Jadi Oposisi, Ini Jawaban Surya Paloh

Soal Lebih Baik Nasdem Dalam Pemerintah atau Jadi Oposisi, Ini Jawaban Surya Paloh

Nasional
Sentil Pihak yang Terlambat, MK: Kalau di Korea Utara Ditembak Mati

Sentil Pihak yang Terlambat, MK: Kalau di Korea Utara Ditembak Mati

Nasional
Giliran Ketua KPU Kena Tegur Hakim MK lantaran Izin Tinggalkan Sidang Sengketa Pileg

Giliran Ketua KPU Kena Tegur Hakim MK lantaran Izin Tinggalkan Sidang Sengketa Pileg

Nasional
Panji Gumilang Gugat Status Tersangka TPPU, Sebut Polisi Tak Penuhi 2 Alat Bukti

Panji Gumilang Gugat Status Tersangka TPPU, Sebut Polisi Tak Penuhi 2 Alat Bukti

Nasional
Sidang Administrasi Selesai, PTUN Minta PDI-P Perbaiki Gugatan terhadap KPU

Sidang Administrasi Selesai, PTUN Minta PDI-P Perbaiki Gugatan terhadap KPU

Nasional
Bamsoet Apresiasi Sikap Koalisi Perubahan Akui Kemenangan Prabowo-Gibran

Bamsoet Apresiasi Sikap Koalisi Perubahan Akui Kemenangan Prabowo-Gibran

Nasional
PDI-P Harap PTUN Tidak Biarkan Pelanggaran Hukum yang Diduga Dilakukan KPU

PDI-P Harap PTUN Tidak Biarkan Pelanggaran Hukum yang Diduga Dilakukan KPU

Nasional
KPK Sebut SPDP Kasus Korupsi di PDAM Boyolali Hoaks

KPK Sebut SPDP Kasus Korupsi di PDAM Boyolali Hoaks

Nasional
Kompolnas Dorong Motif Bunuh Diri Brigadir RAT Tetap Diusut, Meski Penyelidikan Kasus Dihentikan

Kompolnas Dorong Motif Bunuh Diri Brigadir RAT Tetap Diusut, Meski Penyelidikan Kasus Dihentikan

Nasional
Airin Hadir di Taaruf Muhaimin Bersama Calon Kepala Daerah

Airin Hadir di Taaruf Muhaimin Bersama Calon Kepala Daerah

Nasional
Sentil KPU, Hakim MK Arief Hidayat: Sudah Hadir Ya Setelah Viral saya Marahi

Sentil KPU, Hakim MK Arief Hidayat: Sudah Hadir Ya Setelah Viral saya Marahi

Nasional
MPR Akan Temui Prabowo-Gibran Bicara Masalah Kebangsaan

MPR Akan Temui Prabowo-Gibran Bicara Masalah Kebangsaan

Nasional
Hakim Fahzal Hendri Pimpin Sidang Dugaan Gratifikasi dan TPPU Gazalba Saleh

Hakim Fahzal Hendri Pimpin Sidang Dugaan Gratifikasi dan TPPU Gazalba Saleh

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com