Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Setiap Orang Tak Boleh Menafsirkan Benar dan Salah Atas Suatu Keyakinan"

Kompas.com - 23/10/2017, 16:36 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Koordinator Desk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan Komnas HAM, Jayadi Damanik menilai bahwa Undang-Undang Nomor 1/PNPS tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama kerap menciptakan situasi diskriminatif terhadap kelompok minoritas, khususnya warga Jemaah Ahmadiyah Indonesia (JAI).

Penetapan tersebut, kata Jayadi, menjadi landasan terbitnya Surat Keputusan Bersama (SKB) Tiga Menteri terkait Ahmadiyah dan seolah menjadikan tafsir agama mayoritas sebagai satu-satunya tafsir yang benar.

Sementara, jika dilihat dari konteks menghormati kebebasan beragama dan berkeyakinan, maka setiap orang tidak boleh menilai apakah agama dan keyakinan itu benar atau salah dalam pandangan teologisnya.

"Dalam konteks hak atas kebebasan beragama dan berkeyakinan, menghormati hak setiap orang itu dipahami sebagai yang tidak menilai apakah agama dan keyakinan itu benar atau salah dalam pandangan teologisnya," ujar Jayadi saat memberikan keterangan ahli dalam sidang uji materi atas UU No. 1 PNPS tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama di Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta Pusat, Senin (23/10/2017).

(Baca: Ahmadiyah Ada Sejak 1925, Setelah 2008 Diperlakukan Diskriminatif)

Menurut Jayadi, Undang-Undang No. 1/PNPS tahun 1965 termasuk peraturan yang tergolong represif dan multitafsir. Sebab, peraturan tersebut memberikan privilege dalam melindungi kepentingan kelompok mayoritas.

Kelompok agama mayoritas, kata Jayadi, bisa menafsirkan PNPS itu sebagai dasar hukum untuk meniadakan hak menganut aliran agama atau keyakinan minoritas yang dianggap sesat.

"Di sinilah letak multitafsir yang saya maksudkan, sehingga undang-undang aquo secara tidak sengaja telah mengurangi, menghalangi, membatasi, dan/atau mencabut HAM kelompok minoritas, oleh karena itu melanggar HAM," ucap Jayadi.

Dalam kesempatan yang sama, Komisioner Komnas HAM Imdadun Rahmat berpendapat bahwa pasal 1 UU No. 1/PNPS/1965 mengandung ketidakjelasan tafsir.

Pasal itu menyebutkan, setiap  orang dilarang  dengan  sengaja  di  muka umum menceritakan, menganjurkan dan  mengusahakan  dukungan  umum, untuk  melakukan penafsiran  tentang sesuatu  agama  yang  dianut  di Indonesia  atau  melakukan kegiatan-kegiatan keagamaan yang menyerupai kegiatan-kegiatan keagamaan dari pokok-pokok ajaran agama itu.

(Baca: Komnas HAM: PNPS Penodaan Agama Melanggar HAM Warga Ahmadiyah)

Imdadun menuturkan, kata "di muka umum" bersifat multitafsir dan memberikan peluang yang besar kepada aparat negara maupun masyarakat untuk melakukan intervensi berupa pelarangan keyakinan.

Selain itu, negara juga cenderung bertindak diskriminatif terhadap agama, aliran agama, dan keyakinan minoritas lainnya yang dianggap sesat.

Akibatnya, muncul persepsi bahwa pemerintah memiliki wewenang untuk melarang aktifitas atau kegiatan aliran agama yang dianggap "menyimpang", misalnya aliran Ahmadiyah, Syiah, dan aliran spiritual lain, yang dianggap memiliki keyakinan dan pemahaman berbeda dengan ajaran-ajaran pokok agama.

"UU yang di Negara lain dikenal sebagai blasphemy law yang seharusnya hanya melarang penghinaan terhadap agama ini, ternyata juga mengandung pelarangan penafsiran agama yang dianggap penyimpangan terhadap pokok-pokok ajaran suatu agama," kata Imdadun.

Dalam sidang yang dipimpin oleh Hakim MK Arief Hidayat tersebut hadir perwakilam JAI sebagai saksi dari pihak pemohon dan perwakilan Dewan Dakwah Indonesia sebagai pihak terkait.

Kompas TV Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menyatakan, jemaah Ahmadiyah memang dilarang menyebarluaskan ajarannya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Muhaimin Sebut Kader PKB Mulai Pendekatan ke Sejumlah Tokoh untuk Pilkada 2024

Muhaimin Sebut Kader PKB Mulai Pendekatan ke Sejumlah Tokoh untuk Pilkada 2024

Nasional
Soal Pilkada Sumut, Muhaimin Bilang Belum Ada yang Mendaftar ke PKB

Soal Pilkada Sumut, Muhaimin Bilang Belum Ada yang Mendaftar ke PKB

Nasional
PKB Belum Tentukan Kandidat untuk Pilkada DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa Timur

PKB Belum Tentukan Kandidat untuk Pilkada DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa Timur

Nasional
Dirut Jasa Raharja Hadiri Penutupan Posko Angkutan Mudik Lebaran Terpadu oleh Menhub 

Dirut Jasa Raharja Hadiri Penutupan Posko Angkutan Mudik Lebaran Terpadu oleh Menhub 

Nasional
Sambangi Kediaman Muhaimin Menjelang Putusan MK, Anies: Ini Tradisi Lebaran...

Sambangi Kediaman Muhaimin Menjelang Putusan MK, Anies: Ini Tradisi Lebaran...

Nasional
Muhaimin Belum Punya Rencana Bertemu Prabowo Setelah Putusan MK

Muhaimin Belum Punya Rencana Bertemu Prabowo Setelah Putusan MK

Nasional
Muhaimin Bilang Anies Belum Punya Niat Kembali Berkontestasi di Pilkada 2024

Muhaimin Bilang Anies Belum Punya Niat Kembali Berkontestasi di Pilkada 2024

Nasional
PKB Buka Pendaftaran untuk Pilkada 2024, Selain Kader Juga Bisa Daftar

PKB Buka Pendaftaran untuk Pilkada 2024, Selain Kader Juga Bisa Daftar

Nasional
Menjelang Putusan Sengketa Pilpres di MK, Kubu Ganjar-Mahfud Harap Tak Berakhir Antiklimaks

Menjelang Putusan Sengketa Pilpres di MK, Kubu Ganjar-Mahfud Harap Tak Berakhir Antiklimaks

Nasional
Optimistis MK Diskualifikasi Gibran, Kubu Anies: Tak Ada Alasan untuk Tidak Pemungutan Suara Ulang

Optimistis MK Diskualifikasi Gibran, Kubu Anies: Tak Ada Alasan untuk Tidak Pemungutan Suara Ulang

Nasional
MK Diperkirakan Tak Akan Diskualifikasi Prabowo-Gibran

MK Diperkirakan Tak Akan Diskualifikasi Prabowo-Gibran

Nasional
Jadwal Terbaru Pelaksanaan UTBK-SNBT 2024

Jadwal Terbaru Pelaksanaan UTBK-SNBT 2024

Nasional
Dana Zizwaf Selama Ramadhan 2024 Meningkat, Dompet Dhuafa: Kedermawanan Masyarakat Meningkat

Dana Zizwaf Selama Ramadhan 2024 Meningkat, Dompet Dhuafa: Kedermawanan Masyarakat Meningkat

Nasional
MK Diprediksi Bikin Kejutan, Perintahkan Pemungutan Suara Ulang di Sejumlah Daerah

MK Diprediksi Bikin Kejutan, Perintahkan Pemungutan Suara Ulang di Sejumlah Daerah

Nasional
Menakar Nasib Ketua KPU Usai Diadukan Lagi ke DKPP Terkait Dugaan Asusila

Menakar Nasib Ketua KPU Usai Diadukan Lagi ke DKPP Terkait Dugaan Asusila

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com