JAKARTA, KOMPAS.com - Mahkamah Konstitusi (MK) mendengarkan keterangan pihak terkait langsung pada gugatan uji materi UU Ormas pada Selasa (5/3/2018). Forum Advokat Pengawal Pancasila (FAPP) yang menjadi salah satu pihak terkait menyampaikan bahwa UU Ormas tidak mengancam hak konstitusional warga negara.
"Ketentuan Pasal 1 angka 6-21 telah sesuai dengan prinsip-prinsip negara hukum dan berlaku universal," ujar Kuasa Hukum Pihak Terkait FAPP Fitri Indrianingtyas dalam sidang lanjutan di MK.
Pemerintah, menurut FAPP, tidak pernah menetapkan suatu peraturan yang melarang kegiatan ormas dan agama tertentu sepanjang kegiatan-kegiatan tersebut tidak bermaksud mengganti Pancasila sebagai falsafah bangsa.
Baca juga : DPR Sebut UU Ormas Batasi Pemerintah agar Tak Sewenang-wenang
Selain itu, FAPP juga menilai bahwa UU Ormas tidak pernah menghilangkan mekanisme pengadilan seperti dalil pemohon. Sebab saat terjadi sengketa keputusan pemerintah, masyarakat bisa mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Tak hanya itu, FAPP juga tidak sepakat dengan semua dalil yang disampaikan oleh pemohon terhadap beberapa pasal di dalam UU Ormas. Pasal tersebut yakni Pasal 59, Pasal 62 Ayat 2, Pasal 80 A, dan Pasal 82 A ayat 1 dan 2.
Salah satu hal yang menjadi perhatian PAPP yakni terkait dalil pemohon yang menyatakan adanya potensi kesewenang-wenangan pemerintah mencabut status badan hukum ormas sesuai Pasal 2 Ayat 2 UU Ormas.
Namun, FAPP mengatakan bahwa keputusan pencabutan status badan hukum oleh pemerintah kepada ormas dilakukan berdasarkan fakta dan pertimbangan hukum yang cukup dan beralasan.
Baca juga : Keterangan DPR Soal UU Ormas di MK Dinilai Sudah Basi
Contoh faktual penerapan sanksi pencabutan status badan hukum menurut UU Ormas ini adalah dengan dicabutnya Status Badan Hukum dari Perkumpulan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).
Kuasa hukum pemohon uji materi UU Ormas menilai keterangan yang diberikan oleh DPR dan pihak terkait dalam sidang lanjutan di Mahkamah Konstitusi (MK) sudah basi.
Salah satu kuasa hukum pemohon, M Kamil Pasha mengungkapkan, berbagai penjelasan DPR sudah dipatahkan oleh para saksi ahli dari pemohon dalam sidang sebelumnya. Misalnya, terkait dengan peran pengadilan yang disebutkan oleh DPR tidak hilang. Sebab, PTUN bisa digunakan untuk menyelesaikan sengketa keputusan pencabutan starus ormas oleh pemerintah.
Namun, kata Kamil, saksi ahli dari pemohon yakni Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam As-Syafiiyah Abdul Chair Ramadhan dan Dosen Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya Zen Zanibar MZ sudah memberikan penjelasan.
Baca juga : Beri Keterangan di MK, DPR Anggap Penggugat UU Ormas Hanya Berasumsi
Menurut Kamil, yang mengacu kapada keterangan saksi ahli pemohon, dalam memcabut atau membubarkan ormas harus lewat pengadilan umum, tidak bisa melalui PTUN.
Seperti diketahui, beberapa kelompok masyarakat melayangkan gugatan uji materi Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2017 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No 2/2017 tentang Organisasi Masyarakat (UU Ormas) ke MK pada akhir 2017 lalu.
Para pemohon yang menggugat UU Ormas terdiri dari Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia, Forum Silaturahim Pengajian Indonesia, Perkumpulan Pemuda Muslimin Indonesia, Perkumpulan Hidayahtullah dan Munarman.