KOMPAS.com - Aksi balas dendam samurai tak bertuan atau ronin menjadi sejarah terkenal di Jepang hingga diadaptasi menjadi film 47 Ronin.
Kisahnya terjadi 320 tahun lalu, tepatnya 30 Januari 1703, sebanyak 47 ronin menyerang rumah besar utusan kekaisaran sekaligus pelayan shogun (istilah Jepang untuk jenderal), Kira Yoshinaka.
Mereka memenggal kepala Kira dan membawanya ke makam tuan mereka. Kejadian itu bukan fiksi belaka, melainkan kisah nyata.
Baca juga: Sinopsis 47 Ronin, Kehidupan Keanu Reeves sebagai Ronin
Pada periode Tokugawa (1600-1868) yang juga dikenal sebagai zaman Edo di Jepang, berlaku kelas sosial yang memiliki nilai tersendiri di masyarakat.
Dikutip dari laman Edukasi Universitas Kolombia, ronin berada di posisi kelas sosial yang cukup tinggi berdasarkan kesetiaan dan pelayanannya. Mereka bersumpah setia pada seorang tuan.
Sementara, status sosial seorang pejabat juga ditentukan berdasarkan samurai yang bersumpah setia kepadanya.
Perdagangan di Jepang tengah berkembang, sehingga ada perselisihan antara pebisnis yang lebih fleksibel dan samurai yang masih memegang erat adat.
Kisah 47 Ronin merupakan sejarah pertikaian paling berdarah dalam sejarah feodal Jepang.
Semua bermula dari pertikaian antara dua pejabat di Jepang, yakni Kira Yoshinaka dan Asano Naganori.
Kira Yoshinaka yang saat itu berusia 60 tahun, telah melayani para shogun selama hampir 40 tahun. Dia bertanggung jawab atas kegiatan harian shogun, protokol istana, pengaturan hadirin, dan sejenisnya.
Di lingkungan istana, prinsip Konfusianisme dijalankan dengan ketat.
Baca juga: Sinopsis 47 Ronin, Ketika Keanu Reeves dalam Perseteruan Kelompok Samurai
Suatu hari, daimyo di wilayah Ako bernama Asano Naganori yang kala itu berusia 43 tahun dinilai melakukan tindakan yang melanggar etika.
Daimyo adalah sebutan untuk orang yang berpengaruh di suatu wilayah.
Dalam cerita-cerita yang telah dibumbui fiksi, Kira digambarkan sebagai pejabat yang rakus dan keji. Namun, jabatannya memang menuntut ketelitian dan penerapan etika yang ketat.
Sejarawan militer Jepang dari Universitas Leeds, Stephen Turnbull dalam pengantarnya di buku 47 Ronin (2012) oleh John Allyn menyebutkan, tidak ada catatan atau surat-surat pribadi yang menjelaskan seluk-beluk situasi tidak adil yang dialami oleh Asano.