KOMPAS.com - Dunia sepakbola di Indonesia belakangan ini tengah menjadi sorotan. Hal ini lantaran adanya tragedi Kanjuruhan yang menewaskan ratusan suporter sepakbola.
Sebelum terjadi tragedi Kanjuruhan, dunia sepakbola di Indonesia juga sering diwarnai dengan bentrok antarsuporter.
Di beberapa kali peristiwa, suporter sepakbola kehilangan nyawa karena bentrok antarsuporter.
Baca juga: 6 Dokumen Kependudukan yang Tidak Perlu Lagi Surat Pengantar RT/RW
Lantas bagaimana menciptakan sepakbola yang aman dan damai di Indonesia?
Pakar Pendidikan Karakter Universitas Negeri Surabaya (Unesa) Prof. Muchlas Samani mengatakan, dalam kultur sepak bola Indonesia, ada aspek-aspek yang tidak seimbang.
Dia memberi contoh, semangat untuk menang terlalu tinggi sehingga tidak dibarengi dengan semangat menghargai lawan.
"Siap menang, tetapi tidak siap kalah. Aspek ini merembes ke sikap dan tindakan suporter atau penonton," kata Prof. Muchlas dalam acara Sarasehan Ilmu Keolahragaan Unesa seperti dikutip dari laman Unesa, Rabu (19/10/2022).
Baca juga: Cek Syarat Pendaftaran Beasiswa D3-S1 Kutai Timur 2022
Aspek tidak seimbang dalam sepakbola yang lainnya adalah terlalu semangat untuk menang dan tidak siap menerima kekalahan.
Menurut dia, belajar dari Kanjuruhan, diperlukan pembinaan karakter tidak hanya kepada pemain tetapi juga penonton. Olahraga bisa menjadi jalan untuk membangun karakter bangsa. Karakter itu mesti lewat dua cara, pembiasaan (habituasi) dan kultur.
"Di dalam kultur harus ada contoh atau tauladan dan ini penting sekali. Perlu ada tauladan, termasuk dari masing-masing koordinator suporter itu sendiri," urai Muchlas.
Baca juga: Duga Ada Agenda Politik Besar untuk Menjatuhkannya, Jokowi: Saya Berperasaan Memang...
Sosiolog Universitas Indonesia (UI) Dr. Imam B Prasodjo menambahkan, olahraga harus dipahami sebagai healthy lifestyle atau gaya hidup sehat dan sebagai prestasi yang mengacu pada kompetisi.
Mengenai prestasi tidak hanya perkara menang dan kalah. Tetapi yang perlu ditekankan yaitu untuk menumbuhkan sportivitas. Tujuan olahraga yang pertama itu untuk sehat secara fisik. Tetapi jangan sampai lupa bahwa intinya adalah tumbuhnya kesehatan jiwa atau sportivitas.
Dia menekankan, sportivitas ini harus dijiwai oleh seluruh stakeholder. Baik itu pemain dan wasit di atas lapangan hingga para suporter dan penyelenggara pertandingan.
Jika penyelenggara tidak menyelenggarakan pertandingan secara profesional bisa berdampak pada keseluruhan aspek pertandingan itu sendiri.
"Konsep dalam membangun jiwa dan raga itu, jiwanya yang pertama. Ini yang harus diperjelas dan dipahami bersama," jelas Imam.
Baca juga: Dosen UM Surabaya: Ini Jenis Plastik Kemasan Makanan, Mana yang Aman?