Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jika Remaja Kecanduan Internet, Dampaknya Lebih dari Narkoba

Kompas.com - 27/01/2023, 20:24 WIB
Dian Ihsan

Penulis

KOMPAS.com - Guru Besar Fakultas Keperawatan Universitas Padjadjaran (Unpad), Prof. Suryani mengatakan, remaja sangat berisiko mengalami kecanduan internet.

Hal ini disebabkan kelompok remaja memiliki rasa ingin tahu yang tinggi dan kontrol diri yang masih minim.

Baca juga: Rekrutmen SIPSS Polri 2023 untuk Lulusan D4, S1, dan S2, Ayo Daftar

Dalam penelitiannya, Prof. Suryani menyebutkan, sekitar 45 persen remaja yang ia teliti di Kota Bandung menggunakan internet lebih dari enam jam sehari.

Penggunaan internet yang lama tersebut adalah untuk kesenangan, bukan untuk kepentingan belajar.

"Ini masalah yang sangat serius," ucap Prof. Suryani dalam keterangan resminya, Jumat (27/1/2023).

Kecanduan tersebut dapat memberikan sejumlah dampak negatif bagi remaja, seperti menurunkan minat belajar, perubahan mental dan perilaku, ketidakseimbangan emosi, halusinasi, hingga gangguan jiwa berat.

Selain penggunaan internet dalam jangka waktu yang terlalu lama, efek negatif internet ini juga dapat berasal dari paparan informasi yang tidak tepat.

Prof. Suryani pun menyayangkan bahwa di Indonesia, kecanduan internet ini belum dianggap sebagai masalah yang serius.

"Ini perilaku addiction sebenarnya. Dampaknya bisa lebih parah dari narkoba," ujar Guru Besar Keperawatan Jiwa ini.

Penelitian yang dilakukan Prof. Suryani sendiri telah berlangsung selama tiga tahun di sejumlah sekolah di Jawa Barat.

Penelitian ini juga mengikutsertakan tim Fakultas Keperawatan dari berbagai bidang, seperti keperawatan anak, maternitas, dan medikal bedah.

Baca juga: UGM Telah Berikan Keringanan UKT ke 36.963 Mahasiswa Selama 3 Tahun

Dalam penelitian tersebut, Prof. Suryani dan tim membuat model pencegahan dan penanggulangan kecanduan internet.

Menurut dia, upaya pencegahan dan penanggulangan internet bukan hanya dilakukan orangtua, sekolah, atau individu sendiri.

Upaya tersebut memerlukan peran bersama dari seluruh pihak terkait, termasuk pemerintah.

"Jadi yang pertama membuat orang menyadari dulu, karena memang dari hasil penelitian kita juga ternyata remaja itu sendiri tidak tau bahwa sedemikian rupa dampak internet itu ke diri mereka," jelas Prof. Suryani.

Selain model pencegahan dan penanganan kecanduan internet, Prof. Suryani dan tim juga telah membuat policy brief yang akan disampaikan ke pemerintah, serta buku saku sebagai panduan bagi remaja.

Lingkungan sekolah juga perlu ada edukasi kecanduan internet ini bagi para siswa.

Di sejumlah sekolah yang ia dan tim datangi, belum ada yang memberikan edukasi bahaya kecanduan internet bagi siswa.

Baca juga: Muhammadiyah Tambah 1 Universitas Lagi di Sulawesi Selatan

"Yang saya sayangkan gak ada edukasinya. Ya memang sih kita tidak menutup mata juga bahwa teknologi terutama internet itu sangat bermanfaat bagi kehidupan, bagi kita untuk belajar. Tapi kita juga harusnya dalam edukasi itu berimbang, dan saat ini saya lihat seolah-olah gak berimbang. Internet bagus, tapi dampak negatifnya itu tidak pernah disampaikan," tukas dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Berikan Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE


Terkini Lainnya
Atasi Kesenjangan Kompetensi, ICE Institute Hadirkan “Career Guidance Platform”
Atasi Kesenjangan Kompetensi, ICE Institute Hadirkan “Career Guidance Platform”
Edu
Tim Peneliti Polimedia Kenalkan Teknologi Kemasan Aktif MAP, Perpanjang Masa Simpan Tepung Talas
Tim Peneliti Polimedia Kenalkan Teknologi Kemasan Aktif MAP, Perpanjang Masa Simpan Tepung Talas
Edu
LPDP Beri 3 Opsi buat Mahasiswa, Dampak Kebijakan Imigrasi Amerika Serikat
LPDP Beri 3 Opsi buat Mahasiswa, Dampak Kebijakan Imigrasi Amerika Serikat
Edu
Kisah Nuzula, Peserta UTBK 2025 dengan Nilai Tertinggi di Unesa, Pilih Kedokteran
Kisah Nuzula, Peserta UTBK 2025 dengan Nilai Tertinggi di Unesa, Pilih Kedokteran
Edu
UNJ Raih Penghargaan 'Perguruan Tinggi dengan Permohonan Hak Cipta Terbanyak 2015-2024' Kemenkum
UNJ Raih Penghargaan "Perguruan Tinggi dengan Permohonan Hak Cipta Terbanyak 2015-2024" Kemenkum
Edu
Kisah Elsa, Anak Marbot Masjid Masuk UGM Tanpa Tes dan Dapat Beasiswa
Kisah Elsa, Anak Marbot Masjid Masuk UGM Tanpa Tes dan Dapat Beasiswa
Edu
AS Hentikan Sementara Penerbitan Visa Pelajar, Bagaimana Nasib 'Awardee' LPDP?
AS Hentikan Sementara Penerbitan Visa Pelajar, Bagaimana Nasib "Awardee" LPDP?
Edu
Permendikdasmen Baru: Hasil TKA SD-SMA buat SPMB dan Masuk Jalur SNBP
Permendikdasmen Baru: Hasil TKA SD-SMA buat SPMB dan Masuk Jalur SNBP
Edu
Biaya Kuliah Institut Teknologi PLN 2025, Ada Gratis Kuliah sampai Lulus
Biaya Kuliah Institut Teknologi PLN 2025, Ada Gratis Kuliah sampai Lulus
Edu
Kisah Nuzula, Sudah Kuliah di FKG, Daftar FK Unesa dan Raih Skor UTBK Tertinggi
Kisah Nuzula, Sudah Kuliah di FKG, Daftar FK Unesa dan Raih Skor UTBK Tertinggi
Edu
Wamendikti Stella Hitung Peluang Timnas Indonesia Lolos Piala Dunia 2026
Wamendikti Stella Hitung Peluang Timnas Indonesia Lolos Piala Dunia 2026
Edu
Peraturan TKA SD-SMA Tahun 2025 Terbit, Ini Syarat Siswa dan Materinya
Peraturan TKA SD-SMA Tahun 2025 Terbit, Ini Syarat Siswa dan Materinya
Edu
Wamen Stella Hitung Peluang Timnas Indonesia Lolos Piala Dunia 2026, Pakai Rumus Probabilitas
Wamen Stella Hitung Peluang Timnas Indonesia Lolos Piala Dunia 2026, Pakai Rumus Probabilitas
Edu
Mendikdasmen Bahas Penerapan Pendidikan Dasar Gratis dengan Menkeu
Mendikdasmen Bahas Penerapan Pendidikan Dasar Gratis dengan Menkeu
Edu
Kisah Brian, Lulus Cumlaude Kedokteran UGM Hanya dalam Waktu 3,5 Tahun
Kisah Brian, Lulus Cumlaude Kedokteran UGM Hanya dalam Waktu 3,5 Tahun
Edu
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau