Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pakai Masker untuk Cegah Corona Tak Bikin Keracunan Karbon Dioksida

Kompas.com - 31/05/2020, 16:04 WIB
Mahardini Nur Afifah

Penulis

Sumber Forbes, Health

KOMPAS.com - Otoritas kesehatan menganjurkan setiap orang memakai masker untuk mencegah penyebaran virus corona.

Masker merupakan alat pelindung diri (APD) untuk mencegah seseorang tertular penyakit, sekaligus mencegah seseorang menulari penyakit dari saluran pernapasan seperti Covid-19.

Di tengah upaya peningkatan kesadaran masyarakat untuk mengenakan masker saat berada di luar rumah, beredar kabar efek negatif penggunaan masker.

Baca juga: Bisakah AC Jadi Sarana Penularan Virus Corona?

Dari beberapa informasi yang beredar di media sosial, penggunaan masker disebut bisa membuat tubuh keracunan gas buang pernapasan karbon dioksida (CO2).

Berikut petikan pesan yang beredar di media sosial terkait efek samping penggunaan masker:

"Menghirup udara yang dihembuskan berulang kali berubah menjadi karbon dioksida, itulah sebabnya kita menjadi pusing.

Ini memabukkan pengguna, dan lebih banyak lagi ketika ia harus bergerak, dan melakukan pergerakan.

Beberapa orang mengendarai mobil mereka dengan masker, itu sangat berbahaya, karena udara busuk dapat membuat pengemudi kehilangan kesadaran..."

Namun, para ahli membantah penggunaan masker bisa menyebabkan keracunan karbon dioksida.

Baca juga: Perlukah Menggunakan Face Shield untuk Cegah Corona?

Molekul karbon dioksida lebih kecil ketimbang virus corona

Melansir Forbes (12/5/2020), para tenaga kesehatan telah membuktikan penggunaan masker tidak menyebabkan keracunan karbon dioksida.

Dalam sebuah operasi yang berlangsung selama beberapa jam, dokter bedah dan tim medis terbukti tidak linglung atau jatuh pingsan karena sirkulasi udara maskernya lancar.

Arahan mengenakan masker utamanya untuk mencegah droplet (cipratan cairan dari saluran pernapasan) saat berbicara, bernapas, batuk, atau bersin tidak menyebar ke sekitarnya.

Baca juga: Waspada, Puncak Kedua Pandemi Corona yang Lebih Bahaya

Dengan beragam material atau bahan pembuatan, masker terbukti efektif mengurangi penyebaran virus corona.

 

Sebagai informasi, partikel virus corona berukuran sekitar 125 nanometer. Ukuran ini membuat virus tidak bisa menembus masker.

Lain halnya dengan karbon dioksida, oksigen, sampai nitrogen. Molekul gas tersebut ukurannya jauh lebih kecil dari virus corona.

Dengan ukuran molekul yang lebih kecil, karbon dioksida dan oksigen bisa dengan mudah menembus bahan pembuatan masker, termasuk masker N95.

Baca juga: Cuci Tangan 6 Kali Sehari untuk Cegah Penularan Virus Corona

Tidak mungkin keracunan karbon dioksida

Dalam kasus yang sangat jarang, keracunan karbon dioksida bisa terjadi saat paparan CO2 dalam dosis tinggi.

Kondisi keracunan karbon dioksida ini dinamakan hiperkapnia.

Hiperkapnia dapat menyebabkan sakit kepala, pusing, penglihatan ganda, susah konsentrasi, tinitus, kejang, sampai lemas.

"Untuk bisa merusak tubuh, paparan karbon dioksida harus dalam dosis cukup tinggi. Tidak cukup dengan bernapas," jelas Bill Carroll, PhD, profesor kimia Indiana University, kepada Health (13/5/2020).

Dia menjelaskan, jauh sebelum tubuh keracunan CO2, tubuh secara alami memberikan sinyal perlindungan diri, saat paparan karbon dioksida berlebihan.

Kadar CO2 jadi menurun saat tubuh bernapas dengan cepat. Sebaliknya, jika menahan napas, tubuh menghasilkan lebih banyak CO2.

Naik turunnya kadar karbon dioksida tersebut memengaruhi kadar keasaman darah. Saat tubuh mendeteksi perubahan kadar keasamam darah, seseorang bisa pingsan.

"Pingsan adalah cara tubuh untuk menuntut seseorang agar bisa bernapas dengan normal," jelas dia.

Baca juga: 5 Kesalahan Umum Cara Pakai Masker

Prof. Carroll berpendapat, kendati masker buatan sendiri maupun pabrikan dibuat dari material beragam, namun bahan pembuatannya masih bisa ditembus oksigen.

"Kecuali Anda bernapas dengan kepala ditutup plastik, tidak mungkin Anda pingsan karena kekurangan oksigen saat mengenakan masker. Saat bernapas, udara masih bisa menembus pori-pori masker," kata Prof. Carroll.

Namun, ahli mewanti-wanti agar masyarakat umum tidak mengenakan masker respirator (N95) yang dirancang bagi petugas kesehatan berisiko tinggi. Terutama bagi penderita penyakit paru-paru.

"Respirator tidak nyaman dipakai. Masyarakat umum cukup gunakan masker kain. Pastikan masker menutup menutup mulut dan hidung," imbuh Amesh A. Adalja, MD dari Johns Hopkins Center for Health Security AS.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Komentar
mengapa setiap membuka masker dari wajah, suasana sedikit-banyak jadi plong. apa yang terjadi?

Terkini Lainnya
Siloam Hospital Gelar Digestive Summit 2025, Pamerkan Terobosan Baru untuk Penanganan Masalah Pencernaan
Siloam Hospital Gelar Digestive Summit 2025, Pamerkan Terobosan Baru untuk Penanganan Masalah Pencernaan
Health
Jamur Hitam di Rumah Bisa Sebabkan Gangguan Pernapasan Serius, Ini Kata Ahli
Jamur Hitam di Rumah Bisa Sebabkan Gangguan Pernapasan Serius, Ini Kata Ahli
Health
Kanker Ovarium Sering Terdiagnosis di Stadium Lanjut, Ini Kata Dokter
Kanker Ovarium Sering Terdiagnosis di Stadium Lanjut, Ini Kata Dokter
Health
Terlalu Sering Terpapar Suara Keras Bisa Rusak Pendengaran, Ini Saran Dokter THT
Terlalu Sering Terpapar Suara Keras Bisa Rusak Pendengaran, Ini Saran Dokter THT
Health
Evaluasi 6 Bulan Program Makan Bergizi Gratis, Pakar Soroti Empat Hal Penting
Evaluasi 6 Bulan Program Makan Bergizi Gratis, Pakar Soroti Empat Hal Penting
Health
Rokok Dapat Sebabkan Stunting pada Anak, Ini Penjelasan Pakar dan Kemenkes
Rokok Dapat Sebabkan Stunting pada Anak, Ini Penjelasan Pakar dan Kemenkes
Health
Mengenal Henti Jantung, Kondisi Medis yang Merenggut Nyawa Hulk Hogan
Mengenal Henti Jantung, Kondisi Medis yang Merenggut Nyawa Hulk Hogan
Health
Hulk Hogan Meninggal karena Henti Jantung, Ini Penjelasan Medisnya
Hulk Hogan Meninggal karena Henti Jantung, Ini Penjelasan Medisnya
Health
PPDS Anestesi Unpad Aktif Lagi, Kemenkes Pastikan Sistem Telah Dibenahi
PPDS Anestesi Unpad Aktif Lagi, Kemenkes Pastikan Sistem Telah Dibenahi
Health
IDAI: Anak Sehat dan Cerdas Jadi Kunci Menuju Indonesia Emas 2045
IDAI: Anak Sehat dan Cerdas Jadi Kunci Menuju Indonesia Emas 2045
Health
BPOM Tindak Penjualan Suplemen Blackmores Super Magnesium+ yang Tak Berizin di Indonesia
BPOM Tindak Penjualan Suplemen Blackmores Super Magnesium+ yang Tak Berizin di Indonesia
Health
Daftar Vaksin Anak Sesuai Usia: Panduan Penting bagi Orangtua di Hari Anak Nasional 2025
Daftar Vaksin Anak Sesuai Usia: Panduan Penting bagi Orangtua di Hari Anak Nasional 2025
Health
Hari Anak Nasional 2025: Pakar Ingatkan Risiko Jika Anak Tak Lagi Divaksin
Hari Anak Nasional 2025: Pakar Ingatkan Risiko Jika Anak Tak Lagi Divaksin
Health
Psikolog: Musik Bisa Rangsang Perkembangan Otak Anak, Tapi Waspadai Kontennya
Psikolog: Musik Bisa Rangsang Perkembangan Otak Anak, Tapi Waspadai Kontennya
Health
Ozzy Osbourne Meninggal Dunia, Perjuangan Panjang Lawan Parkinson hingga Emfisema
Ozzy Osbourne Meninggal Dunia, Perjuangan Panjang Lawan Parkinson hingga Emfisema
Health
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ramai Dugaan Ijazah Palsu, Ini Cara Cek Keaslian Ijazah Secara Online
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau