Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 17/09/2021, 13:00 WIB
Galih Pangestu Jati

Penulis

KOMPAS.com - Obesitas merupakan masalah kesehatan yang harus dihadapi oleh banyak mantan atlet.

Permasalahan ini tidak hanya dihadapi oleh mantan atlet Indonesia, tetapi juga mantan atlet di berbagai negara.

Mantan atlet pesepak bola legendaris, Diego Maradona, misalnya.

Baca juga: 6 Dokumen Kependudukan yang Tidak Perlu Lagi Surat Pengantar RT/RW

Sejak memutuskan untuk gantung sepatu di usia 37 tahun, pesepak bola asal Argentina ini mengalami peningkatan berat badan yang cukup pesat.

Pria asal Argentina ini pun sempat menjalani operasi lambung karena obesitas yang dialaminya.

Di Indonesia, penelitian mengenai obesitas yang terjadi pada mantan atlet belum banyak dilakukan.

Baca juga: 5 Penyebab Obesitas yang Perlu Dipahami

Sebuah studi yang dilakukan oleh Nurfitranto dan Satria Bagdja Ijatna dalam jurnal Journal of Sport Coaching and Physical Education melaporkan bahwa 50 persen profil pelatih liga profesional futsal Indonesia tahun 2018-2019 mengalami kegemukan, termasuk mantan atlet yang jadi pelatih.

Melansir dari artikel berjudul "The Risk of Developing Obesity, Insulin Resistance, and Metabolic Syndrome in Former Power-sports Athletes - Does Sports Career Termination Increase the Risk" yang diterbitkan di Indian Journal Endocrinol Metabolism, mantan atlet memang berisiko tinggi mengalami obesitas.

Penelitian tersebut mencoba menilai risiko obesitas, resistensi insulin (IR), dan sindrom metabolik di antara mantan atlet olahraga kekuatan, dibandingkan dengan atlet aktif dan nonatlet dengan usia yang sama.

Baca juga: Hanung Bramantyo Unggah Foto Bareng Ariel Tatum, Zaskia Mecca: Dia Lupa Semua Surat Tanah Atas Nama Aku

Penelitian yang dilakukan di Masyahad, Arab Saudi pada medio 2012 - 2014 tersebut melibatkan tiga kelompok, yakni atlet aktif berjumlah 34 orang, mantan atlet sebanyak 30 orang, dan non atlet sebanyak 30 orang.

Data demografi, antropometri, dan faktor biokimia dikumpulkan, termasuk low-density lipoprotein kolesterol (LDL-C), high-density lipoprotein kolesterol (HDL-C), kolesterol total, trigliserida (TG), glukosa plasma puasa, insulin, dan sensitivitas tinggi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa orang yang mengabaikan olahraga, terutama mantan atlet, rentan mengalami obesitas dan resistensi insulin.

Baca juga: Akhir 75 Tahun Kemenag Urus Haji, Ditutup dengan Permintaan Maaf

Meskipun resistensi insulin lebih tinggi tidak selalu mengakibatkan sindrom metabolik jangka pendek, kondisi ini dapat menyebabkan sindrom metabolik jangka panjang.

Kemudian, penelitian yang lebih baru berjudul "Are Former Athletes Protected Against Obesity after Retirement?" mencoba menilai prevalensi kelebihan berat badan dan obesitas pada pensiunan atlet di Arab Saudi.

Studi tersebut melibatkan 70 mantan atlet yang berusia 20 hingga 60 tahun.

Semua atlet tersebut pernah bermain dalam kompetisi nasional dan internasional.

Hasilnya, 47,14 persen partisipan mengalami kelebihan berat badan dan 22,86 persen mengalami obesitas.

Baca juga: Hubungan Penyakit Jantung, Obesitas, dan Penurunan Berat Badan

Lalu mengapa kondisi ini terjadi?

Menurut makalah yang dibentangkan dalam The 3rd International Sport Nutrition Conference “Transdisciplinary Research in Physical Therapy, Physical Activity and Sports Nutrition 2017 lalu, ada beberapa faktor yang menyebabkan obesitas pada mantan atlet.

Penulis makalah menemukan ada serangkaian faktor yang mempengaruhi pertumbuhan lemak dan kebugaran yang lebih rendah setelah pensiun dari dunia atlet.

Faktor yang paling umum adalah menjaga kebiasaan makan yang sama, padahal intensitas dan frekuensi latihan telah berkurang secara drastis, bahka sama sekali tidak ada.

Baca juga: Pemerintah Revisi Data Penerima Bansos Juli 2025, Cek NIK KTP Anda

Kembali melakukan olahraga bisa lebih sulit bagi mantan atlet daripada rata-rata orang kebanyakan.

Hal ini disebabkan oleh kurangnya kesadaran akan pentingnya program latihan untuk menjaga berat badan ideal.

Gagasan melakukan olehraga dengan sukarela, tanpa mengikuti program ketat atau berat badan wajib yang harus dicapai, sangat memengaruhi jiwa atlet.

Baca juga: Cara Membersihkan Lumut di Dalam Toren Air dan Mencegahnya Datang Kembali

Studi tersebut menyarankan mantan atlet untuk mendapatkan konseling dan edukasi pemeliharaan kesehatan untuk para atlet.

Dengan demikian, kesadaran akan pentingnya menjaga indeks massa tubuh pun meningkat. 

Risiko mengalami sindrom metabolik pada mantan atlet pun dapat menurun.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Terkini Lainnya
Bukan Jeruk, Ini Buah dengan Vitamin C Lebih Tinggi menurut Ahli Gizi
Bukan Jeruk, Ini Buah dengan Vitamin C Lebih Tinggi menurut Ahli Gizi
Health
Rasa Asam Belum Tentu Tanda Kandungan Vitamin C Tinggi, Ini Penjelasan Ahli Gizi
Rasa Asam Belum Tentu Tanda Kandungan Vitamin C Tinggi, Ini Penjelasan Ahli Gizi
Health
Bukan Maag Biasa, Kang Seo Ha Meninggal karena Kanker Lambung: Ini Bedanya
Bukan Maag Biasa, Kang Seo Ha Meninggal karena Kanker Lambung: Ini Bedanya
Health
Kang Seo Ha Meninggal karena Kanker Lambung, Kenali Gejala dan Faktor Risikonya
Kang Seo Ha Meninggal karena Kanker Lambung, Kenali Gejala dan Faktor Risikonya
Health
Waspada Varian Baru Covid-19 XFG, Sudah Tersebar di 38 Negara
Waspada Varian Baru Covid-19 XFG, Sudah Tersebar di 38 Negara
Health
Yunita Ababiel Meninggal Dunia, Ini Penyebab dan Bahaya Kanker Payudara
Yunita Ababiel Meninggal Dunia, Ini Penyebab dan Bahaya Kanker Payudara
Health
Yunita Ababiel Meninggal karena Kanker Payudara, Ini Gejala Awal yang Perlu Diwaspadai
Yunita Ababiel Meninggal karena Kanker Payudara, Ini Gejala Awal yang Perlu Diwaspadai
Health
Robot Medis Pertama Lakukan Operasi Realistis Secara Mandiri dengan Akurasi 100 Persen
Robot Medis Pertama Lakukan Operasi Realistis Secara Mandiri dengan Akurasi 100 Persen
Health
Kapan Waktu Terbaik untuk Mandi: Pagi atau Malam Hari? Ini Penjelasan Ahli
Kapan Waktu Terbaik untuk Mandi: Pagi atau Malam Hari? Ini Penjelasan Ahli
Health
Kenali Apa Itu Weil's Disease, Komplikasi Berat Akibat Leptospirosis
Kenali Apa Itu Weil's Disease, Komplikasi Berat Akibat Leptospirosis
Health
Kenali Komplikasi Berat Leptospirosis, Bisa Sebabkan Kematian
Kenali Komplikasi Berat Leptospirosis, Bisa Sebabkan Kematian
Health
Kapan Harus Periksa ke Dokter Saat Curiga Leptospirosis? Ini Tandanya
Kapan Harus Periksa ke Dokter Saat Curiga Leptospirosis? Ini Tandanya
Health
Leptospirosis Mengintai Saat Musim Hujan, Ini Gejala Awalnya
Leptospirosis Mengintai Saat Musim Hujan, Ini Gejala Awalnya
Health
Waspada Genangan Air, Ini Cara Leptospirosis Menular ke Manusia
Waspada Genangan Air, Ini Cara Leptospirosis Menular ke Manusia
Health
Telinga Berdenging Usai Pakai Headset? Waspadai Tuli Akibat Bising...
Telinga Berdenging Usai Pakai Headset? Waspadai Tuli Akibat Bising...
Health
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau