Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 27/07/2022, 06:01 WIB
Mahardini Nur Afifah

Penulis

KOMPAS.com - Tuberkulosis atau TBC otak adalah salah satu jenis penyakit TBC yang cukup berbahaya.

Penyakit ini apabila tidak diobati dengan cepat dan tepat bisa mengakibatkan komplikasi jangka panjang seperti kerusakan otak sampai kematian.

Mengingat bahayanya, penyakit ini kerap menimbulkan kekhawatiran, apakah TBC otak bisa sembuh? Simak penjelasan berikut untuk mengetahui jawabannya.

Baca juga: 9 Gejala TBC Otak, Termasuk Sering Sakit Kepala

Apakah TBC otak bisa sembuh?

Dilansir dari laman resmi RSUP Persahabatan, penyakit TBC otak bisa sembuh asalkan penderita disiplin menjalani pengobatan sampai tuntas.

Dengan pengobatan yang tepat dan segera, penyakit TBC otak tidak berkembang ke tahap lebih parah atau berat.

Perlu diketahui, komplikasi TBC otak bisa menyebabkan epilepsi, kelumpuhan sebagian anggota tubuh, gangguan pendengaran dan penglihatan, sampai kematian.

Menurut Kementerian Kesehatan, terdapat tiga tahap penyakit TBC otak yakni stadium I, II, dan III.

Sayangnya, banyak penderita TBC otak yang terlambat didiagnosis karena gejala penyakit yang mirip masalah kesehatan lain.

Gejala TBC otak yang perlu diwaspadai di antaranya sering sakit kepala, demam, berat badan turun tanpa sebab jelas, muntah, leher bagian belakang atau tengkuk kaku.

Apabila gejala penyakit cukup parah, penderita bisa merasakan kejang, hilangnya kesadaran, kemampuan mendengar, melihat, mencium bau, mengecap rasa, menelan, sampai menggerakkan tubuh.

Gejala TBC otak biasanya muncul selang seminggu sampai sebulan sejak bakteri penyebab TBC menginfeksi tubuh penderita.

Baca juga: Apakah TBC Otak Bisa Menular?

Cara mengobati TBC otak

Penderita yang sudah didiagnosis dengan penyakit TBC otak biasanya akan diopname di rumah sakit selama beberapa saat untuk dipantau kondisi kesehatannya.

Setelah itu, penderita bakal menjalani pengobatan rawat jalan dengan konsultasi berkala ke dokter di Puskesmas, klinik, atau rumah sakit.

Lama pengobatan TBC otak biasanya minimal 12 bulan atau satu tahun. Selama dua bulan pertama, penderita akan diberi obat anti-tuberkulosis seperti rifampisin, isoniazid, pirazinamid, etambutol, dan streptomisin.

Setelah itu, obat TBC rifampisin dan isoniasid akan diberikan selama 10 bulan berikutnya. Pemberian obat kombinasi tersebut bertujuan untuk mencegah resistensi obat.

Selain obat TBC, penderita juga jamak diberikan obat untuk mengurangi gejala penyakit selama beberapa minggu di awal pengobatan.

Pastikan penderita rutin berkonsultasi ke dokter. Tujuannya, untuk melihat kemajuan pengobatan TBC, respons tubuh, efek samping obat.

Setelah menjalani pengobatan tersebut sampai tuntas, penderita tidak perlu khawatir lagi penyakit TBC otak tidak bisa sembuh.

Baca juga: 4 Cara Mencegah TBC, Perlu Jaga Kebersihan dan Vaksin

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Berikan Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE

Terkini Lainnya
Hari Anak Nasional 2025: Pakar Ingatkan Risiko Jika Anak Tak Lagi Divaksin
Hari Anak Nasional 2025: Pakar Ingatkan Risiko Jika Anak Tak Lagi Divaksin
Health
Psikolog: Musik Bisa Rangsang Perkembangan Otak Anak, Tapi Waspadai Kontennya
Psikolog: Musik Bisa Rangsang Perkembangan Otak Anak, Tapi Waspadai Kontennya
Health
Ozzy Osbourne Meninggal Dunia, Perjuangan Panjang Lawan Parkinson hingga Emfisema
Ozzy Osbourne Meninggal Dunia, Perjuangan Panjang Lawan Parkinson hingga Emfisema
Health
Ozzy Osbourne Meninggal Dunia, Setelah Bertahun-tahun Berjuang Lawan Parkinson
Ozzy Osbourne Meninggal Dunia, Setelah Bertahun-tahun Berjuang Lawan Parkinson
Health
Kemenkes Perkuat Strategi Nasional Eliminasi Hepatitis Jelang 2030
Kemenkes Perkuat Strategi Nasional Eliminasi Hepatitis Jelang 2030
Health
Kemenkes Perluas Vaksinasi Hepatitis B bagi Nakes, Lebih dari 11.000 Teridentifikasi Reaktif
Kemenkes Perluas Vaksinasi Hepatitis B bagi Nakes, Lebih dari 11.000 Teridentifikasi Reaktif
Health
Kemenkes Siapkan Reformasi Pendidikan Dokter, Target 70.000 Dokter Spesialis
Kemenkes Siapkan Reformasi Pendidikan Dokter, Target 70.000 Dokter Spesialis
Health
Vidi Aldiano Jalani Pengobatan Kanker Ginjal di Penang, Ini Penjelasan Medisnya
Vidi Aldiano Jalani Pengobatan Kanker Ginjal di Penang, Ini Penjelasan Medisnya
Health
BPOM Pastikan Produk Blackmores yang Diduga Picu Keracunan di Australia Tak Terdaftar di Indonesia
BPOM Pastikan Produk Blackmores yang Diduga Picu Keracunan di Australia Tak Terdaftar di Indonesia
Health
Diduga Picu Keracunan karena Kandungan Vitamin B6 Berlebih, Produk Blackmores Digugat di Australia
Diduga Picu Keracunan karena Kandungan Vitamin B6 Berlebih, Produk Blackmores Digugat di Australia
Health
Kurangnya Kedekatan Orang Tua Bisa Picu Anak Terjerumus Kriminalitas, Ini Kata Psikolog
Kurangnya Kedekatan Orang Tua Bisa Picu Anak Terjerumus Kriminalitas, Ini Kata Psikolog
Health
Masih Muda Sudah Kena Serangan Jantung? Ini Penjelasan Dokter...
Masih Muda Sudah Kena Serangan Jantung? Ini Penjelasan Dokter...
Health
Beda Henti Jantung dan Serangan Jantung, Ini Penjelasan Dokter...
Beda Henti Jantung dan Serangan Jantung, Ini Penjelasan Dokter...
Health
Gaya Hidup Serba Cepat dan Stres, Kombinasi Mematikan bagi Jantung
Gaya Hidup Serba Cepat dan Stres, Kombinasi Mematikan bagi Jantung
Health
Fenomena Impostor Syndrome di Kalangan Pekerja Muda, Apa Dampaknya bagi Kesehatan Mental?
Fenomena Impostor Syndrome di Kalangan Pekerja Muda, Apa Dampaknya bagi Kesehatan Mental?
Health
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
GIIAS 2025: Daihatsu Perkenalkan Rocky e-smart Hybrid
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau