Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Tumbuh bersama kekuatan mimpi perempuan Indonesia

Garin Nugroho, Obsesi dan Perjalanan Menuju Planet Sebuah Lament

Baca di App
Lihat Foto
KOMPAS.com/DIENDRA THIFAL RAHMAH
Pementasan Planet-Sebuah Lament karya Sutradara Garin Nugroho di teater Taman Ismail Marzuki, Cikini,Jakarta Kamis(16/1/2020). Pertunjukan ini berkisah tentang sebuah lament atau ratapan dalam nyanyian mencari sebuah planet, di mana peradaban dituntut mencari pangan dan energi baru.
|
Editor: Tri Susanto Setiawan

JAKARTA, KOMPAS.com - Seniman Garin Nugroho mengaku sudah tujuh tahun terobsesi dengan lagu ratapan atau lament.

Obsesi itulah yang menggerakan Garin untuk melahirkan sebuah pertunjukan bertajuk Planet: Sebuah Lament.

Baca juga: Bicara Peluang Kucumbu Tubuh Indahku di Oscar, Garin Nugroho Merasa Dilema

Pementasan yang mengangkat keindahan budaya Indonesia Timur atau Milanesia ini digelar di Teater Jakarta, Taman Ismail Marzuki pada 17-18 Januari 2020.

"Karya ini sebetulnya saya sudah obsesi dengan lagu lament sejak 7 tahun lalu dan tidak ketemu jalan terus," kata Garin usai pementasan pada Kamis (16/1/2020).

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Karena sesungguhnya lament ini menjadi ratapan sejarah purba dunia, baik ratapan hilangnya kota-kota dan rusaknya peradaban larena perang atau bencana alam," lanjutnya.

Baca juga: Planet-Sebuah Lament, Karya Garin Nugroho yang Siap Pentas Awal 2020

Kemudian, sutradara film Kucumbu Tubuh Indahku itu memadukan perjalanan panjangnya menyusuri kota-kota di bagian Timur Indonesia.

Ia merangkumnya menjadi sebuah cerita sederhana tentang kondisi peradaban manusia saat ini.

"Lalu saya melakukan perjalanan panjang sejak 1985 di NTT khususnya Flores. Saya juga banyak sekali jalan di Papua, orang Papua bahasa tubuhnya luar biasa sekali. Dan saya mengalami semua hal, tsunami Aceh, gempa di Yogyakarta, mulailah menemukan sebuah cerita sedehana," tutur Garin.

Baca juga: 38 Tahun Berkarya, Garin Nugroho Akhirnya Genggam Piala FFI 2019

"Idenya adalah membuat cerita sederhana, tapi membawa perasaan dan simbol tentang kehidupan," tambahhnya.

Pertunjukan ini mengisahkan ratapan alam karena keserakahan manusia yang menghancurkan alam.

Kisah dimulai setelah tsunami, hilangnya peradaban yang menyisakan seorang manusia yang mencari harapan dengan menjaga sebutir telur.

Baca juga: Luapan Kekecewaan Garin Nugroho Pemutaran Kucumbu Tubuh Indahku Kembali Dihentikan Paksa

Telur itu menjadi simbol pangan dan energi dari sebuah kehidupan yang baru.

Tokoh laki-laki itu diperankan oleh Otniel Tasman, dia harus berusaha menjaga telur dari para monster hingga menetas.

Monster menjadi simbol sampah dan benda-benda mati tidak terurai yang mengancam kehidupan.

Aransemen musik digarap oleh 3 komposer muda, yaitu Septina Layan, Taufik Adam, dan Nursalim Yadi Anugerah.

Garin Nugroho juga mengombinasikan elemen pergerakan tubuh dari tradisi Nusa Tenggara Timur, hingga Papua dengan gerak tablo dan tubuh kontemporer.

Para penari yang juga terlibat dalam karya ini antara lain Serraimere Boogie, Heinbertho Koirewoa, Pricillia Elisabeth Monica dan Paul Amandus Dwaa dari Papua, Rianto (Solo), dan juga Galabby (Jakarta), dengan koreografer Otniel Tasman dan Serraimere Boogie.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi