Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bergabung sejak: 10 Agu 2018

Doktor Ilmu Politik dari School of Political Science & International Studies, University of Queensland, Australia. Saat ini, Dosen dan sekaligus Managing Director Paramadina Public Policy Institute (PPPI) Universitas Paramadina, Jakarta. Pemerhati Budaya.

Tumbuh bersama kekuatan mimpi perempuan Indonesia

Kreativitas Didi Kempot dan Pelajaran Filsafat Eksistensi

Baca di App
Lihat Foto
KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG
Penyanyi campursari, Didi Kempot saat cek sound sebelum acara program Rosi di Kompas TV di Menara Kompas, Jakarta, Kamis (1/8/2019).
Editor: Palupi Annisa Auliani

DIDI Kempot adalah inspirasi. Kepergiannya pada Selasa (5/5/2020) pagi telah membuat Sobat Ambyar Nusantara bersedih hati. Di balik kesederhanaannya, ada inspirasi besar yang patut kita cermati dan teladani.

Didi Kempot merupakan maestro ulung yang mampu mengawinkan seni musik tradisional dengan dunia seni kontemporer secara apik, hingga lagu-lagunya tetap bisa dinikmati oleh segmen milenial saat ini.

Namun, bukan hanya itu keistimewaan Lord Didi. Dia mampu menginspirasi setiap individu untuk bangga pada jati diri kita sendiri.

Baca juga: Didi Kempot dalam Kenangan...

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sebagai seniman dan musisi, ia tidak ingin ikut-ikuta latah menjadi pribadi dengan identitas dan karakter berbeda yang gemar mencitrakan diri seolah lebih modern atau ke-Barat-baratan. Dia tetap menikmati identitasnya sebagai “seniman kampung” yang seolah menempel di awal-awal kehadirannya.

Namun, belakangan, masyarakat urban dan milenial yang penat dengan pernak-pernik modernisasi, justru lebih menghargai lokalitas dan karakternya yang genuine sebagai orang Jawa dan ndeso sebagaimana yang ia tampilkan selama ini.

Hampir semua lirik lagunya berbahasa Jawa. Tetapi, musik memang memiliki bahasa hati yang mampu menghipnotis alam bawah sadar manusia, termasuk mereka yang tidak memahami makna lagu itu sekalipun.

Karena itu, meskipun sudah mampu masuk dapur rekaman di level nasional, ia tetap mempertahankan lagu berbahasa Jawa sebagai penegas jati diri. Bukan untuk mengeksploitasi identitas primordial, tetapi untuk mengoptimalkan kemampuan dan keterbatasan yang ia miliki.

Dengan kerja fokusnya, Didi Kempot membuktikan bahwa keterbatasan diri yang terus diasah dan diperjuangkan berubah menjadi mutiara bernilai tinggi.

Tak terbayangkan bagaimana pengamen trotoar jalanan bisa bertransformasi menjadi musisi besar yang karya-karyanya dihargai, tidak hanya dari segmen masyarakat Jawa, tetapi juga mereka yang ada di Suriname, Amerika Latin, Belanda, dan lapisan masyarakat diaspora Indonesia di berbagai negara.

Lirik lagunya yang genuine, cenderung mengeksploitasi hati dan ekspresi psikologis yang manusiawi, membuat lagu-lagu Lord Didi mudah diterima telinga dan perasaan lintas generasi. Karya-karya Didi Kempot terbukti memiliki level dan kualitas yang sulit tertandingi.

Selain itu, the Godfather of Broken-Heart ini sangat mencintai lagunya sendiri. Dalam berbagai kesempatan, ia selalu mengajarkan, “Lebih baik kita tunjukkan karya sendiri meskipun itu jelek, daripada berbangga hati menunjukkan karya orang lain.”

Baca juga: Sobat Ambyar dan Sihir Didi Kempot

Ucapan Lord Didi ini seolah menyentil alam bawah sadar kita yang gemar menyibukkan diri untuk sekadar “forward”, “share”, dan mengomentari sinis karya orang lain, di tengah kenihilan karya pribadi.

Didi Kempot bukan kategori seniman yang “hit and run”, yang cepat muncul lalu menghilang begitu saja karena krisis kreativitas dan inovasi. Lord Didi selalu hadir dengan karya-karya baru, baik diterima publik maupun tidak.

Ia istiqomah dan konsisten untuk berkreasi. Seolah ia ingin menepuk dada di hadapan filsuf klasik Rene Descartes sembari berujar, “Aku berkarya maka aku ada.”

Lebih dari 700 lagu telah ia ciptakan sejak menjadi pengamen hingga malang melintang sebagai seniman berkelas internasonal yang dinanti para Sobat Ambyar dan pasukan Patah Hati.

Hingga di penghujung hidupnya, Didi Kempot seolah ingin mengajarkan tentang filsafat eksistensi kepada kita semua anak negeri. Ia mengajarkan kepada kita semua bahwa kreativitas dan inovasi merupakan kunci.

Di saat yang sama, kegigihan yang diikuti oleh keyakinan untuk berjuang akan berbuah manis pada saatnya nanti.

Saat buah manis itu mulai terasa, Didi Kempot tidak melupakan akarnya. Ia lahir dan besar dari keluarga yang tidak berada. Telah lama ia bersahabat dengan kemiskinan dalam kehidupannya.

Karena itu saat pandemi Covid-19 menyerang, ia galang solidaritas bantuan untuk membantu negara dan masyarakat yang terdampak krisis ini.

Baca juga: Rosiana Silalahi: Mas Didi Kempot Bahagia Konser Amalnya Capai Rp 7,6 M

Didi Kempot juga sangat dekat dengan para kiai. Di tengah ketenaran dan popularitas, seolah ia tak ingin kehilangan jati diri.

Di tengah kesan dunia hiburan yang glamour, ia menyempatkan diri ikut mengaji bersama para Kiai Nahdlatul Ulama (NU), untuk menyeimbangkan urusan duniawi dan ukhrawi.

Kini sang maestro telah pergi. Karya-karyanya akan terus dikenang dan kita nikmati. Didi Kempot mengajarkan kepada kita semua, bahwa kemapanan tanpa karya maka hidup manusia akan dilupakan sejarah dan ditelan bumi.

Melalui karya-karya besar yang lahir dari berbagai keterbatasan, Didi Kempot telah meninggalkan legacy untuk perkembangan budaya dan tradisi bangsa ini.

Semoga husnul khotimah dan karya-karyanya yang terus dinikmati masyarakat negeri, menjadi amal jariyah yang akan menemani menuju perjalanan abadi.

Selamat jalan Mas Didi!

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag
Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi