JAKARTA, KOMPAS.com - Band rock Linkin Park melayangkan somasi terhadap Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump setelah tim kampanyenya menggunakan musik Linkin Park tanpa izin.
Dalam video kampanye yang diunggah di Twitter pada Sabtu (18/7/2020) lalu, tim Donald Trump menggunakan lagu hit Linkin Park bertajuk "In the End".
Dikutip dari rolling stone, video itu diunggah oleh Direktur Media Sosial Gedung Putih, Dan Scavino dan di-retweet oleh Donald Trump.
Kini, akun Dan Scavino telah dinonaktifkan setelah adanya laporan dari pemilik hak cipta.
Baca juga: Lagunya Dipakai Kampanye Trump, Rolling Stones Ancam dengan Tuntutan Hukum
Seperti dilaporkan Variety, Machine Shop Entertainment, perusahaan manajemen Linkin Park telah mengajukan pemberitahuan penghapusan ke Digital Millennium Copyright Act.
Linkin Park menegaskan, mereka bukanlah pendukung Donal Trump dan video itu telah digunakan tanpa izin.
"Linkin Park tidak mendukung Trump, atau memberi wewenang kepada organisasinya untuk menggunakan musik kami," tulis Linkin Park melalui akun Twitter mereka, Sabtu malam.
Dua personel Linkin Park, Mike Shinoda dan Joe Hahn juga mengungkapkan persetujuan mereka tentang hal tersebut.
Diketahui video "In the End" versi Donald Trump dibawakan oleh Tommee Profitt berkolaborasi dengan Fleurie dan Jung Youth.
Baca juga: Linkin Park Layangkan Somasi ke Donald Trump
Sebelum Linkin Park, band legendaris The Rolling Stones juga pernah mengancam akan menuntut Donald Trump atas penggunaan lagu mereka dalam kampanye pilpres.
Presiden AS itu memainkan lagu-lagu klasik Rolling Stones era 1969 dalam kampanye yang dia lakukan.
The Rolling Stones dalam pernyataan yang dirilis pada Minggu (28/6/2020) mengatakan, kuasa hukum mereka sedang bekerja dengan organisasi BMI terkait hak musik agar Trump menghentikan pemutaran lagu-lagu mereka dalam kampanyenya.
Pihak BMI telah memberitahu tim kampanye Trump atas nama grup musik kawakan itu bahwa penggunaan lagu-lagu mereka secara tidak sah akan melanggar perjanjian lisensi.
Apabila Trump mengabaikan dan tetap memutar lagu-lagu The Rolling Stones, dia akan menghadapi tuntutan hukum karena telah melanggar embargo dan memainkan musik yang belum dilisensikan.
Baca juga: The Rolling Stones Rilis Single Criss Cross dan Umumkan Album Goats Head Soup
Sebelumnya, band yang terdiri dari Vokalis Mick Jagger, Gitaris Keith Richards dan Ronnie Wood, dan Drummer Charlie Watts juga telah mengeluhkan penggunaan musik mereka dalam kampanye Trump pada 2016.
Para musisi dan perwakilan lainnya juga telah mengeluhkan tentang musik mereka yang diasosiasikan dengan acara Trump.
Tak sampai di situ, keluarga almarhum penyanyi kebangsaan AS, Tom Petty juga meminta agar Trump berhenti memutar lagu musisi yang tenar di era 80-an itu setelah lagu yang berjudul "I won't back down" diputar pada kampanyenya di Tulsa.
"Trump sama sekali tidak diizinkan untuk menggunakan lagu ini dalam lanjutan kampanyenya yang telah mengabaikan terlalu banyak orang Amerika dan akal sehat," ungkap pernyataan itu.
Baca juga: Lady Gaga Ikut Suarakan Gerakan Antirasisme hingga Kritik Donald Trump
"Baik almarhum Tom Petty dan keluarganya dengan tegas menentang rasisme dan diskriminasi dalam bentuk apa pun. Tom Petty tidak akan pernah ingin lagu miliknya digunakan dalam kampanye kebencian. Dia sosok yang menyatukan banyak orang," tambah pernyataan tersebut.
Kemudian ada pula penyanyi rock and roll kelahiran Kanada, Neil Young yang pernah menegur Trump pada 2018 setelah mendengar salah satu lagunya diputar dalam kampanye Trump.
Presiden AS itu tetap menggunakan singel tahun 1990 milik Neil Young berjudul "Rocking in the Free World", dalam kampanye meski pun sebelumnya sudah diperingatkan.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.