Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Tumbuh bersama kekuatan mimpi perempuan Indonesia

Klarifikasi RCTI soal UU Penyiaran, Bisa Melindungi Kreator Konten hingga Bantah Tudingan Kalah Saing

Baca di App
Lihat Foto
Bidik layar YouTube Deddy Corbuzier
Deddy Corbuzier dan pihak RCTI.
|
Editor: Tri Susanto Setiawan

JAKARTA, KOMPAS.com - RCTI akhirnya buka suara terkait topik hangat soal pengajuan permohonan uji materi (judicial review) Undang Undang Penyiaran ke Mahkamah Konstitusi.

Permohonan uji materi ini menjadi sorotan lantaran diduga bisa menjerat kebebasan dan kreativitas para kreator konten di platform digital.

1. Fokus utama ke korporasi, bukan individu

Dalam podcast Deddy Corbuzier, pihak RCTI yang diwakili oleh Dini Putri dan Chris Taufik menegaskan fokus utama mereka adalah kepada perusahaan Over The Top (OTT) dan bukan untuk individu.

Baca juga: Bintang Emon Jadi Sorotan, Sindir RCTI soal Live Streaming

"Jadi gini, permohonan kita itu kalau dibaca benar-benar, kan itu bisa dibaca umum, yang kita omongin OTT," kata Chris Taufik selaku Direktur Legal MNC Media.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Deddy Corbuzier lalu mencecar kedua petinggi MNC Media itu dengan pertanyaan, apakah benar aturan tersebut nantinya akan menyulitkan para konten kreator di dalam korporasi OTT membuat konten.

"Kalau Anda ngomongin OTT artinya si konten kreator juga bermasalah dong, kalau kita live, kita harus izin dulu dong?" tanya Deddy seperti dikutip Kompas.com, Senin (31/8/2020).

Baca juga: RCTI Beri Klarifikasi soal UU Penyiaran yang Bisa Menjerat Konten Kreator

Chris Taufik ingin agar perusahaan platform digital yang berbasis internet juga mendapat pengawasan dari Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) terkait persebaran kontennya.

2. Melindungi kreator konten

Pihak RCTI menganggap bahwa permohonan uji materi UU Penyiaran mereka justru akan melindungi kreator konten.

Dengan adanya permohonan uji materi itu, RCTI menjelaskan, nantinya jika ada permasalahan di platform digital maka pemerintah akan memberikan teguran langsung kepada perusahaannya, bukan langsung ke individu.

"Jadi artinya ini sebenarnya mengamankan kreator konten?" tanya Deddy Corbuzier.

Baca juga: RCTI Anggap UU Penyiaran Justru Akan Melindungi Para Kreator Konten

"Secara enggak langsung iya," jawab Dini Putri selaku Director of Programming and Production RCTI.

Pihak RCTI tidak berharap agar pemerintah membentuk lembaga baru untuk mengawasi konten-konten yang beredar dari perusahaan OTT.

Mereka hanya meminta agar perusahaan OTT ini diatur dan diawasi oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) layaknya perusahaan-perusahaan televisi pada umumnya.

"Malah kalau mau dicermati di komponen kita, di situ tertulis jelas, ini bukan pembentukan lembaga baru. Kita enggak pengin OTT ini dilembagakan karena enggak bisa, apanya yang dilembagakan?" timpal Chris Taufik.

3. Bantah kalah saing dari digital

Pada kesempatan yang sama pihak RCTI membantah tudingan mereka kalah saing dari digital sehingga akhirnya melayangkan permohonan uji materi UU Penyiaran ke MK.

"Kenapa Anda/TV mau melakukan ini? Apakah Anda takut bersaing kah? Jangan-jangan Anda takut bersaing dengan mereka? Atau mungkin RCTI dalam tanda kutip lagi membuat layanan streaming supaya memonopoli dunia digital?" tanya Deddy Corbuzier.

Baca juga: Dituding Kalah Saing dengan Platform Digital, RCTI: Salah Kalau Begitu

Dini Putri menjelaskan anggapan itu salah karena pada kenyataannya hampir semua stasiun televisi di era modern pasti memiliki platform digitalnya sendiri.

"Jadi gini, kalau kita ngomongin TV, orang seolah-olah ngomonginnya TV soal rating saja, ratingnya kalah sama digital dan lain lain. Salah kalau begitu," kata Dini.

"Justru buat kita digital itu complement dari Free to Air (FTA). Kalau dibilang kalah saing, itu enggak ada," sambungnya.

Dilihat dari perspektif lain, misalnya periklanan, Dini Putri berujar bahwa pasar iklan televisi dan digital pasti berbeda.

Baca juga: Gugat UU Penyiaran, RCTI dan iNews TV Tegaskan Tak Berniat Persulit Kreator Konten

Persaingan iklan itu berjalan dengan sehat sehingga tidak mematikan satu sama lain.

"Dari sisi iklan, digital punya market-nya masing-masing. Kalau Deddy dapat duit banyak dari sini (digital) ya memang duitnya digital, bukan duit dari TV," pungkasnya.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi