Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Akademisi dan konsultan komunikasi
Bergabung sejak: 6 Mei 2020

Doktor komunikasi politik & Direktur Lembaga Kajian Politik Nusakom Pratama.

Tumbuh bersama kekuatan mimpi perempuan Indonesia

Saipul Jamil, KPI, dan Industri Televisi Indonesia

Baca di App
Lihat Foto
Instagram Irma Darmawangsa
Penyanyi Saipul Jamil.
Editor: Heru Margianto

Bukan pulang dari laga pengharum negeri
Bukan pula kembali membawa medali

Disambut dengan pekik bangga
Dielu-elukan tanpa tahu cela

Di saat kita butuh prestasi
Untuk imun pengobat pandemi

Ketika korban masih ditakuti trauma
Layar kaca menampilkan dengan buta

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Televisi berebut siaran penampil durjana
Di mana regulator berada dan sudahkah berguna?

Sudah waraskan akal kita?
Mari matikan televisi selamanya

PUISI yang bertajuk Matinya Akal Waras ini saya buat spontan ketika saya terperangah melihat berbagai stasiun televisi berlomba menampilkan Saipul Jamil, penyanyi dangdut yang baru saja menyelesaikan hukuman pidananya terkait kasus pencabulan anak atau pedofilia dan penyuapan panitera Pengadilan Negeri Jakarta Utara.

Hari pembebasan Saipul Jamil dari Lembaga Pemasyarakatan Cipinang, Jakarta, pada 2 September 2021 bak penyambutan pahlawan olahraga yang baru pulang dari laga internasional dengan membawa medali.

Kalungan bunga disematkan ke Saipul Jamil. Ia diarak dengan mobil terbuka. Para pengagumnya seperti buta dan tidak melihat masa lalunya yang kelam.

Korban kejahatan seksualnya yang masih diliputi trauma dianggap seolah tayangan sinetron yang terlupakan.

Baca juga: Glorifikasi terhadap Saipul Jamil Tunjukkan Lemahnya Sistem Pemulihan Korban Kekerasan Seksual

Walaupun secara hukum Saipul Jamil telah bebas karena menyelesaikan masa hukuman 8 tahun dipotong remisi 30 bulan, sebaiknya semua kalangan bisa proporsional menempatkan mantan narapidana – terlebih kasus kelainan seksual - sesuai kadar kewajaran dan norma kehidupan yang berlaku.

Ataukah memang di masyarakat kita sekarang ini – terutama para pengelola televisi – mengalami disorientasi moral dan nilai-nilai keluhuran budaya? Hal-hal tercela dianggap biasa. Hal-hal jelek dinilai baik.

Masyarakat Jawa hingga saat ini begitu malu jika disebut ”wong Jowo ilang Jawane”. Orang Jawa yang kehilangan jati dirinya. Kehilangan adab tata kramanya, tidak mengerti bahkan membuang ajaran atau kaweruh leluhurnya.

Budaya adalah jatidiri. Jatidiri adalah identitas. Kehilangan identitas akan melahirkan krisis kemanusian.

Stasiun televisi begitu ceroboh

Demi mengejar rating dan menjaring iklan, stasiun televisi secara sadar memanfaatkan “kebodohan” pemirsanya dengan menampilkan Saipul Jamil secara vulgar. Stasiun televisi kekurangan akal dengan saling berlomba menyajikan tayangan yang begitu menihilkan kesuritauladanan.

Siaran televisi merupakan salah satu media yang sangat ampuh dalam mendistribusikan informasi kepada khalayak secara serempak. Siaran televisi juga mempunyai daya jangkau yang luas dan mampu meniadakan batas wilayah geografis, sistem sosial, politik dan budaya dari pemirsanya.

Siaran televisi memiliki potensi untuk penetrasi dalam mempengaruhi sikap, kreativitas, motivasi, pandangan, gaya hidup, dan orientasi masyarakat. Bahkan, tidak kalah pentingnya, siaran televisi juga memiliki potensi untuk menyampaikan pesan-pesan pendidikan atau pembelajaran.

Mengangkat sosok Saipul Jamil tidak ubahnya memberi panggung dan mengubah tatanan moral. Para mantan terpidana perbuatan tercela mendapat panggung bak seorang bintang.

Baca juga: Permintaan Maaf Saipul Jamil Usai Dihujani Protes dan Kecaman

 

Saya khawatir di tengah longgarnya budaya menonton, penonton anak dan remaja bisa mendapat disinformasi soal contoh buruk dalam kehidupan lalu dipersepsikan menjadi tokoh panutan.

Stasiun televisi kita tidak ubahnya semacam bengkel ketok magic yang mengubah “predator” menjadi “super hero”. Ini yang tidak pernah dipikirkan oleh para pengelola stasiun televisi.

Eksposur Saipul Jamil yang begitu berlebihan menunjukkan bahwa program-program hiburan di televisi masih menjadi konten dominan. Fungsi hiburan di media televisi lebih menonjol dibandingkan fungsi informasi dan pendidikan.

Masalahnya, fungsi hiburan tidak dijalankan secara bertanggung jawab untuk kepentingan masyarakat. Masalah etika masih tetap jadi problem utama.

Pertimbangan ekonomis masih menjadi prioritas ketimbang perlindungan terhadap khalayak khusus seperti anak-anak dan remaja.

Siaran Saipul Jamil jelas memperlihatkan dengan telanjang kalau pengelola stasiun televisi tidak memahami hakikat Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran.

Siaran televisi yang ditujukan untuk memperkokoh intergrasi nasional, membina watak dan jati diri bangsa, mencerdaskan kehidupan bangsa dan memajukan kesejahteraan umum hanyalah omong kosong belaka.

KPI telat merespons

Di saat Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) telat merespons kasus Saipul Jamil, untunglah beberapa pekerja seni sudah terlebih dahulu bersuara keras.

Angga Sasongko mendukung gerakan melawan perayaan pelaku kejahatan seksual dan menghentikan distribusi film Nussa dan Keluarga Cemara ke stasiun televisi.

Baca juga: Saipul Jamil Muncul di TV, Angga Sasongko Pilih Hentikan Distribusi Film Nussa dan Keluarga Cemara dari TV

 

Angga pantas berang. Di saat pemirsa butuh tayangan yang mengajarkan kesantunan, televisi malah mementingkan acara yang jelas-jelas tidak mendidik.

Deddy Corbuzier, Ernest Prakasa, dan Kemal Palevi juga menyayangkan pula langkah stasiun televisi memberi panggung berlebihan untuk sosok yang merusak masa depan pemirsa anak dan remaja (Kompas.com, 06/09/2021).

Perlawanan terhadap stasiun televisi dan belum munculnya sikap tegas KPI, mendorong akun Let’s Talk And Enjoy menginisiasi petisi boikot Saipul Jamil dari televisi dan Youtube di laman Change.org sejak Jumat, 3 September 2021.

Petisi itu berpijak dari kasus Saipul Jamil yang melakukan pencabulan di bawah umur dan rasuah di pengadilan. Hingga 7 September 2021, sudah lebih dari 454 ribu tanda tangan dibubuhkan.

Andai nantinya terkumpul 500 ribu tanda tangan, petisi ini akan menjadi salah satu petisi yang paling banyak ditanda tangani di Change.org.

Usai badai kecaman datang dari berbagai kalangan, seperti biasa, KPI baru merespons. KPI telah mengirimkan surat kepada 18 lembaga penyiaran terkait siaran pembebasan Saipul Jamil dari penjara.

KPI juga meminta agar seluruh lembaga penyiaran tidak melakukan amplifikasi dan glorifikasi serta membuat perayaan atas pembebasan Saipul Jamil.

Pernyataan resmi KPI ini baru “nongol” di laman KPI tanggal 6 September 2021, sementara pembebasan Saipul Jamil yang menghebohkan dan dielu-elukan televisi terjadi di tanggal 2 September 2021.

Baca juga: KPI Minta Lembaga Penyiaran Tidak Glorifikasi Kebebasan Saipul Jamil

Tidak kurang Mantan Komisioner KPI seperti Ezki Tri Rejeki Widianti dan Fajar Arifianto Isnugroho bersuara lantang soal kelambanan KPI di berbagai forum.

Harus diakui, KPI di era sekarang ini begitu lamban bereaksi ketika fasilitas dan sistem penggajian serta tunjangan untuk para komisioner KPI semakin membaik.

Berbeda dengan KPI periode-periode awal yang begitu “galak” dengan stasiun televisi swasta walau fasilitas masih seadanya dan “mendompleng” di kantor Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN) di Kawasan Glodok, Jakarta dengan penggajian serta tunjangan yang minim.

Sayangnya, sosok seperti mendiang Victor Menayang dan Profesor sasa Djuarsa Senjaya yang pernah memimpin KPI telah tiada. Figur-figur seperti Dadang Rahmat Hidayat dan Profesor Judhariksawan telah berganti kepengurusan.

Bisa dipahami jiika KPI lamban dan terseok-seok karena di institusi KPI sendiri tengah terbelit kasus pelecehan seksual dan perundungan salah satu karyawannya yang diduga dilakukan beberapa karyawan KPI sendiri dan menyita perhatian publik.

Baca juga: Saat Bullying di KPI Disebut Hal Biasa dan Pelecehan Seksual Dimungkiri karena Tak Ada Bukti

 

KPI dan amanat undang-undang

Saya jadi teringat ucapan salah satu komisioner KPI di penghujung Agustus 2018. Menurutnya, KPI selalu disalahkan karena tidak menyensor program stasiun televisi yang dinilai tidak mendidik.

KPI memang tidak berwenang untuk menyensor tetapi menegur jika ada segmen atau konten yang tidak sesuai dengan aturan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran atau P3SPS.

P3SPS menjadi acuan bagi KPI dalam menjalankan pengawasan terhadap setiap program penyiaran selama 24 jam setiap hari.

Dalam pengawasannya, KPI melakukan verifikasi tayang dan monitoring program stasiun televisi dan radio berjejaring selama 24 jam. Jadi, kalau ada yang melanggar sesuai aturan P3SPS maka KPI berhak memberikan teguran

Mungkin para komisioner sangat sibuk bekerja di kantornya selama 24 jam sehingga abai melihat perayaan pembebasan Saipul Jamil. Teguran KPI berjarak hampir 4 x 24 jam dari acara yang diprotes masyarakat.

Sebagian kalangan mengatakan, sebaiknya KPI dibubarkan saja. Saya berpendapat, KPI tetap diperlukan asal benar-benar menjalankan tugas dan fungsinya seperti yang diamanatkan Undang-undang Penyiaran Nomor 32 Tahun 2002.

Semangatnya, pengelolaan sistem penyiaran yang merupakan ranah publik harus dikelola oleh sebuah badan independen yang bebas dari campur tangan pemodal maupun kepentingan kekuasaan.

Sekali lagi, penyiaran merupakan ranah publik dan digunakan sebesar-besarnya untuk kepentingan publik.

Saat tontonan tak lagi jadi tuntunan, saat badan pengawas tak mampu membedakan mana tontonan dan tuntunan, itulah saatnya kita mematikan televisi kita. Selamanya.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag
Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi