JAKARTA, KOMPAS.com - Film Escape from Mogadishu telah rilis sejak Juli lalu.
Berlatar akhir 1980-an, Escape from Mogadishu menelisik upaya dua negara, Korea Utara dan Korea Selatan, untuk bergabung ke Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Di tengah-tengah perseteruan kedua negara, konflik pecah di kawasan itu dan menjerumuskan kedua kubu ke dalam situasi kekacauan dengan cepat.
Seruan upaya bersatu untuk melarikan diri dari negara yang porak-poranda itu pun muncul.
Berikut tiga alasan untuk nonton film yang dibintangi Jo In Sung, Koo Kyo Hwan, Kim Yoon Seon, dan Kim So Jin tersebut.
Baca juga: Sinopsis Escape from Mogadishu, Kisah Nyata Perang Saudara Somalia
1. Dari kejadian nyata
Latar belakang film ini adalah Perang Saudara Somalia, peristiwa nyata dalam sejarah yang berakar pada perlawanan sipil terhadap pemerintahan junta militer yang dipimpin oleh Siad Barre di tahun 80-an.
Di balik gambaran sekelompok militan yang suka memicu kemarahan, terdapat sepotong sejarah berdarah yang menggarisbawahi gejolak yang dialami rakyat.
2. Menggambarkan konflik internal Korea
Meski Korea Utara dan Korea Selatan secara teknis masih berperang, geopolitik konfrontatif berlangsung dengan nada yang lebih tenang.
Situasi itu juga berlangsung saat mereka mendesak untuk mendapatkan dukungan politik di negeri yang jauh dari mereka sendiri.
Permainan kekuasaan antara kedua kubu dimulai dan diakhiri dengan sabotase kecil tanpa korban besar.
Meskipun demikian, pemirsa masih dapat mengumpulkan permusuhan dan kecurigaan mendalam yang dimiliki masing-masing pihak.
3. Kisah dan momen kemanusiaan
Kesulitan datang dalam bentuk kerusuhan sipil dan mereka menempatkan segala upaya untuk melarikan diri dari Somalia.
Kedua belah pihak dipaksa mengumpulkan sumber daya yang tersedia dalam upaya bersatu untuk melarikan diri.
Perspektif yang mendorong keputusan ini menghadirkan dikotomi yang menarik.
Duta besar Korea Selatan Han Sin Seong (Kim Yun Seok) menyerah karena pertimbangan kemanusiaan.
Rekannya dari Utara, Rim Yong Su (Heo Joon Ho) menyerah karena khawatir dengan jumlah anak-anak yang tidak berdaya dalam perawatannya.
Dengan kesempatan untuk melarikan diri menyempit dengan cepat dan pilihan yang semakin terbatas setiap jam, kedua kubu menyusun rencana yang berani untuk melarikan diri dengan konvoi mobil.
Mobil itu hampir anti peluru yang dibentengi buku yang terikat.
Dengan sangat cerdik, tim juga membuat karung pasir mini dari kain cadangan dan pasir untuk menambah pelindung pertahanan kendaraan mereka.
Bukan teman, tapi juga bukan musuh, adegan perpisahan Korea Utara dan Selatan menjadi bukti persahabatan yang telah diunggulkan melalui situasi hidup dan mati.
Dengan jabat tangan di mana-mana, rasa tidak hormat yang dimiliki kedua duta besar satu sama lain juga menjadi jelas.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.