Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Tumbuh bersama kekuatan mimpi perempuan Indonesia

Mengenal Penggolongan Usia Penonton Film di Indonesia

Baca di App
Lihat Foto
PIXABAY/ALFRED DERKS
Ilustrasi bioskop.
|
Editor: Kistyarini

JAKARTA, KOMPAS.com - Setiap rumah produksi harus menyerahkan film terbarunya ke Lembaga Sensor Film (LSF) sebelum diedarkan di bioskop.

LSF berperan untuk memastikan bahwa film tersebut layak atau tidak untuk klasifikasi usia yang didaftarkannya.

Jika terdapat adegan yang dirasa berlebihan, maka LSF akan mengubah klasifikasinya satu tingkat di atasnya.

Untuk mengenal lebih jauh soal penggolongan usia penonton film di Indonesia, simak ulasannya berikut ini.

Baca juga: LSF Imbau Masyarakat Terapkan Budaya Sensor Mandiri Saat Nonton Film

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

1. Cara membedakan 13+ dan 17+

Ketua LSF, Rommy Fibri Hardiyanto menjelaskan cara membedakan mana film yang masuk kategori usia 13+ dan 17+.

Singkatnya, LSF akan melihat apakah ada adegan yang intensitasnya berlebihan atau tidak.

"Misalnya ada aksi kejar-kejaran atau perkelahian, kalau perkelahian itu intensinya masih batas normal biasa aja bisa 13. Tapi kalau sudah intensif, berdarah-darah di situ, itu tentu akan naik klasifikasinya," tuturnya.

LSF juga memikirkan konteks dari setiap adegan di dalam film itu sendiri.

Baca juga: Begini Cara LSF Membedakan Film Kategori 13+ dan 17+

2. Ciuman

Rommy Fibri Hardiyanto juga menjelaskan pihaknya memiliki dua istilah soal ciuman, yaitu informatif dan eksploitatif.

Ciuman informatif masih bisa dimasukkan ke dalam film yang menyasar pasar usia 13 tahun.

"Ciuman informatif itu begini, ada orang sayang, lalu ciuman, adegan itu memberikan informasi kepada kita bahwa ini menunjukkan rasa sayangnya. Itu ciuman informatif dan itu di 13+ bisa," kata Rommy.

Sementara ciuman eksploitatif adalah ciuman yang sudah memiliki arah dan tujuan lain.

Baca juga: Mengenal Klasifikasi Ciuman Informatif dan Eksploitatif dari Sudut Pandang LSF

3. Budaya sensor mandiri

Rommy Fibri Hardiyanto mengajak masyarakat untuk melakukan budaya sensor mandiri sebelum membeli tiket ke bioskop.

Budaya sensor mandiri adalah memilih dan memilah tontonan yang sesuai dengan klasifikasi usianya.

LSF berharap masyarakat Indonesia menjadi semakin pintar dan jeli memilih tontonannya sendiri.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Tag
Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi