Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Editor Buku Lepas, Ghostwritter
Bergabung sejak: 27 Mei 2022

Editor Buku

Tumbuh bersama kekuatan mimpi perempuan Indonesia

Profesor yang Menghibur

Baca di App
Lihat Foto
ANTARA FOTO/MOHAMMAD AYUDHA
Penampilan grup musik Dream Theater saat tampil pada konser Top Of The World Tour di Halaman Parkir Stadion Manahan, Solo, Jawa Tengah, Rabu (10/8/2022). Dream Theater menggelar konser selama dua jam membawakan lagu dari koleksi album terbaru mereka A View From The Top Of The World. ANTARA FOTO/Nicolous Irawan/SOLOPOS/POOL/yud/foc.
Editor: Sandro Gatra

PROFESOR (guru besar) merupakan jabatan akademis tertinggi seorang pengajar di perguruan tinggi.

Seorang teman yang menjadi dosen di perguruan tinggi swasta di Malang bilang, profesor menjadi tujuannya karena bisa menunjukkan prestasi maupun gengsi, bahkan juga meningkatkan kesejahteraan.

"Tunjangan profesor lumayan lo," katanya sambil menyebut angka.

Bagi saya, angka yang disebutkan lebih dari lumayan. Namun untuk meraih profesor bukanlah soal mudah. Karya menjadi modal utama, tetapi ketekunan administrasi tak kalah penting.

Masih kata teman saya, banyak dosen mumpuni dalam berkarya tetapi malas "ngurus administrasinya" sehingga profesornya terganjal. Pendek kalimat, kalau mau sampai profesor, dibutuhkan keseriusan.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dari sinilah banyak gambaran keliru terhadap sosok profesor. Sampai sekarang profesor acap digambarkan sebagai orang berpenampilan serius.

Lihat saja ilustrasi atau kartun, profesor digambarkan orang berkepala botak dengan kacamata tebal.

Jangan salah, tidak selalu begitu gambaran seorang profesor. Ketika pada Rabu (10/8/2022) pukul 20.00 hingga 22.07 WIB, saya datang ke Stadion Manahan Solo, seketika gambaran profesor "berkepala botak dengan kacamata tebal" sirna.

Di lapangan parkir stadion itu saya menemukan profesor berambut panjang.

Siapa dia? Namanya Mike Mangini. Dia adalah associate profesor dan drumer di Dream Theater, sebuah grup proggresif rock asal Amerika Serikat.

Dream Theater terbentuk pada September 1985 dengan nama Majesty. Grup ini didirikan oleh John Petrucci, John Myung, dan Mike Portnoy, saat mereka belajar di Berklee College of Music di Boston, Massachusetts, Amerika Serikat.

Dream Theater ini pada Rabu malam, menggelar konser tunggal. Personal Dream Theater saat konser ke Solo adalah John Myung, John Petrucci, James LaBrie, Jordan Rudess dan Mike Mangini.

Saya berkesempatan nonton mereka, walau untuk ukuran saya mesti membayar mahal. Tiket festival A seharga Rp 1 juta. Sebagai editor buku, Rp 1 juta sudah sangat mewah.

Tetapi kemahalan itu terbayarkan. Mangini yang menggantikan Portnoy pada Oktober 2010, ternyata tampil memukau.

Pukulan dia punya kecepatan tinggi. Menghentak, bikin jantung kian berdegup. Lelaki yang lahir pada tanggal 18 April 1963, di Massachusetts itu mengajarkan kepada para penonton menabuh drum "secara akademis" dan tentu saja menghibur.

Dream Theater memang bermusik secara akademis. Maklum saja semua berpendidikan musik maupun vokal.

Selain Mangini, sang vokalis James Labrie juga orang sekolahan. Ternyata dia sekolah bernyanyi di Rosemary Patricia Burns.

Lalu, sang gitaris John Petrucci yang lulusan Berklee College of Music (Boston, USA). Belum cukup sampai di situ, dia juga menyelesaikan sertifikasi gitar lanjutan di Berklee.

Kemudian bassist: John Myung merupakan lulusan Berklee College of Music. Juga meraih profesor bass di almamaternya.

Ada pula Jordan Rudest, pemain keyboard. Dia merupakan lulusan Juilliard School di New York. Menulis sejumlah jurnal ilmiah dan program belajar musiknya diikuti banyak musisi dari seluruh dunia.

Layak dicontoh

Menceritakan sosok personal Dream Theater bermaksud agar bisa menjadi inspirasi banyak pihak.

Bagi talenta muda yang sedang getol bermusik, tirulah mereka. Karier melejit, nama berkibar, tetapi karier pendidikan juga menuju puncak.

Saatnya membantah anggapan umum, pemusik merupakan sekelompok anak muda yang menyisihkan pendidikan demi karier bermusik. Dream Theater mengajarkan pendidikan dan musik bisa berjalan bersama.

Bagi para profesor, selayaknya seperti Mangini dan Myung yang berkarya sekaligus menghibur.

Di negeri ini kita sudah menemukan sejumlah karya profesor yang juga menghibur. Profesor di bidang seni menelorkan karya yang menghibur.

Barangkali akan muncul dalih, wajar saja kalau profesor bidang seni. Bagaimana profesor bidang lain?

Sejatinya bisa pula menghibur. Masyarakat bakal terhibur bilamana karya-karya profesor itu tidak sekadar menumpuk di meja kerjanya. Lebih terhibur lagi jika karya para profesor bisa mengurangi beban hidup masyarakat.

Contoh sederhana, ada seorang profesor di bidang pertanian yang tekun meneliti pupuk organik.

Tahapan penelitian sampailah pada aplikasi pemanfaatan di lapangan. Hasilnya lumayan bagus, produktivitas naik, petani pun jadi terhibur karena panen mampu meningkatkan pendapatan mereka.

Lebih menyenangkan, pupuk organik dimaksud bisa diproduksi sendiri. Tanpa musti mahal-mahal membeli di toko saprotan. Bagi petani, hal ini menyenangkan dan hidup pun jadi terhibur.

Bayangkan, di Indonesia tercatat ada 6.243 profesor ( data 2019). Jika didukung regulasi memadai maka mereka akan sangat menghibur rakyat Indonesia. Bukan hanya Prof Mangini yang bisa menghibur 10.000-an warga Indonesia.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag
Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi