Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Akademisi
Bergabung sejak: 7 Okt 2019

Dosen di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Budaya Universitas Pakuan, Bogor, Jawa Barat. Meraih gelar doktor Ilmu Susastra dari Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia. Aktif sebagai tim redaksi Jurnal Wahana FISIB Universitas Pakuan, Ketua Himpunan Sarjana Kesusastraan Indonesia (HISKI) Komisariat  Bogor, dan anggota Manassa (Masyarakat Pernaskahan Nusantara). Meminati penelitian di bidang representasi identitas dan kajian budaya.

Tumbuh bersama kekuatan mimpi perempuan Indonesia

Kretek dan Seksisme Dalam Serial Gadis Kretek

Baca di App
Lihat Foto
Yuyu Winnetou/Netflix
Ario Bayu (Raja) dan Dian Sastrowardoyo (Dasiyah) dalam serial Gadis Kretek yang akan tayang di Netflix pada 2 November 2022.
Editor: Sandro Gatra

DALAM masyarakat patriarkal, rokok kerap identik dengan simbol maskulinitas hingga seolah-olah merokok hanya milik kaum laki-laki saja. Iklan-iklan rokok saat ini pun dibintangi laki-laki.

Di era modern ini, perempuan yang merokok kerap mendapatkan stereotip negatif dari masyarakat. Salah satunya karena konstruksi negatif perempuan perokok yang diperkuat melalui media dan budaya populer seperti film pada 1990 hingga 2000-an.

Padahal, dalam konteks perlawanan gagasan merokok banyak digunakan oleh kaum perempuan sejak Perang Dunia I sebagai simbol perlawanan, protes, dan kritik terhadap gagasan tradisional yang mengungkung kebebasan mereka sebagai manusia.

Dalam konteks lokal, sejarah industri kretek di Indonesia juga mencatat bahwa menghisap kretek tidak hanya dilakukan laki-laki, tetapi juga perempuan.

Beberapa iklan dari surat kabar dan majalah tahun 1930-an yang terbit di Jawa seperti Economy Blad, Bintang Timoer, Adil, dan Majalah Kedjawen menampilkan sosok perempuan Jawa dalam iklan rokok.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Lebih jauh dari itu, kisah rokok dan perempuan juga terekam dalam kisah Jawa klasik Babad Tanah Jawi pada masa Kerajaan Mataram melalui sosok Roro Mendut yang membuat sekaligus menjual rokok yang telah ia rekatkan dengan ludahnya dan ia hisap untuk membayar pajak kepada Tumenggung Wiraguna karena menolak dijadikan selir (National Geographic Indonesia, 19/05/2022).

Artinya, secara sosial budaya hubungan perempuan dan kretek secara evolutif terus mengalami perubahan konstruksi dari masa ke masa.

Untuk mengetahui hal tersebut, kita bisa melihatnya melalui serial Gadis Kretek yang diadaptasi dari novel Ratih Kumala.

Film yang disutradarai oleh Kamila Andini dan Ifa Isfansyah ini secara resmi tayang di Netflix sejak 2 November 2023 lalu dan sekaligus menjadi serial Indonesia orisinal pertama yang diproduksi langsung oleh Netflix.

Selama hampir dua pekan penayangan, serial Gadis Kretek berhasil menduduki posisi pertama di Indonesia dan masuk dalam daftar Top 10 Netflix series di enam negara.

Roman tragedi Gadis Kretek bercerita tentang Dasiyah atau Jeng Yah (Dian Sastrowardoyo) yang memiliki bakat dalam meracik saus kretek dan memiliki mimpi besar untuk mengembangkan usaha kretek dari hasil racikannya sendiri.

Jeng Yah adalah anak pertama dari Idroes (Rukman Rosadi), pemilik industri kretek lokal di Kota M.

Kemampuannya dalam membuat saus kretek awalnya tidak mendapat perhatian dari ayahnya karena pada masa itu (1960-an) terdapat mitos budaya yang melarang keras perempuan untuk meracik saus kretek.

Dalam kungkungan budaya patriarki yang sangat kental pada masa itu, keterlibatan perempuan dalam pembuatan kretek hanya sebatas melinting saja.

Pasalnya, jika perempuan ikut campur dalam pembuatan saus, maka dipercaya akan membuat rasa dari saus kretek menjadi asam.

Jeng Yah yang cita-citanya sebagai perempuan dianggap telah melampaui jamannya itu kemudian bertemu dengan Soeraja (Ario Bayu), seorang pegawai yang diangkat ayahnya untuk bekerja di pabrik kretek miliknya dan diam-diam menyukai Jeng Yah.

Keduanya saling mengagumi dan akhirnya jatuh cinta. Soeraja adalah satu-satunya pria yang mendukung Jeng Yah untuk mengembangkan bakatnya sebagai peracik saus kretek hingga keduanya berhasil mengembangkan usaha kretek Gadis yang menjadi kretek paling laris pada masa itu.

Namun sayangnya, mimpi Jeng Yah harus kandas karena keluarganya difitnah sebagai anggota partai pemberontak oleh Djagad (Verdi Solaiman), yang juga merupakan kompetitor bisnis kretek ayahnya dan memiliki kedekatan dengan militer.

Tidak hanya gagal menikah dengan Soeraja, Jeng Yah dan ayahnya ditangkap oleh militer karena tuduhan sebagai anggota partai pemberontak.

Sang ayah mati terbunuh, sementara Jeng Yah diasingkan hingga akhirnya dibebaskan setelah dua tahun.

Saat kembali pulang ke rumah, Jeng Yah mengetahui bahwa Soeraja menikah dengan Purwanti (Sheila Dara) yang merupakan anak perempuan Djagad.

Tidak hanya itu, resep racikan saus kretek buatan Jeng Yah dicuri oleh Soeraja dan diklaim sebagai resep kretek milik Djagad.

Jeng Yah akhirnya menikah dengan tentara bernama Seno (Ibnu Jamil) yang dulu pernah dijodohkan oleh orangtuanya dan memiliki anak perempuan bernama Arum Cengkeh (Putri Marino). Namun sayangnya Seno Gugur saat bertugas di Irian Jaya.

Seno mendukung bakat Jeng Yah dalam meracik saus kretek. Namun statusnya sebagai tahanan politik membuatnya harus menyembunyikan identitasnya sebagai peracik saus kretek.

Sayangnya mimpinya kembali kandas karena ia meninggal setelah melahirkan.

Seksisme dalam Gadis Kretek

Melalui sosok Jeng Yah yang memiliki mimpi sebagai peracik saus kretek, kita bisa melihat persoalan seksisme yang dialami perempuan yang memiliki bakat dan ketertarikan dengan dunia kretek.

Dalam laman Britannica, seksisme dimaknai sebagai prasangka atau anggapan bahwa salah satu jenis kelamin lebih superior dibandingkan jenis kelamin lainnya.

Dalam masyarakat patriarkal, laki-laki banyak mendapatkan privilese dan dianggap lebih ‘baik’ dibandingkan perempuan.

Persoalan seksisme dalam film Gadis Kretek jelas terlihat melalui berbagai konflik yang dialami Jeng Yah sepanjang jalan cerita.

Ayahnya sendiri awalnya tidak memberikan kesempatan kepadanya karena masih menganggap bahwa perempuan seharusnya berada di ranah domestik.

Jeng Yah juga mengalami kekerasan verbal dari Budi, penyuplai tembakau untuk pabrik kretek milik ayahnya karena tersinggung dengan ucapan Jeng Yah yang mengatakan bahwa selama ini tembakau dijualnya kepada ayahnya ternyata bukanlah kualitas terbaik.

Masalah seksisme lainnya juga diperkuat melalui tokoh Dibyo (Whani Darmawan), satu-satunya peracik saus kretek yang bekerja di pabrik kretek Idroes.

Dibyo sangat benci kepada Jeng Yah yang kedapatan pernah masuk ke ruangan tempat ia meracik saus kretek.

Dibyo tidak segan-segan memaki Jeng Yah di depan ayahnya sendiri dan secara lantang mengatakan bahwa keberadaan perempuan di dalam ruangannya akan merusak cita rasa saus.

Ia harus membersihkan ruangannya untuk menghilangkan bau perempuan demi menjaga kualitas cita rasa saus buatannya.

Tidak hanya itu, meskipun Jeng Yah pada akhirnya diberikan kesempatan oleh Seno untuk kembali meracik saus kretek, namun identitasnya sebagai peracik saus kretek harus disembunyikan dari publik dan diganti dengan nama Eko, sahabat Seno.

Hal ini dikarenakan status Jeng Yah sebagai mantan tahanan politik tahun 1965-an yang tidak memberikannya ruang dan kesempatan untuk bekerja.

Selain itu, interseksi gender, politik, sosial, dan budaya inilah yang juga turut meniadakan kontribusi perempuan dalam Industri kretek.

Di sepanjang film, kita melihat bahwa menghisap kretek lazim dilakukan oleh perempuan pada zaman itu. Ini tidak hanya dilakukan oleh Jeng Yah saja, tapi juga ibunya (Ine Febriyanti).

Namun bukan berarti perempuan punya hak sama dalam industri kretek.

Nyatanya, melalui film ini dunia kretek masih didominasi oleh kaum laki-laki. Sementara peran dan keterlibatan perempuan dibatasi hanya sebagai konsumen dan pelinting kretek di pabrik saja, bukan sebagai peracik saus.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag
Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi