KOMPAS.com – Raja Dangdut Rhoma Irama angkat bicara soal maraknya konflik antara penyanyi dan pencipta lagu yang kini sampai ke ranah hukum.
Dengan nada prihatin, Rhoma Irama menyesalkan bagaimana ranah seni yang seharusnya menjadi ruang harmoni justru diwarnai perseteruan dan tuntutan hukum bernilai fantastis.
Baca juga: Konflik Band KotaK dan Mantan Personel: Sengketa Royalti hingga Gugatan Hukum
“Perseteruan ini, yang kita sesalkan sampai ke pengadilan,” ujar Rhoma Irama dalam keterangannya di Jakarta, Senin (2/6/2025), mengutip Tribunnews.
Rhoma Irama menekankan, hubungan antara penyanyi dan pencipta lagu seharusnya bersifat saling membutuhkan dan tak terpisahkan.
Baca juga: Keenan Nasution dan Rudi Pekerti Buka Peluang Damai dengan Vidi Aldiano
“Karena apa pun, yang namanya penyanyi dan pencipta itu, dua adalah satu, satu adalah dua. Mereka saling membutuhkan,” tegasnya.
“Kalau enggak ada penyanyi, gimana penciptanya? Penyanyi juga, melongo aja kalau enggak ada lagunya,” imbuh Rhoma Irama.
Baca juga: Penjelasan Pihak Keenan Nasution soal Permintaan Jaminan Rumah Vidi Aldiano dalam Gugatan
Rhoma Irama juga mengingatkan pentingnya menjaga keharmonisan antar seniman melalui komunikasi dan musyawarah dalam menyelesaikan konflik.
“Kesalahpahaman antara seniman ini sebaiknya diselesaikan secara musyawarah. Tentunya harus terjalin suatu komunitas yang sangat harmonis,” ujarnya.
Baca juga: Alasan Keenan Nasution Baru Layangkan Gugatan ke Vidi Aldiano
Pernyataan itu merujuk pada beberapa kasus terbaru di dunia musik, di mana gugatan royalti dan hak cipta hingga miliaran rupiah dilayangkan oleh para pencipta lagu terhadap penyanyi atau produser.
“Ya memang ada undang-undangnya,” kata Rhoma.
“Tapi katakanlah, ini yang membuat dunia seni jadi kayak menyeramkan,” imbuh Rhoma Irama.
Baca juga: Pernah Dapat Royalti Rp160 Ribu Setahun, Armand Maulana Bingung dengan Transparansi LMK
Sebagai seniman yang telah berkiprah selama lebih dari lima dekade, Rhoma menutup pernyataannya dengan pesan kuat tentang hakikat seni.
“Seni ini kan mestinya menyejukkan, menyenangkan,” ujarnya.
Diketahui, belakangan marak pencipta lagu menggugat penyanyi, seperti kasus Ari Bias dan Agnez Mo, terbaru kasus Keenan Nasution dan Vidi Aldiano.
Baca juga: Armand Maulana Ceritakan di Balik Terbentuknya Vibrasi Suara Indonesia atau VISI
Persoalan ini tak lepas dari sengkarut royalti dan hak cipta yang masih banyak celah dalam sistemnya.
Di tengah hingar-bingar industri hiburan, dua konflik yang menyentil kesadaran publik soal royalti dan hak cipta mencuat ke permukaan: Agnez Mo vs Ari Bias, serta Vidi Aldiano vs Keenan Nasution.
Meski melibatkan figur yang berbeda, keduanya berakar pada satu hal yang sama: pengakuan atas karya dan penghargaan terhadap pencipta lagu.
Kasus pertama melibatkan diva pop Indonesia Agnez Mo dengan komposer Ari Bias, pencipta lagu “Bilang Saja”—sebuah lagu yang dirilis Agnez tahun 2005 dalam album Whaddup A’..?. Hampir dua dekade setelah lagu itu dirilis, Ari Bias melayangkan gugatan pada tahun 2024 ke Pengadilan Niaga Jakarta Pusat.
Ari mengaku tidak pernah menandatangani kontrak resmi atau mendapatkan hak finansial yang layak atas lagu tersebut. Ia merasa dieliminasi dari haknya sebagai pencipta, padahal lagu itu telah beredar luas dan dinikmati secara komersial selama bertahun-tahun.
Dalam gugatannya, Ari meminta agar lagu diturunkan dari semua platform digital dan menuntut ganti rugi sebesar Rp1 miliar. Ia menegaskan bahwa ini bukan hanya soal materi, tetapi soal hak moral dan profesionalitas dalam ekosistem musik.
Pihak Agnez dan label Aquarius Musikindo belum banyak memberikan pernyataan terbuka, tetapi menegaskan bahwa proses perilisan lagu tersebut telah dilakukan sesuai prosedur saat itu.
Kasus kedua melibatkan penyanyi Vidi Aldiano dan musisi legendaris Keenan Nasution, pencipta lagu klasik “Nuansa Bening” yang dirilis pertama kali tahun 1978. Lagu ini dikenal luas sebagai mahakarya musik Indonesia dan bahkan tercatat di posisi ke-27 dalam daftar 150 Lagu Indonesia Terbaik versi Rolling Stone.
Pada tahun 2008, Vidi Aldiano menyanyikan ulang lagu tersebut lewat label Suara Hati, milik ayahnya. Namun, menurut pihak Keenan Nasution, selama 16 tahun tidak pernah ada komunikasi dari Vidi, label, maupun manajemennya terkait penggunaan lagu itu secara resmi.
Puncaknya terjadi pada Juli 2024, ketika lagu Nuansa Bening digunakan dalam sebuah iklan kampanye. Saat Keenan mencoba menjalin komunikasi dengan pihak Vidi, manajemen justru datang ke rumahnya dengan membawa uang Rp 50 juta sebagai "tanda terima kasih"—yang kemudian ditolak oleh Keenan.
Masalah makin rumit ketika ditemukan bahwa lagu itu diunggah di platform digital oleh label bernama VA Records, bukan Suara Hati. Yang lebih disesalkan, metadata digital justru mencantumkan Vidi Aldiano sebagai pencipta lagu, yang berdampak pada aliran royalti yang tidak semestinya.
Upaya damai dilakukan melalui tiga pertemuan antara kedua pihak, namun tak membuahkan hasil. Akhirnya, Keenan Nasution dan keluarga menunjuk pengacara Dr. Minola Sebayang, SH untuk membawa persoalan ini ke jalur hukum.
Putra Keenan, Daryl Nasution, lewat akun Instagram-nya menyampaikan bahwa ini bukan hanya soal nominal, tetapi soal adab, etika, dan penghargaan terhadap pencipta. "Kesalahan besar dari penyanyi adalah tidak adanya apresiasi pada sebuah karya dan para penciptanya," tulisnya.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.