JAKARTA, KOMPAS.com - Putusan hakim dalam perkara lagu "Bilang Saja" yang melibatkan Agnez Mo dan Ari Bias kembali menuai sorotan.
Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman menilai putusan tersebut menyalahi Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.
Kegaduhan ini bahkan telah sampai ke Komisi III DPR, yang kemudian meminta Badan Pengawas Mahkamah Agung (Bawas MA) untuk menindaklanjuti dugaan pelanggaran kode etik hakim.
Berikut ini rangkuman mengenai kontroversi putusan ini dan langkah-langkah yang diambil.
Baca juga: Ketua Komisi III DPR Habiburokhman Sebut Putusan Pelanggaran Hak Cipta Agnez Mo Tak Sesuai UU
Putusan Dinilai Salahi UU Hak Cipta
Putusan majelis hakim Pengadilan Niaga Jakarta Pusat dengan nomor 92/PDT.SUS-HKI/CIPTA/2024/PN Niaga JKT.PST, yang dibacakan pada 30 Januari 2025 lalu, mewajibkan Agnez Mo membayar Rp 1,5 miliar kepada Ari Bias karena dianggap telah menggunakan lagu "Bilang Saja" tanpa izin dalam tiga kali konser komersial.
Namun, Habiburokhman, menyatakan bahwa putusan ini tidak sesuai UU Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.
“Makanya kita (Komisi III DPR) minta Badan Pengawas Mahkamah Agung untuk menindaklanjuti laporan,” katanya.
Baca juga: Respons Agnez Mo Usai Ketua Komisi III DPR Habiburokhman Sebut Putusan Kasus Hak Cipta Melanggar UU
DPR Desak Bawas MA Periksa Dugaan Pelanggaran Kode Etik Hakim
Koalisi Advokat Pemantau Peradilan telah mengadukan hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang menangani kasus ini ke Bawas MA pada Kamis, 19 Juni 2025, atas dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim. Habiburokhman kemudian meneruskan dugaan ini agar diselidiki.
"Komisi III DPR meminta kepada Bawas MA untuk menindaklanjuti laporan yang disampaikan Koalisi Advokat Pemantau Peradilan terkait dugaan terjadinya pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat," ujarnya.
Inspektur Wilayah II Bawas MA, Suradi, membenarkan pihaknya menerima laporan tersebut, namun menekankan statusnya masih dugaan.
Tanggung Jawab Pembayaran Royalti, Penyanyi vs. Penyelenggara/LMK
Salah satu poin utama yang dipermasalahkan adalah penjatuhan hukuman denda kepada Agnez Mo sebagai penyanyi.
Padahal menurut UU Hak Cipta, kewajiban pembayaran royalti seharusnya ada pada penyelenggara acara melalui Lembaga Manajemen Kolektif (LMK).
"Tentang kasus yang dialami saudari Agnez Mo diputus pengadilan, dia itu penyanyi, bukan penyelenggara sebuah event," kata Habiburokhman saat menerima aspirasi dari pihak Agnez Mo, Dirjen Kekayaan Intelektual, dan Badan Pengawas Mahkamah Agung, di kompleks parlemen, Jakarta, dikutip dari Antara, Sabtu (21/6/2025).
Dirjen Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum juga menegaskan bahwa lisensi pertunjukan seharusnya diurus oleh EO dan promotor, bukan artisnya langsung.
Permintaan DPR ke MA untuk Pedoman Penerapan UU Hak Cipta
Untuk menghindari kegaduhan serupa di masa mendatang dan memastikan keadilan, kepastian hukum, serta kemanfaatan dalam dunia seni dan musik, Komisi III DPR meminta Mahkamah Agung untuk membuat surat edaran atau pedoman terkait panduan penerapan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, serta ketentuan terkait hak kekayaan intelektual lainnya secara komprehensif.
DJKI juga telah merilis fatwa hukum yang mempertegas aturan pembayaran performing rights kepada promotor dan EO, dengan harapan pengadilan dapat mengacu pada ketentuan ini.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.