JAKARTA, KOMPAS.com - Penyanyi Saykoji mengenang pengalaman mendaki Gunung Rinjani bersama sang istri, Tessy Penyami, namun gagal mencapai puncak.
Ia menekankan pentingnya persiapan matang sebelum mendaki gunung, meski bagi mereka yang sudah berpengalaman.
“Pastiin bahwa meskipun kita udah sering naik gunung, kita enggak pernah ngerasa diri kita role, harus ada yang nge-guide, pastiin supaya siapa pun yang jalan bersama tim itu, jangan ditinggal,” ujar Saykoji di daerah Mampang Prapatan, Jakarta Selatan, Rabu (3/6/2025).
Baca juga: Kebahagiaan Saykoji Anaknya Diterima di Universitas Indonesia
Menurut Saykoji, alam adalah wilayah yang tak bisa dikendalikan, sehingga kewaspadaan dan kesiapan mental serta fisik sangat penting.
“Karena memang kita enggak pernah tahu itu kan alam, bukan situasi yang terkontrol, yang kita bisa aman-aman aja. Kalau misalnya ada apa-apa, kalau terjadi apa-apa, jadi memang penting banget untuk mawas diri dan waspada sih kalau naik gunung,” lanjut Saykoji.
Saykoji mengakui bahwa Gunung Rinjani memang luar biasa indah, tetapi jalurnya juga sangat menantang. Salah satu medan tersulit adalah saat menuju puncak dari area Sembalun.
Baca juga: Saykoji Ciptakan Lagu tentang IKN, Jokowi Puji Sekaligus Ucapkan Terima Kasih
“Kebetulan Rinjani sendiri itu memang, selain indah, tapi memang melelahkan. Kalau misalnya kita naik dari tempat terakhir tenda sebelum summit attack dari kawasan Sembalun, ngelewatin, kan ke puncak tuh batas vegetasi, jadi makin ke atas itu udah gak ada pohon, isinya tinggal batu karang dan kerikil,” ucap Saykoji.
Ia menyebut jalur menuju Cemoro Kembang sebagai titik yang sangat melelahkan dan ekstrem. Meskipun puncak terlihat dari sana, jaraknya masih sangat jauh.
“Dan sebelah kanan kita, itu memang langsung jurang yang cukup dalam. Di gunung itu, kalau summit attack, kita enggak pernah tahu, kondisi alam dan cuaca bisa tiba-tiba berubah,” kata Saykoji.
Baca juga: Berhasil Turunkan Berat Badan 37 Kilogram, Saykoji: Dijebak Istri ke Dokter Gizi
“Suka ada yang namanya, awan yang bentuknya kayak payung, kalau dari bawah kelihatannya lucu, gunungnya kayak ditutupin payung, difoto bagus. Tapi kalau kita di situ, itu anginnya kenceng banget, berkabut dan jarak pandang itu, bikin kita susah lihat, seperti apa. Jadi memang selalu waspada,” lanjut Saykoji.
Ia juga mengenang momen dramatis saat dirinya masih terseok dalam kegelapan, sementara pendaki lain sudah tiba sebelum malam tiba.
"Saya sempat jatuh dan terperosok. Kaki saya luka, dan kami akhirnya tak berhasil mencapai puncak waktu itu," kenangnya.
Pendakian tersebut berakhir penuh perjuangan. Setengah dari anggota tim mengalami cedera.
Baca juga: Silet Open Up dan Saykoji Bawakan “Kaka Main Salah” di Gala Dinner KTT ASEAN
Dua orang bahkan harus turun sebelum sampai puncak—ada yang kakinya luka dan harus dibopong, ada juga yang keseleo.
"Itu pendakian pertama kami di Rinjani. Teman kami, Igor, kakinya luka setelah jatuh. Dua lainnya juga cedera, jadi harus jalan dibopong," kata Saykoji.
Tim akhirnya hanya berhasil mencapai Plawangan, lalu memutuskan turun ke Danau Segara Anak keesokan harinya.
Selama perjalanan turun, keselamatan menjadi prioritas utama. Tak ada yang diizinkan jalan sendiri, semua harus berpasangan dan saling menjaga.
Bahkan disiapkan sweeper di barisan paling belakang untuk memastikan tak ada yang tertinggal.
"Kami tetap merasa sebagai pemula, jadi harus saling jaga. Pace orang beda-beda, tapi tetap harus berdua dan saling tunggu," tutur Saykoji.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.