JAKARTA, KOMPAS.com – Suara biola-bass Höfner Awan Garnida bergema ketika "I Want to Hold Your Hand" membuka malam penuh nostalgia di Jakarta International Velodrome, Sabtu (5/7/2025).
G-Pluck Beatles Band, tribute band The Beatles asal Indonesia, hadir dalam format konser tunggal bertajuk Waktu Indonesia Tribute (WIT), membawa penonton menyusuri tiga fase evolusi musikal Beatles.
Digelar oleh The Mahariza Company (tmc), WIT mengusung konsep konser intim dan eksklusif, sebagai bentuk penghormatan kepada The Fab Four.
Dalam rangkaian tur ini, Jakarta menjadi salah satu kota persinggahan, menyajikan tiga babak pertunjukan yang masing-masing mewakili era berbeda The Beatles: dari masa mop-top awal, fase eksperimental penuh warna, hingga era akhir yang penuh kontemplasi.
Di atas panggung, G-Pluck tampil all out. Awan Garnida (Paul), Gilang Pramudya (John), Fery Gustian (George), dan Riza Bachri (Ringo) tampil lengkap dengan kostum, aksen vokal, serta koleksi instrumen autentik—termasuk gitar-gitar ikonik seperti Rickenbacker 360/12 hingga Epiphone Casino.
Baca juga: Kisah di Balik Lagu Hey Jude Karya The Beatles
Dua musisi tambahan, Aufa Kantadiredja dan Luthfi Zamzami, memperkuat formasi dengan isian keyboard dan sequencer, menghadirkan orkestrasi a la George Martin dan Billy Preston.
Kurang lebih 2.000 penonton memenuhi venue. Meski duduk, mereka larut dalam nyanyian—baik yang mengenang masa muda mereka bersama Beatles, maupun generasi baru yang tumbuh dalam keabadian musik band asal Liverpool ini.
Momen paling meriah terjadi saat "Hey Jude" dilantunkan, mengajak semua bersatu dalam bagian "na-na-na-na" yang menggema panjang. Membuat konser ini terasa seperti perayaan kolektif atas kenangan kita masing-masing.
Setlist malam itu mencakup puluhan lagu, dari "Yesterday", "Paperback Writer", hingga "A Day in the Life", lengkap dengan Abbey Road medley dan encore penuh suka cita: “Hello Goodbye”. Beberapa lagu dibawakan untuk pertama kalinya oleh G-Pluck, termasuk “I Am the Walrus” yang mendapat sambutan antusias.
Tak hanya musik, konser ini juga menyelipkan berbagai momen personal. Di sela lagu, beberapa video dari penonton diputar. Dari kisah ibu yang telah tiada, ulang tahun ayah, hingga momen romantis sepasang suami istri yang kemudian disambut Awan dengan persembahan lagu “In My Life”.
Ada pula kejutan teatrikal saat seorang ‘Yoko Ono’ muncul di panggung, datang terlambat Bersama John Lennon, kemudian duduk tenang merajut tanpa ekspresi selama segmen late-era.
Meski menimbulkan gelak tawa dan sedikit gumaman jengkel dari penonton, gimmick ini justru memperkuat kesan bahwa konser ini bukan sekadar peniruan, tapi upaya membangun kembali atmosfer sejarah.
Baca juga: Paul McCartney Akhirnya Ungkap Inspirasi di Balik Lirik Lagu Legendaris Yesterday The Beatles
G-Pluck sendiri telah eksis lebih dari 30 tahun, dengan dedikasi tinggi pada akurasi musikal dan tampilan visual. Mereka tak hanya sekadar tribute band, tapi menjadi jembatan memori bagi banyak orang.
“Kecintaan kami terhadap The Beatles membawa kami untuk membentuk G-Pluck di tahun 1998, jadi sudah hampir 30 tahun, dan ternyata memang penggemar The Beatles di dunia masih sangat banyak,” ujar Awan Garnida.
Dan malam itu, di bawah lampu panggung dan harmoni empat suara yang familiar, memori pun hidup kembali.
The Beatles mungkin sudah tak lagi tampil, tapi nyawa mereka malam itu terasa nyata—di tangan dan hati para musisi yang mencintai, menghidupkan, dan membagikan kembali keajaiban mereka.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.