JAKARTA, KOMPAS.com – Promotor dan penggagas festival musik Pestapora, Kiki Aulia Ucup, mengaku kerap menghadapi persoalan double collecting atau penarikan ganda terkait pembayaran royalti musik dalam penyelenggaraan acaranya.
Hal ini diungkapkan Ucup saat menjadi tamu dalam kanal YouTube Rhoma Irama, seperti dikutip pada Rabu (23/7/2025).
Baca juga: Putuskan Vasektomi, Kiki Ucup: Saya Harus Adil Sama Istri
“Kalau dari saya pribadi di Pestapora, dari tahun pertama sampai tahun terakhir kami pasti ngikutin apa yang digariskan oleh Undang-undang,” ujar Ucup.
Namun, meski sudah membayar sesuai ketentuan melalui Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN), Ucup mengaku tetap sering mendapat penagihan royalti dari pihak lain.
Baca juga: Slank dan Sal Priadi Siap Bertukar Lagu di Pestapora 2025
“Dari tahun ke tahun tuh, kami bisa dipastikan hampir selalu kena double collecting,” kata Ucup.
“Saya sempat bilang, ‘Loh, kan kami sudah bayar lewat LMKN?’ Eh, dijawab, ‘Oh, Ucup, saya udah enggak percaya sama LMKN’,” lanjut Ucup.
Kondisi ini, menurut Ucup, menunjukkan adanya ketidaktertiban dalam sistem distribusi royalti yang berlaku saat ini.
Baca juga: Promotor Pastikan Pestapora 2025 Bayar Royalti, Urus Lebih dari 238 Musisi
Ucup mengibaratkan persoalan ini sebagai dilema klasik: “Sebenarnya ini kayak ayam dan telur, Pak Haji, mana yang lebih dulu. Semuanya saling berkesinambungan,” kata Ucup kepada Rhoma Irama.
Pernyataan Ucup memperkuat sorotan yang selama ini diarahkan pada sistem tata kelola royalti musik di Indonesia.
Baca juga: Rhoma Irama Tukar Lagu dengan Maliq & DEssentials di Pestapora 2025
Sejumlah musisi dan pelaku industri telah mengkritisi minimnya transparansi serta tumpang tindih kewenangan antara LMK (Lembaga Manajemen Kolektif) dan LMKN.
Tumpang tindih ini dianggap membuat pengguna lagu seperti promotor, kafe, hingga radio bingung harus membayar ke siapa.
Dalam kasus Ucup, sebagai penyelenggara festival berskala besar seperti Pestapora, kewajiban royalti adalah komponen penting dan tak terelakkan.
Baca juga: Rhoma Irama Tukar Lagu dengan Maliq & DEssentials di Pestapora 2025
Namun, ketidakteraturan dalam sistem membuat pelaku industri berada di posisi rawan secara hukum dan finansial.
Seiring berkembangnya industri hiburan dan festival di Indonesia, desakan untuk memperbaiki tata kelola royalti kian menguat.
Beberapa musisi seperti Ahmad Dhani, Ariel NOAH, dan Once Mekel juga pernah menyuarakan kritik serupa.
Baca juga: Nama Gustiwiw Tetap Ada di Lineup Pestapora 2025 yang Digelar 5–7 September
Ucup sendiri berharap ada standarisasi dan kepastian hukum agar pelaku industri seperti dirinya bisa fokus menyelenggarakan acara tanpa dihantui kekhawatiran soal penagihan ganda.
Sebagai informasi, LMKN merupakan lembaga bentukan pemerintah yang berfungsi menghimpun dan mendistribusikan royalti musik secara kolektif.
Baca juga: Sheila On 7 Latihan Pestapora di Malaysia
Namun di lapangan, keberadaannya kerap tumpang tindih dengan Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) yang mewakili pencipta atau pemegang hak.
Kiki Aulia Ucup Sosok di Balik Pestapora
Kiki Aulia Ucup melekat erat dengan festival musik multi-genre terbesar di Indonesia saat ini—Pestapora.
Namun perjalanan Ucup menuju titik ini bukanlah sebuah kebetulan, melainkan hasil dari puluhan tahun napas panjangnya di industri musik.
Lahir dengan nama Rizky Aulia, Ucup memulai langkahnya dalam industri ini lewat Demajors pada 2008.
Saat itu, ia bukan siapa-siapa—hanya seorang pemuda yang tekun, rajin, dan punya mimpi panjang. Tapi dari balik layar itulah ia justru mulai menganyam jejaring, mengelola musisi-musisi yang kini menjadi ikon generasi, seperti Danilla, Adhitia Sofyan, hingga Barasuara. Ia bukan sekadar manajer. Ia kurator rasa.
Dari ini pula, Ucup membuat Synchronize Fest bersama kawan-kawan Demajors.
Pada 2022, Ucup mengambil satu lompatan besar. Ia memutuskan untuk menciptakan festival musik yang tak hanya menjadi tempat konser, tetapi ruang berjumpanya banyak semesta—anak muda dari lintas kota, musisi lintas genre, bahkan generasi lintas usia.
Maka lahirlah Pestapora, lewat perusahaannya Boss Creator. Nama festival itu sendiri seperti sebuah mantra: pesta, tapi juga ruang cerita; euforia yang dibalut makna.
Sejak edisi pertamanya, Pestapora langsung mencuri perhatian. Tiket habis terjual, puluhan ribu orang datang, dan media sosial penuh oleh dokumentasi pengalaman pengunjung Pestapora.