Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Tumbuh bersama kekuatan mimpi perempuan Indonesia

Ketua LMKN: Suara Alam Tetap Harus Bayar Royalti

Baca di App
Lihat Foto
KOMPAS.com/Revi C Rantung
LMKN saat menghadiri sidang uji materi Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta yang digelar di Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat, Kamis (31/7/2025).
|
Editor: Ira Gita Natalia Sembiring

JAKARTA, KOMPAS.com – Ketua Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN), Dharma Oratmangun, kembali memberikan tanggapan soal kafe atau restoran yang kini menggunakan suara alam atau kicauan burung sebagai cara menghindari pembayaran royalti musik.

Menurut Dharma, pelaku usaha perlu memahami bahwa rekaman suara alam atau burung tetap mengandung hak terkait, khususnya milik produser rekaman yang merekam suara tersebut.

Baca juga: Royalti Musik Rp 120 Ribu per Kursi, Pemilik Kafe Yogyakarta Stop Putar Musik

“Putar lagu rekaman suara burung, suara apa pun, produser yang merekam itu punya hak terhadap rekaman fonogram tersebut, jadi tetap harus dibayar,” kata Dharma saat dihubungi Kompas.com via telepon, Senin (4/7/2025).

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

“Ada hak terkait di situ, ada produser yang merekam,” lanjut Dharma.

Baca juga: Cara Restoran Terhindar dari Tarif Royalti Musik, Setel Suara Burung hingga Gemericik Air

Ia menyayangkan munculnya narasi bahwa pembayaran royalti dianggap memberatkan pelaku usaha.

“Harus bayar dong, itu ada hak pencipta. Itu Undang-Undang. Bagaimana kita pakai sebagai menu tapi enggak mau bayar? Jangan bangun narasi mau putar rekaman suara burung, suara alam, seolah-olah itu solusi,” ujar Dharma.

Dharma menegaskan, solusi paling adil dan sesuai hukum adalah dengan membayar royalti.

Baca juga: LMKN Ancam Tempuh Jalur Hukum, 140 Promotor Tak Bayar Royalti Musik

Ia juga mengkritik narasi yang seolah-olah kewajiban membayar royalti bertujuan mematikan usaha kecil seperti kafe.

“Ada narasi yang sengaja dibangun keliru, seakan-akan (kami) mau mematikan kafe. Itu keliru sekali. Karena dia enggak baca aturannya, enggak baca Undang-Undang. Bahkan belum bayar, udah kembangkan narasi seperti itu,” tegas Dharma.

 

Lagu Internasional juga kena royalti

Dharma Oratmangun juga mengingatkan para pelaku usaha restoran dan kafe bahwa memutar lagu luar negeri juga dikenakan kewajiban membayar royalti.

Hal tersebut, menurut Dharma, merupakan aturan dari Undang-Undang.

Selain itu, LMKN maupun Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) telah menjalin kerja sama dengan mitra internasional terkait pembayaran royalti.

“Harus bayar juga kalau pakai lagu luar negeri. Kita terikat perjanjian internasional. Kita punya kerja sama dengan luar negeri dan kita juga membayar ke sana,” kata Dharma.

Dharma menegaskan, membayar royalti tidak akan membuat usaha menjadi bangkrut.

Apalagi, tarif royalti di Indonesia tergolong sangat rendah dibandingkan dengan negara lain.

Tarif royalti musik di restoran atau kafe

Adapun, tarif royalti musik untuk restoran dan kafe diatur dalam SK Menteri Hukum dan HAM RI Nomor HKI.2.OT.03.01-02 Tahun 2016 tentang Pengesahan Tarif Royalti untuk Pengguna yang Melakukan Pemanfaatan Komersial Ciptaan dan/atau Produk Hak Terkait Musik dan Lagu Kategori Restoran.

Berdasarkan aturan tersebut, pelaku usaha wajib membayar Royalti Pencipta sebesar Rp 60.000 per kursi per tahun dan Royalti Hak Terkait sebesar Rp 60.000 per kursi per tahun.

“Kami juga memperhitungkan UMKM, satu tahun itu kami tidak hitung 365 hari penuh karena kami tahu ada bulan puasa,” jelas Dharma.

UMKM pun bisa mendapatkan keringanan pembayaran.

Baca juga: LMKN: Putar Lagu Internasional di Kafe atau Restoran Juga Wajib Bayar Royalti

Ia menambahkan bahwa LMKN telah memberikan berbagai kemudahan bagi pelaku usaha selama mereka menaati aturan hukum yang berlaku.

“Kami memberikan kemudahan untuk berusaha. Kalau usaha itu sehat, tentunya pemilik hak juga akan sehat. Jangan gunakan atau rampas hak milik orang lain untuk meraih keuntungan, itu tidak baik. Patuh hukum, selesai,” tuturnya.

Berawal dari kasus Mi Gacoan

Adapun keramaian masalah royalti musik di kafe ini berawal dari munculnya kasus Mi Gacoan.

Sebelumnya, Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) Sentra Lisensi Musik Indonesia (SELMI)  melaporkan restoran Mie Gacoan di Bali karena dugaan pelanggaran hak cipta.

Direktur PT Mitra Bali Sukses, pemegang lisensi waralaba Mie Gacoan, I Gusti Ayu Sasih Ira, kemudian ditetapkan sebagai tersangka.

Ia disebut memutar musik tanpa izin dari pemilik hak cipta dan tidak membayar royalti sejak tahun 2022.

Baca juga: Curhat Para Musisi soal Royalti Musik: Ada yang Tak Dapat Sepeser pun

 

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag
Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua
Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi