KOMPAS.com – Penyanyi Charly Van Houten, memberikan apresiasi khusus kepada musisi atau band yang membawakan lagu-lagunya di tempat usaha seperti kafe dan restoran.
Melalui unggahan di akun Instagram pribadinya pada Kamis (7/8/2025), Charly Van Houten mengumumkan, dirinya akan memberikan hadiah berupa uang tunai atau merchandise kepada siapa pun yang tampil membawakan lagunya di hadapannya secara langsung.
“Saya, Charly Van Houten, menghimbau, jika saya sedang berada di suatu tempat seperti kafe, restoran, atau tempat-tempat lainnya dan ada yang memutarkan atau membawakan lagu saya secara live, saya akan kasih hadiah sebagai tanda terima kasih—baik berupa uang tunai atau merchandise,” tulis Charly Van Houten.
Charly Van Houten menutup pesannya dengan dukungan terhadap industri musik lokal.
“Salam musik Indonesia,” ujar Charly Van Houten.
Langkah ini mendapat beragam respons positif dari warganet, yang mengapresiasi inisiatif Charly dalam memberikan dukungan langsung kepada para pelaku musik.
Unggahan Charly Van Houten ini dilakukan di tengah polemik royalti lagu di ruang usaha seperti kafe, restoran, hotel, pusat perbelanjaan, hingga kedai kopi.
Baca juga: Juicy Luicy Tak Tuntut Royalti Lagu, Uan: Kafe Boleh Putar
Polemik ini kembali memanas setelah muncul kasus hukum yang melibatkan pihak manajemen salah satu gerai Mie Gacoan di Bali.
Seorang perwakilan manajemen ditetapkan tersangka karena dianggap melanggar hak cipta dengan memutar lagu berlisensi tanpa izin di tempat usaha.
Baca juga: Dukung Pelaku Usaha, Ahmad Dhani Tak Tarik Royalti Lagu Dewa 19
Tepatnya pada 24 Juni 2025, Polda Bali secara resmi menetapkan IAS, Direktur PT. Mitra Bali Sukses (Mie Gacoan) sebagai tersangka dalam kasus dugaan pelanggaran tindak pidana hak cipta yaitu dengan sengaja dan tanpa hak melakukan penyediaan atas fonogram dengan atau tanpa kabel yang dapat diakses publik untuk penggunaan secara komersial.
Polemik ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan pelaku usaha karena tak ingin mengalami nasib serupa.
Baca juga: Polemik Royalti Musik, Pemilik Kafe Keluhkan Dampaknya pada Suasana Usaha
Aturan Royalti di Ruang Usaha dan Besarannya
Royalti musik di ruang usaha sendiri merujuk pada aturan dalam UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta dan Peraturan Pemerintah No. 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan/atau Musik.
Yang mana, mekanisme pengumpulan dan distribusi royalti dilaksanakan LMKN (Lembaga Manajemen Kolektif Nasional) dan sejumlah LMK sektoral seperti WAMI, KCI, RAI, dan lainnya.
Baca juga: Ahmad Dhani Persilakan Kafe Putar Lagu Dewa 19 Tanpa Bayar Royalti
Besarnya royalti tergantung pada jenis usaha dan jumlah kursi atau luas ruangan. Untuk restoran dan kafe, tarif umumnya adalah Rp 60.000 per kursi per tahun.
Namun, untuk usaha besar seperti waralaba atau brand ternama, tarif bisa dua kali lipat, yaitu Rp 120.000 per kursi per tahun.
Baca juga: Pedangdut Senior Rita Sugiarto Lebih Santai Sikapi Royalti Lagu
Namun implementasinya tidak sesederhana itu. Banyak pelaku usaha mengaku tidak pernah mendapatkan sosialisasi yang memadai, tidak tahu bagaimana cara membayar, lagu apa saja yang wajib royalti, bahkan mengaku bingung apakah lagu dari YouTube dan Spotify juga termasuk.
Polemik justru meruncing ketika pendekatan yang digunakan cenderung bersifat represif, bukan edukatif.
Baca juga: Pengelolaan Royalti Musik Terus Jadi Polemik, Anji: Semakin Jelas Siapa Sumber Masalahnya
Penahanan terhadap pihak Mie Gacoan memicu ketakutan pelaku usaha lainnya. UMKM dan pelaku usaha skala kecil merasa disodorkan tanpa diberi pemahaman terlebih dahulu.
Di sisi lain, para musisi yang selama ini memperjuangkan keadilan royalti, justru terjebak dalam dilema: mereka ingin haknya dihormati, namun tidak ingin usaha kecil menjadi korban.
Baca juga: Anji Manji Kritik Sistem Royalti Musik: Bukan Berdasarkan Lagu yang Diputar
Hal ini tercermin dari sejumlah musisi yang menyatakan membolehkan karyanya untuk diputar di kafe, kedai kopi, dan sebagainya.