KOMPAS.com – Polemik penarikan royalti di ruang usaha seperti kafe, restoran, hotel, hingga mal telah menjadi sorotan publik.
Publik pun lantas bertanya-tanya, apakah semua lagu yang diputar di tempat umum akan terkena royalti, tanpa pengecualian.
Ternyata, tidak semua lagu yang dibawakan di depan publik otomatis terkena kewajiban membayar royalti.
Baca juga: Menyanyi di Acara Hajatan Kena Royalti? Begini Penjelasan Ahli Hak Cipta
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta memberikan pengecualian untuk sejumlah jenis karya dan penggunaan tertentu, selama memenuhi ketentuan yang berlaku.
Lagu Non-Komersial, Pengecualian dalam UU Hak Cipta
Berdasarkan UU Hak Cipta Pasal 43 huruf d, pembuatan dan penyebarluasan konten yang dilindungi hak cipta melalui media teknologi informasi tidak dianggap pelanggaran apabila pencipta atau pemegang hak cipta secara jelas menyatakan tidak keberatan.
Baca juga: Kekecewaan Ari Lasso pada WAMI, Pertanyakan Royalti Rp 765.594 dan Salah Transfer
Pengecualian ini berlaku khusus untuk penggunaan non-komersial atau yang memberikan manfaat bagi pencipta maupun pengguna.
Sementara itu, Pasal 49 ayat 1 huruf d menyebutkan bahwa penggandaan sementara suatu karya tidak melanggar hak cipta jika dilakukan dengan izin resmi dari pencipta.
Pasal 44 juga mengatur bahwa penggunaan karya untuk tujuan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, kritik, ulasan, kegiatan keilmuan, hingga pertunjukan atau pementasan tanpa pungutan biaya termasuk kategori yang bebas dari kewajiban royalti.
Baca juga: Sindiran Hakim MK soal Royalti Musik: Kalau Begitu, Ahli Waris WR Supratman Paling Kaya di Indonesia
Lagu Kebangsaan
Pasal 43 menegaskan bahwa pengumuman, distribusi, atau penggandaan lagu kebangsaan sesuai versi aslinya bukan pelanggaran hak cipta.
Artinya, siapa pun dapat membawakan lagu kebangsaan tanpa harus membayar royalti, asalkan tidak diubah dari versi resminya.
Baca juga: Pengelolaan Royalti Musik Terus Jadi Polemik, Anji: Semakin Jelas Siapa Sumber Masalahnya
Lagu yang Sudah Jadi Public Domain
Public domain adalah istilah yang merujuk pada karya-karya yang tidak lagi dilindungi hak cipta, sehingga bebas digunakan oleh siapapun tanpa batasan. Karya-karya ini bisa berupa buku, musik, gambar, film, atau karya kreatif lainnya.
Menurut Pasal 58 ayat 1, perlindungan hak cipta untuk lagu atau musik (dengan atau tanpa lirik) berlaku selama 70 tahun setelah pencipta meninggal dunia.
Jika lagu tersebut dimiliki badan hukum, masa perlindungan adalah 50 tahun sejak pertama kali diumumkan.
Penegasan dari Ahli Hak Cipta
Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, Prof Ahmad M Ramli, yang turut merumuskan UU Hak Cipta, menjelaskan bahwa undang-undang ini sebenarnya mendorong masyarakat untuk membawakan lagu sebanyak-banyaknya dalam konteks non-komersial.
“Selama tidak komersial, tidak ada penarikan royalti. Menyanyi di rumah, acara ulang tahun, atau hajatan dengan organ tunggal justru menjadi promosi gratis bagi pencipta lagu,” ujar Prof Ahmad M Ramli saat menjadi saksi ahli di sidang uji materi UU Hak Cipta di Mahkamah Konstitusi, Kamis (7/8/2025).
Baca juga: LMKN: Usaha Kafe dan Restoran yang Bayar Royalti Bisa Putar Lagu dengan Aman dan Nyaman
Namun, Prof Ahmad M Ramli menegaskan bahwa jika lagu digunakan untuk menarik keuntungan, seperti konser berbayar atau acara sponsor, maka penyelenggara wajib membayar royalti kepada Lembaga Manajemen Kolektif (LMK).
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.