Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pesantren Tasawuf Underground, Jalan Pulang bagi Anak Punk

Kompas.com - 21/02/2022, 10:59 WIB
Kristian Erdianto,
Ivany Atina Arbi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Hujan sejak sore belum juga berhenti ketika saya tiba di sebuah rumah toko (ruko) berlantai tiga, kawasan Pasar Cimanggis, Ciputat, Tangerang Selatan.

Beberapa orang terlihat berbincang-bincang di bagian depan ruko berkanopi. Beberapa cangkir kopi menemani mereka menghabiskan malam yang kian dingin dan larut.

Lantai dasar ruko tersebut digunakan untuk membuka kedai kopi sederhana. Pada salah satu bagian temboknya terdapat mural Jalaluddin Rumi, seorang penyair sufi.

Baca juga: Putra Mahkota Iran Serukan Perlawanan terhadap Khamenei di Tengah Perang dengan Israel

Di bagian lain terdapat panel kayu tempat memajang hasil karya beberapa pewarta. Sebagian besar foto menunjukkan potret seorang pria berjanggut dan memakai pakol, penutup kepala khas laki-laki Afghanistan.

Penampilannya terlihat santai dengan kemeja lengan panjang yang digulung sampai lengan dan dipadu celana jeans. Namun tampilan pria itu agak kontras dengan beberapa pemuda yang ikut duduk bersila di sekelilingnya.

Gaya berpakaian mereka kental dengan subkultur Punk, ditambah tindikan dan rajah pada beberapa bagian tubuh. Mereka tampak serius memperhatikan pria itu berbicara.

Baca juga: Momen Mulan Jameela Datang Menghampiri dan Bersalaman dengan Maia Estianty di Acara Siraman Al Ghazali

Di sebelah panel foto dipasang ukiran kaligrafi huruf Arab yang berbentuk orang sedang bersimpuh dan tulisan Tasawuf Underground.

Sekitar dua tahun belakangan, ruko tersebut difungsikan sebagai pesantren oleh Ustaz Halim Ambiya (46). Pria yang kerap terlihat memakai pakol itu menyebut pesantrennya sebagai peta jalan pulang.

Merintis jalan pulang

“Ini bukan pondok pesantren biasa, karena isinya adalah anak-anak yang istimewa,” ujar Halim ketika saya menemuinya di lantai dua, Minggu (13/2/2022).

Baca juga: Bertemu Anak Mulan Jameela di Siraman Al Ghazali, Sikap Maia Estianty Dipuji

Bagian ruko tersebut biasa digunakan untuk pengajian, salat, belajar, maupun pertemuan lainnya. Lantainya beralaskan karpet. Sebagian dinding dilapisi dengan kayu dan dihiasi kaligrafi.

Beberapa foto tokoh Nahdlatul Ulama (NU) Abdurrahman Wahid atau Gus Dur dipajang di salah satu sudut ruangan tempat menyimpan buku-buku.

Sebuah foto monumental berukuran besar diletakkan berseberangan dengan tangga sehingga menarik perhatian saat memasuki ruangan itu.

Baca juga: Prabowo Putuskan Bakal Ambil Alih Sengketa 4 Pulau Aceh ke Sumut

Gus Dur yang mengenakan setelan jas berdiri di samping Paus Yohanas Paulus II. Pertemuan Presiden keempat RI dengan pimpinan tertinggi Gereja Katolik itu diabadikan di Vatikan pada April 2000.

Lantai paling atas digunakan untuk tempat para santri untuk beristirahat dan menginap.

Halim menceritakan perannya sebagai orangtua, guru, sekaligus sahabat bagi anak-anak jalanan.

Baca juga: Kisah Aryan "Selamatkan" Temannya 2 Menit Jelang Air India Jatuh

Menurutnya, mereka yang hidup di jalanan juga punya harapan untuk kembali.

Beban yang terasa kian berat mendorong mereka untuk mencari jalan pulang. Namun, berapa banyak yang bersedia menjadi penunjuk arah?

“Persoalannya, agama tidak benar-benar hadir di tengah mereka. Padahal ada problem di balik itu, masalah kita bersama,” tutur pria kelahiran Indramayu 12 Juli 1974 itu.

Baca juga: Cerita Para Pasien Kanker Vagina, Ini Gejala Awal yang Mereka Rasakan

Perjalanan Pesantren Tasawuf Underground

Inisiatif mendirikan Pesantren Tasawuf Underground bermula dari kegiatan pengajian Ustaz Halim pada 2017. Kala itu ia mendatangi sejumlah komunitas Punk.

Perlahan Halim mengumpulkan para muridnya di beberapa tempat, salah satunya di kolong jalan layang Tebet, Jakarta Selatan.

Halim memahami peliknya persoalan yang dihadapi anak-anak jalanan. Bukan tanpa alasan mereka memilih hidup di jalan.

Baca juga: Tanda-tanda Gula Darah Rendah di Kepala, Dada, Perut, dan Kulit, Apa Saja?

Halaman:


Terkini Lainnya
Jakarta Bakal Bentuk Film Commission, Tiru Busan dan Tokyo
Jakarta Bakal Bentuk Film Commission, Tiru Busan dan Tokyo
Megapolitan
Ajak Anies Nonton Persija di JIS, Pramono: Tuan Rumahnya Saya, Orang Baik
Ajak Anies Nonton Persija di JIS, Pramono: Tuan Rumahnya Saya, Orang Baik
Megapolitan
ASN Diduga Dikeroyok Rekan Mantan Istri di Mal Jakut
ASN Diduga Dikeroyok Rekan Mantan Istri di Mal Jakut
Megapolitan
Momen Mesra Pramono dan Anies di Jakarta Future Festival, Tertawa dan Foto Bersama
Momen Mesra Pramono dan Anies di Jakarta Future Festival, Tertawa dan Foto Bersama
Megapolitan
Pramono: Sama dengan Mas Anies, Saya Bukan Orang yang Mau Menggusur
Pramono: Sama dengan Mas Anies, Saya Bukan Orang yang Mau Menggusur
Megapolitan
Dibanding Gusur Warga, Pramono Pilih Negosiasi untuk Bangun Markas Persija di JIS
Dibanding Gusur Warga, Pramono Pilih Negosiasi untuk Bangun Markas Persija di JIS
Megapolitan
Trotoar Sekitar Grand Indonesia Dipangkas, Warga Takut Terserempet Kendaraan
Trotoar Sekitar Grand Indonesia Dipangkas, Warga Takut Terserempet Kendaraan
Megapolitan
Pemprov Jakarta Siapkan Rp 5 Triliun per Tahun untuk Bangun Giant Sea Wall
Pemprov Jakarta Siapkan Rp 5 Triliun per Tahun untuk Bangun Giant Sea Wall
Megapolitan
Babi Hutan yang Berkeliaran di Pejaten Akan Dilepasliarkan di Bandung
Babi Hutan yang Berkeliaran di Pejaten Akan Dilepasliarkan di Bandung
Megapolitan
Eskalator Halte Transjakarta Cipulir Mati 6 Bulan sejak Januari
Eskalator Halte Transjakarta Cipulir Mati 6 Bulan sejak Januari
Megapolitan
Babi Hutan Berkeliaran di Pejaten Dikejar Warga, Ini Penjelasan Dinas KPKP
Babi Hutan Berkeliaran di Pejaten Dikejar Warga, Ini Penjelasan Dinas KPKP
Megapolitan
Angin Kencang Melanda Jakarta, Ini Penjelasan BMKG
Angin Kencang Melanda Jakarta, Ini Penjelasan BMKG
Megapolitan
Taman Langsat Buka 24 Jam, Spanduk Larangan Berbuat Asusila Dipasang
Taman Langsat Buka 24 Jam, Spanduk Larangan Berbuat Asusila Dipasang
Megapolitan
Babi Hutan Berkeliaran di Pejaten, Dikejar Ojol dan Warga
Babi Hutan Berkeliaran di Pejaten, Dikejar Ojol dan Warga
Megapolitan
Eskalator Halte Transjakarta Cipulir Mati 6 Bulan, Warga Lapor tapi Tak Digubris
Eskalator Halte Transjakarta Cipulir Mati 6 Bulan, Warga Lapor tapi Tak Digubris
Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau