JAKARTA, KOMPAS.com - Hujan sejak sore belum juga berhenti ketika saya tiba di sebuah rumah toko (ruko) berlantai tiga, kawasan Pasar Cimanggis, Ciputat, Tangerang Selatan.
Beberapa orang terlihat berbincang-bincang di bagian depan ruko berkanopi. Beberapa cangkir kopi menemani mereka menghabiskan malam yang kian dingin dan larut.
Lantai dasar ruko tersebut digunakan untuk membuka kedai kopi sederhana. Pada salah satu bagian temboknya terdapat mural Jalaluddin Rumi, seorang penyair sufi.
Baca juga: Putra Mahkota Iran Serukan Perlawanan terhadap Khamenei di Tengah Perang dengan Israel
Di bagian lain terdapat panel kayu tempat memajang hasil karya beberapa pewarta. Sebagian besar foto menunjukkan potret seorang pria berjanggut dan memakai pakol, penutup kepala khas laki-laki Afghanistan.
Penampilannya terlihat santai dengan kemeja lengan panjang yang digulung sampai lengan dan dipadu celana jeans. Namun tampilan pria itu agak kontras dengan beberapa pemuda yang ikut duduk bersila di sekelilingnya.
Gaya berpakaian mereka kental dengan subkultur Punk, ditambah tindikan dan rajah pada beberapa bagian tubuh. Mereka tampak serius memperhatikan pria itu berbicara.
Di sebelah panel foto dipasang ukiran kaligrafi huruf Arab yang berbentuk orang sedang bersimpuh dan tulisan Tasawuf Underground.
Sekitar dua tahun belakangan, ruko tersebut difungsikan sebagai pesantren oleh Ustaz Halim Ambiya (46). Pria yang kerap terlihat memakai pakol itu menyebut pesantrennya sebagai peta jalan pulang.
“Ini bukan pondok pesantren biasa, karena isinya adalah anak-anak yang istimewa,” ujar Halim ketika saya menemuinya di lantai dua, Minggu (13/2/2022).
Baca juga: Bertemu Anak Mulan Jameela di Siraman Al Ghazali, Sikap Maia Estianty Dipuji
Bagian ruko tersebut biasa digunakan untuk pengajian, salat, belajar, maupun pertemuan lainnya. Lantainya beralaskan karpet. Sebagian dinding dilapisi dengan kayu dan dihiasi kaligrafi.
Beberapa foto tokoh Nahdlatul Ulama (NU) Abdurrahman Wahid atau Gus Dur dipajang di salah satu sudut ruangan tempat menyimpan buku-buku.
Sebuah foto monumental berukuran besar diletakkan berseberangan dengan tangga sehingga menarik perhatian saat memasuki ruangan itu.
Baca juga: Prabowo Putuskan Bakal Ambil Alih Sengketa 4 Pulau Aceh ke Sumut
Gus Dur yang mengenakan setelan jas berdiri di samping Paus Yohanas Paulus II. Pertemuan Presiden keempat RI dengan pimpinan tertinggi Gereja Katolik itu diabadikan di Vatikan pada April 2000.
Lantai paling atas digunakan untuk tempat para santri untuk beristirahat dan menginap.
Halim menceritakan perannya sebagai orangtua, guru, sekaligus sahabat bagi anak-anak jalanan.
Baca juga: Kisah Aryan "Selamatkan" Temannya 2 Menit Jelang Air India Jatuh
Menurutnya, mereka yang hidup di jalanan juga punya harapan untuk kembali.
Beban yang terasa kian berat mendorong mereka untuk mencari jalan pulang. Namun, berapa banyak yang bersedia menjadi penunjuk arah?
“Persoalannya, agama tidak benar-benar hadir di tengah mereka. Padahal ada problem di balik itu, masalah kita bersama,” tutur pria kelahiran Indramayu 12 Juli 1974 itu.
Baca juga: Cerita Para Pasien Kanker Vagina, Ini Gejala Awal yang Mereka Rasakan
Inisiatif mendirikan Pesantren Tasawuf Underground bermula dari kegiatan pengajian Ustaz Halim pada 2017. Kala itu ia mendatangi sejumlah komunitas Punk.
Perlahan Halim mengumpulkan para muridnya di beberapa tempat, salah satunya di kolong jalan layang Tebet, Jakarta Selatan.
Halim memahami peliknya persoalan yang dihadapi anak-anak jalanan. Bukan tanpa alasan mereka memilih hidup di jalan.
Baca juga: Tanda-tanda Gula Darah Rendah di Kepala, Dada, Perut, dan Kulit, Apa Saja?