Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Dr. Eng. IB Ilham Malik
Dosen

Akademisi Institut Teknologi Sumatera (ITERA). Penggiat di Masyarakat Transportasi Indonesia (sejak 2006), penggiat di Forum Studi Transportasi antar Perguruan Tinggi/FSTPT (sejak 2015), anggota World Society for Transport and Land Use Researcher (sejak 2016), dan penggiat di Intelligent Transportation System/ITS, Indonesia yang merupakan bagian dari ITS Asia Pacific (sejak 2022).

Rencana Penerapan Jalan Berbayar di Jakarta Berbasis Asumsi?

Kompas.com - 03/02/2023, 08:43 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

GAGASAN penerapan ERP (eletronic road pricing) atau jalan berbayar di Jakarta bisa dimaklumi karena rendahnya jumlah perpindahan pengguna kendaraan pribadi yang menjadi pengguna angkutan umum.

Dengan asumsi banyak pengendara kendaraan pribadi enggan berpindah ke angkutan umum, maka pengguna kendaraan pribadi mesti diberi “sanksi” berupa jalan berbayar dan hal ini dianggap sebagai retribusi atas peran pengendara kendaraan pribadi atas macetnya jalan raya.

Kemacetan lalu lintas menimbulkan banyak dampak negatif seperti polusi, pemborosan bahan bakar minyak (BBM), waktu terbuang percuma sehingga produktivitas menurun, kualitas barang menurun karena lama dalam perjalanan. Keengganan pengendara kendaraan pribadi beralih ke angkutan umum menimbulkan masalah pada sektor lain.

Baca juga: Adakah yang Diuntungkan dari Kebijakan Jalan Berbayar di Jakarta?

Namun, benarkah pengendara kendaraan pribadi tidak berpindah ke angkutan umum karena enggan? Jangan-jangan aksesibilitas angkutan umumnya yang belum memadai? Misalnya, apakah tempat tinggal dan tempat bekerja mereka terhubung oleh angkutan umum? Apakah tersedia halte untuk mengakses angkutan umum? Apakah perjalanan dari halte bisa diakses dengan trotoar memadai menuju ke tujuan?

Tanpa Data

Tidak ada jawaban berdasarkan data untuk semua pertanyaan itu. Dari berbagai dokumen yang ada, semuanya terlihat hanya “asumsi” tanpa identifikasi data. Cenderung menyajikan fakta di tempat lain dan expert judgment (penilaian ahli).

Bagaimana kondisi riil di Jakarta? Masih belum terlihat dalam database akademik yang bisa didiskusikan. Setidaknya itu yang saya lihat dari sekian banyak dokumen yang ada terkait dengan kajian dan telaah ERP di Jakarta.

Soal lainnya, apakah pengendara kendaraan pribadi yang melintasi ruas jalan yang macet merupakan orang/kendaraan yang sama atau berbeda-beda? Mengapa hal ini perlu dicek. Jika kendaraan pribadinya sama, itu artinya kendaraan tersebut melintasi jalan macet itu karena tempat kegiatannya berada di koridor jalan tersebut atau di ujung jalan yang selalu macet tersebut.

Karena mereka sudah difasilitasi jaringan angkutan umum, misalnya, dari tempat tinggalnya ke tempat bekerjanya, maka bisa saja mereka diberi kewajiban untuk membayar retribusi jalan berbayar (congestion pricing). “Keengganan” pengendara itu untuk menggunakan angkutan umum telah menimbulkan kemacetan lalu lintas yang implikasinya macam-macam. Padahal mereka sudah diberi akses angkutan umum yang memadai.

Jika orang/kendaraan yang melintasi jalan tersebut adalah orang/kendaraan yang berbeda-beda, itu artinya mereka hanyalah pelintas jalan raya tersebut. Tujuan mereka sebenarnya bisa dicapai dengan menggunakan ruas jalan lain. Tetapi mereka malah memilih jalan tersebut sehingga akhirnya menimbulkan kemacetan.

Dalam kasus semacam itu, orang-orang tersebut memang tidak bisa shifting ke angkutan umum karena perjalanan mereka berbeda dengan bayangan pengelola kota.

Pertanyaannya, apakah pemda punya data terkait hal semacam itu? Apakah sudah ada data dan analisa terkait dengan hal itu?

Baca juga: Tanggapi Demo Ojol Tolak ERP, Heru Budi Sebut Penyusunan Aturan Jalan Berbayar Masih Lama

Jika belum, bagaimana menetapkan dasar tentang perlunya suatu kebijakan yang sensitif tersebut di Jakarta?  Jalan berbayar seharusnya dikenakan pada warga yang kotanya sudah memiliki coverage services area angkutan umum yang mencapai 100 persen.

Jika pun cakupan layanan angkutan umum tersedia di seluruh wilayah kota, tidak bisa serta merta langsung masuk ke tahapan ERP. Harus ada instrumen lain yang membuat warga enggan gunakan kendaraan pribadi.

Instrumen-instrumen itu adalah: 1) Proses yang ketat untuk pembelian kendaraan pribadi;  2) Penerapan pajak kendaraan tinggi; 3) Penerapan pajak parkir yang mahal; dan 4) Penataan guna lahan (RDTR) yang “benar”. Jika semua itu sudah dijalankan, baru bisa masuk ke tahapan penerapan jalan berbayar.

Data terkait hal itu, sejauh ini, masih belum ada, paling tidak belum ada data dan analisa yang di publikasikan terkait hal tersebut.

Halaman:


Terkini Lainnya
Seharian Menyusuri Blok M, Pusat Urban Jakarta yang Tak Pernah Tidur
Seharian Menyusuri Blok M, Pusat Urban Jakarta yang Tak Pernah Tidur
Megapolitan
Warga Kota Tangerang Diminta Aktif Laporkan Penyalahgunaan Narkoba, Ini Nomor Kontaknya
Warga Kota Tangerang Diminta Aktif Laporkan Penyalahgunaan Narkoba, Ini Nomor Kontaknya
Megapolitan
Suami Penganiaya Istri yang Ngadu ke Damkar Bekasi Ditangkap
Suami Penganiaya Istri yang Ngadu ke Damkar Bekasi Ditangkap
Megapolitan
Ibu yang Bawa Anak Kecil Menipu di Minimarket, Modus Belanja untuk Amal Rp 25 Juta
Ibu yang Bawa Anak Kecil Menipu di Minimarket, Modus Belanja untuk Amal Rp 25 Juta
Megapolitan
Kisah Pakde Kamto, Generasi Kedua Penjaga Cita Rasa Gultik Blok M
Kisah Pakde Kamto, Generasi Kedua Penjaga Cita Rasa Gultik Blok M
Megapolitan
Pengunjung Senang Perpustakaan Blok M Banyak Koleksi, tapi Tempat Duduk Minim
Pengunjung Senang Perpustakaan Blok M Banyak Koleksi, tapi Tempat Duduk Minim
Megapolitan
Saat Ibu Hanya Bisa Berdoa Anak Selamat dari Iran...
Saat Ibu Hanya Bisa Berdoa Anak Selamat dari Iran...
Megapolitan
Pramono Pastikan Penutupan 32 Ruas Jalan Saat JAKIM 2025 Tak Ganggu Lalin
Pramono Pastikan Penutupan 32 Ruas Jalan Saat JAKIM 2025 Tak Ganggu Lalin
Megapolitan
2 WNA China Ditangkap Imigrasi Jakut sebab Pakai Perusahaan Fiktif untuk Izin Tinggal
2 WNA China Ditangkap Imigrasi Jakut sebab Pakai Perusahaan Fiktif untuk Izin Tinggal
Megapolitan
Anak yang Aniaya Ibu di Bekasi Ancam Bunuh Paman karena Kesal Dinasihati
Anak yang Aniaya Ibu di Bekasi Ancam Bunuh Paman karena Kesal Dinasihati
Megapolitan
Menelusuri Pejaten Animal Shelter, Tempat Babi Hutan Lepas dan Acak-acak Permukiman
Menelusuri Pejaten Animal Shelter, Tempat Babi Hutan Lepas dan Acak-acak Permukiman
Megapolitan
Perpustakaan Taman Literasi Blok M, Ruang Teduh di Tengah Hiruk Pikuk Jakarta
Perpustakaan Taman Literasi Blok M, Ruang Teduh di Tengah Hiruk Pikuk Jakarta
Megapolitan
Pemprov Jakarta Cairkan Bansos KLJ, KPDJ, dan KAJ untuk Bulan Juni 2025
Pemprov Jakarta Cairkan Bansos KLJ, KPDJ, dan KAJ untuk Bulan Juni 2025
Megapolitan
Tiang Listrik di Cengkareng Jakbar Nyaris Roboh dan Bahayakan Warga
Tiang Listrik di Cengkareng Jakbar Nyaris Roboh dan Bahayakan Warga
Megapolitan
TMII Gelar Festival Palang Pintu Akhir Pekan Ini, Catat Tanggalnya
TMII Gelar Festival Palang Pintu Akhir Pekan Ini, Catat Tanggalnya
Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau