Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Teten Masduki: Kalau Penyelundupan Baju Impor Disetop, Pedagang Juga Bisa Jualan Pakaian Lokal

Kompas.com - 21/03/2023, 08:20 WIB
Rizky Syahrial,
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Menkop UKM), Teten Masduki menilai, jika baju bekas impor dihentikan, pedagang thrift akan beralih untuk menjual baju lokal.

"Saya kira kan pedagang itu berlaku untuk konsep market lah, supply and demand. Kalau misalnya nanti kita stop penyelundupan impor pakaian bekas, mereka juga bisa jualan pakaian jadi produk lokal," ucap Teten saat ditemui Kompas.com di kantornya, Senin (20/3/2023).

Baca juga: Teten Masduki: Pemerintah Memerangi Penyelundupan Baju Bekas, Bukan Thrifting

Ia menuturkan, pemerintah juga memikirkan nasib produsen baju lokal yang terus terkikis dan bangkrut akibat penjualan baju bekas impor tersebut.

"Yang harus kita pikirkan, kesempatan lapangan kerja di dalam negeri akan tergerus sekitar satu juta orang," imbuh dia.

Menurut Teten, jika berbicara pakaian impor bekas, hanya menguntungkan pada sisi pedagang saja.

Namun, lapangan kerja di produsen baju lokal lama-lama akan hilang.

"Sebab kalau kita hanya impor pakaian jadi atau pakaian bekas, hanya si pedagangnya saja, lapangan kerja yang tercipta di hulunya hilang. Kenapa itu enggak dipertanyakan gitu," papar dia.

Baca juga: Bantah Bisnis Baju Bekas Impor Rugikan UMKM, Pedagang: Produk Fesyen Paling Besar Justru Datang dari China

Ia menegaskan, produsen baju lokal harus dilindungi karena dampaknya akan jauh lebih besar.

"Justru yang seharusnya dilindungi produsennya, karena dengan ini kita multiple effect-nya akan lebih besar. Lapangan kerja di hulu, kemudian lapangan kerja di hilirnya pedagangnya gitu," terang dia.

Teten menilai, masyarakat jangan hanya memandang soal pedagang baju bekas impor saja, tetapi ada produsen baju lokal yang mandek dan bahkan tidak berjalan alur usahanya.

"Yang sekarang diramaikan publik itu para pengecer pakaian bekas. Tapi, enggak melihat juga dengan lapangan kerja di sektor produksinya para pelaku produsen UMKM-nya mati. Enggak fair juga. Para pedagang ini juga harus kita pikirkan alur usahanya," pungkas dia.

Sebelumnya, Pemerintah melarang para pedagang usaha baju bekas impor atau thrift karena merusak pasar usaha mikro kecil menengah (UMKM) serta untuk mencegah bakteri atau penyakit yang terdapat di baju tersebut.

Baca juga: Baju Bekas Impor Disebut Bikin Gatal-gatal, Pedagang: Kakek Nenek Saya Sudah 40 Puluh Tahun Pakai tapi Tak Begitu

Larangan soal thrift ini sudah tertulis pada Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 18 Tahun 2021, tentang Barang Dilarang Ekspor dan Barang Dilarang Impor.

Hal ini tertera pada Pasal 2 ayat 3 yang tertulis bahwa barang dilarang impor, salah satunya adalah berupa kantong bekas, karung bekas, dan pakaian bekas.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Komentar
pakaian lokal bahannya jelek tapi harga mahal, apalagi yg bahannya ok, gak terjangkau orang kebanyakan...nah kalau mau jahit sendiri...ampun ongkos jahitnya mahal"....cek aja ke tk jahit...jadi yg terbaik, tingkatkan mutu dan turunkan harganya...


Terkini Lainnya
Lurah Pulau Panggang 2 Kali Mangkir dari Panggilan Camat Soal Dugaan Penggelapan Dana
Lurah Pulau Panggang 2 Kali Mangkir dari Panggilan Camat Soal Dugaan Penggelapan Dana
Megapolitan
Istri Zulkarnaen Dituntut 10 Tahun Penjara, Sembunyikan Uang Judol Kominfo Suaminya
Istri Zulkarnaen Dituntut 10 Tahun Penjara, Sembunyikan Uang Judol Kominfo Suaminya
Megapolitan
Pengamen di Jaktim 2 Kali Coba Kabur Usai Terjaring Razia PMKS
Pengamen di Jaktim 2 Kali Coba Kabur Usai Terjaring Razia PMKS
Megapolitan
80 Persen Warga Perumahan Subsidi di Bekasi Angkat Kaki Usai Dilanda Banjir Bertubi-tubi
80 Persen Warga Perumahan Subsidi di Bekasi Angkat Kaki Usai Dilanda Banjir Bertubi-tubi
Megapolitan
Kebijakan Rombel 50 Siswa Dedi Mulyadi Dinilai sebagai Solusi Tambal Sulam
Kebijakan Rombel 50 Siswa Dedi Mulyadi Dinilai sebagai Solusi Tambal Sulam
Megapolitan
Lurah Pulau Panggang Diberhentikan Sementara Usai Tak Masuk Kerja 8 Hari
Lurah Pulau Panggang Diberhentikan Sementara Usai Tak Masuk Kerja 8 Hari
Megapolitan
Ledakan Gas Saat Memasak, Enam Pegawai Rumah Makan di Bekasi Luka Bakar
Ledakan Gas Saat Memasak, Enam Pegawai Rumah Makan di Bekasi Luka Bakar
Megapolitan
Sampah Jakarta Siap Diubah Jadi Listrik, Pembangunan 4 PLTSa Dapat Restu Prabowo
Sampah Jakarta Siap Diubah Jadi Listrik, Pembangunan 4 PLTSa Dapat Restu Prabowo
Megapolitan
54 Koperasi Merah Putih Resmi Beroperasi di Tangsel, Siap Gerakkan Ekonomi Warga
54 Koperasi Merah Putih Resmi Beroperasi di Tangsel, Siap Gerakkan Ekonomi Warga
Megapolitan
Pemotor yang Tewas Ditabrak Mobil di Kebayoran Baru Lulus Kuliah di Bandung
Pemotor yang Tewas Ditabrak Mobil di Kebayoran Baru Lulus Kuliah di Bandung
Megapolitan
Diplomat Kemlu Sempat ke Pusat Perbelanjaan Sebelum Ditemukan Tewas
Diplomat Kemlu Sempat ke Pusat Perbelanjaan Sebelum Ditemukan Tewas
Megapolitan
600 Ribu Pemain Judol di Jakarta, Pemprov DKI Perketat Pengawasan ASN
600 Ribu Pemain Judol di Jakarta, Pemprov DKI Perketat Pengawasan ASN
Megapolitan
Rajo Emirsyah Dituntut 15 Tahun Penjara dalam Kasus Judol Kominfo
Rajo Emirsyah Dituntut 15 Tahun Penjara dalam Kasus Judol Kominfo
Megapolitan
Diterjang Banjir Bertubi-tubi, Perumahan Subsidi di Bekasi Sepi Bak 'Rumah Hantu'
Diterjang Banjir Bertubi-tubi, Perumahan Subsidi di Bekasi Sepi Bak "Rumah Hantu"
Megapolitan
600 Ribu Warga Jakarta Main Judi Online, PPATK: Deposit Tembus Rp 3 Triliun
600 Ribu Warga Jakarta Main Judi Online, PPATK: Deposit Tembus Rp 3 Triliun
Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Vonis Tom Lembong Lebih Rendah dari Tuntutan, Kejagung Resmi Banding
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau