Star Energy misalnya, yang memiliki kontrak kerja sama dengan pemerintah di Blok Kakap, Laut Natuna; Blok Sebatik di Kalimatan Utara; dan Blok Sekayu di Sumatera Selatan, terpaksa menunda belanja sampai tahun 2017 mendatang.
Direktur Utama Star Energy Rudy Suparman menuturkan, perusahaannya telah melakukan langkah-langkah efisiensi mulai akhir tahun 2015, merenspon tren penurunan harga minyak mentah.
“Kami melakukan banyak efisiensi di opex (operational expenditure/biaya operasi). Kami coba untuk memangkas semuanya. Kalau capex kami coba tunda ke tahun 2017 dengan harapan pada saat itu harga crude sudah naik lagi,” kata Rudy kepada Kompas.com, Kamis (28/1/2016).
Tak hanya Star Energy, ExxonMobil Cepu Limited juga terus melakukan upaya pengelolaan resiko akibat harga minyak mentah yang begitu rendah.
“Untuk mengelola risiko yang terkait harga, ExxonMobil mengevaluasi rencana tahunan dan semua investasi dengan berbagai skenario harga,” kata Erwin Maryoto, Vice President, Public and Government Affairs, ExxonMobil Cepu Limited, melalui surat elektronik kepada kompas.com, Kamis.
Erwin menambahkan, perusahaan menilai bahwa operasi yang akan terus sukses dalam berbagai kondisi pasar adalah hasil dari pendekatan yang terarah dalam hal investasi, pengelolaan pengeluaran, dan program memaksimalkan aset.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said mengatakan, pemerintah terus mengantisipasi kegiatan hulu migas akibat anjloknya harga minyak mentah.
“Namun juga belum ada keputusan untuk memberikan insentif dan bayangan split seperti apa yang disiapkan,” kata Sudirman, Rabu (27/1/2016).
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update topik ini dan notifikasi penting di Aplikasi KOMPAS.com. Download sekarangNyalakan notifikasi untuk berita terbaru! Jangan lewatkan update berita dari Kompas.com.