Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Dampak Negatif Jika Pemerintah Kembali Perlonggar Ekspor Konsentrat

Kompas.com - 25/09/2016, 20:30 WIB
Estu Suryowati

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Rencana pemerintah melonggarkan kembali ekspor konsentrat mendapat respons dari sejumlah kalangan. Salah satunya, organisasi non-pemerintah Publish What You Pay (PWYP).

Menurut Koordinator Nasional PWYP Indonesia Maryati Abdullah jika benar rencana tersebut direalisasikan, maka akan muncul sejumlah dampak negatif.

Pertama, relaksasi ekspor konsentrat memunculkan ketidakpastian hukum dalam kegiatan usaha pertambangan di Indonesia.

Baca juga: KPK OTT Wamenaker Immanuel Ebenezer

Maryati mengatakan, sejak dikeluarkannya Undang-undang Nomor 4 tahun 2009, sejumlah aturan turunan yang dibuat, diubah, dan direvisi yang menunjukkan inkonsistensi regulasi pemerintah dalam hal hilirisasi mineral.

"Relaksasi ini bahkan indikasi ketidakpastian hukum dalam kegiatan ekonomi sektor minerba. Saya khawatir ini menimbulkan buruknya iklim investasi di mata dunia dan pelaku usaha dalam negeri," kata Maryati dalam sebuah diskusi di Jakarta, Minggu (25/9/2016).

Kedua, pembukaan kembali keran ekspor konsentrat dapat mengacaukan upaya pembenahan dan penataan izin usaha pertambangan (IUP) di Indonesia.

Baca juga: Tangis 72 Siswa SMAN 5 Bengkulu yang Diberhentikan Mendadak, Kepsek Angkat Bicara

Maryati mengatakan, saat ini ada 6.541 IUP Mineral baik logam, nonlogam, dan batuan yang diterbitkan oleh pemerintah daerah. Sebanyak lebih kurang 2.500 diantaranya belum mengantongi status Clean and Clear (CNC).

"Ini situasi darurat. Kalau relaksasi terjadi, pertambangan (ilegal) akan massif, eksploitasi sumber daya alam akan terjadi secara besar-besaran, akan terjadi pembukaan lahan dan hutan yang itu dapat menimbulkan berbagai konflik," ucap Maryati.

Ketiga, relaksasi ekspor konsentrat akan menjerat Indonesia kembali pada kegiatan ekonomi eksploitatif ala kolonial. Maryati mengatakan, dalam kegiatan ini sumber daya alam hanya dipandang sebagai sebuah komoditas.

Baca juga: Prabowo Mau Tindak Jenderal Beking Tambang, Sahroni: Gampang, Tangkap Saja Dulu Semua

"Seharusnya, pemerintah mengubah pola pikir bahwa sumber daya alam itu adalah sebagai aset. Salah satu strateginya adalah dengan strategi peningkatan nilai tambah atau hilirisasi," ucap Maryati.

(Baca: Pemerintah Diperkirakan Bakal Kembali Perlonggar Ekspor Konsentrat )

Kompas TV Freeport Belum Kantongi Izin Ekspor Baru
Terangi negeri dengan literasi, satu buku bisa membuka ribuan mimpi. Lewat ekspedisi Kata ke Nyata, Kompas.com ingin membawa ribuan buku ke pelosok Indonesia. Bantu anak-anak membaca lebih banyak, bermimpi lebih tinggi. Ayo donasi via Kitabisa!

Berikan Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Toko Robot Pertama di China Tawarkan Kredit, Servis hingga Suku Cadang
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau