Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menurut Ekonom, Ini Kepentingan Investor dan Pekerja di RUU Cipta Kerja

Kompas.com - 12/03/2020, 17:57 WIB
Sakina Rakhma Diah Setiawan

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Penyelesaian draf omnibus law RUU Cipta Kerja yang ditargetkan selama 100 hari ke depan masih belum terlihat.

RUU ini pun memperoleh banyak tanggapan dari beragam pihak, mulai dari pujian hingga kritik.

Menurut dosen ekonomi dan keuangan FEBI Universitas Islam Negeri (UIN) Bandung Setia Mulyawan, RUU Cipta Kerja dapat menyelaraskan kepentingan investor dan pekerja.

"Dalam RUU omnibus law yang sedang hangat dibicarakan ini, kepentingan investor dan pekerja secara seimbang diakomodasi," jelas Setia dalam keterangannya, Kamis (12/3/2020).

Baca juga: Peneliti: Omnibus Law Cipta Kerja Rugikan Pekerja

Setia menjelaskan, investor pasti berkepentingan terhadap regulasi yang memudahkan dan cepat, biaya murah untuk berbagai urusan seperti perizinan, tenaga kerja dan lainnya.

"Kepentingan lainnya adalah jaminan keamanan investasi, juga keberlangsungan usaha terjaga," sebutnya.

Sementara itu, kepentingan pekerja antara lain upah yang sesuai atau lebih baik dari standar hidup layak, dan jaminan keberlangsungan bekerja.

"Pekerja juga butuh ketenangan, kenyamanan bekerja dan penghargaan atas masa kerja. Tentu masih ada kepentingan-kepentingan lain, tapi secara umum jika ini tercukupi ya iklim usaha secara umum akan kondusif," imbuh dia.

Baca juga: Omnibus Law Cipta Kerja Fokus pada Tujuh Juta Pencari Kerja

Setia memandang, kedua kepentingan ini yang dicoba untuk dipertemukan di dalam RUU Cipta Kerja. Sebab, bila dilihat dari klaster drafnya, RUU ini mengakomodasi dua kepentingan tersebut.

"Meskipun dalam beberapa poin, wajar saja bila dikritisi dengan semangat memperbaiki," ungkapnya.

Selain itu, semangat RUU omnibus law adalah dalam mengatasi masalah pengangguran. RUU ini memang diharapkan mendorong dengan cepat penambahan lapangan kerja, mengurangi pengangguran, lapangan kerja yang sudah ada juga tidak berpindah ke negara lain yang lebih kompetitif.

"Ini kan catatan penting yang selama ini banyak dibicarakan. Sudah ada lapangan kerja, terus pindah ke negara tetangga karena kita kalah kompetitif," terangnya.

Baca juga: Omnibus Law Cipta Kerja Fokus pada Tujuh Juta Pencari Kerja

Mengutip data Kemenko Perekonomian RI tahun 2020, Mulyawan menyebutkan angka pengangguran saat ini mencapai 7,05 juta dan angkatan kerja mencapai 2,24 juta.

Sementara masyarakat dalam kategori setengah penganggur sebanyak 8,14 juta, dan pekerja paruh waktu 28,41 juta.

"Jadi total 45,84 juta atau 34, 4 persen angkatan kerja bekerja tidak penuh. Bayangkan jika ditambah jumlah penduduk yang bekerja pada sektor informal sebanyak 70,49 juta orang atau 55,72 persen dari total penduduk yang bekerja. Ini jumlah yang memang harus dipastikan solusinya," tutur Setia.

Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini

Berikan Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE


Terkini Lainnya
Aturan Impor BBM Bikin SPBU Swasta Merana, KPPU: Pilihan Konsumen Berkurang 
Aturan Impor BBM Bikin SPBU Swasta Merana, KPPU: Pilihan Konsumen Berkurang 
Energi
IHSG Hari Ini Diproyeksi Melemah Usai Capai Level 8.000, Simak Rekomendasi Saham Jumat
IHSG Hari Ini Diproyeksi Melemah Usai Capai Level 8.000, Simak Rekomendasi Saham Jumat
Cuan
Kabar Baik, Gaji Guru, Dosen, Penyuluh, TNI-Polri Pasti Naik Usai Perpres 79 Tahun 2025 Terbit
Kabar Baik, Gaji Guru, Dosen, Penyuluh, TNI-Polri Pasti Naik Usai Perpres 79 Tahun 2025 Terbit
Ekbis
Regulasi Jadi PR Besar Industri Panas Bumi, RI Harus Belajar dari Filipina, Turki, hingga Kenya
Regulasi Jadi PR Besar Industri Panas Bumi, RI Harus Belajar dari Filipina, Turki, hingga Kenya
Energi
Penyaluran Bansos Triwulan III 2025 Capai 75 Persen, Ini Rinciannya
Penyaluran Bansos Triwulan III 2025 Capai 75 Persen, Ini Rinciannya
Ekbis
Menkeu Purbaya Sebut Gugatan Tutut Soeharto di PTUN Sudah Dicabut
Menkeu Purbaya Sebut Gugatan Tutut Soeharto di PTUN Sudah Dicabut
Ekbis
BPNT Rp 600.000 September 2025 Sudah Cair, Cek Nama Penerima di Sini
BPNT Rp 600.000 September 2025 Sudah Cair, Cek Nama Penerima di Sini
Ekbis
Pemerintah Diminta Fokus Ketahanan Energi, Gas Jadi Prioritas
Pemerintah Diminta Fokus Ketahanan Energi, Gas Jadi Prioritas
Energi
RI-Taiwan Kembangkan Teknologi Penangkapan Karbon Industri, Bisa Kurangi 80 Persen Polusi Pabrik
RI-Taiwan Kembangkan Teknologi Penangkapan Karbon Industri, Bisa Kurangi 80 Persen Polusi Pabrik
Industri
 Kemenkeu Siapkan Rp 500 Miliar untuk Tambah Bansos Pangan Dengan Minyak Goreng 2 Liter
Kemenkeu Siapkan Rp 500 Miliar untuk Tambah Bansos Pangan Dengan Minyak Goreng 2 Liter
Ekbis
DeepSeek Klaim Latih Model AI dengan Biaya Hanya 294.000 Dollar AS
DeepSeek Klaim Latih Model AI dengan Biaya Hanya 294.000 Dollar AS
Ekbis
AHY Ingatkan Jakarta Utara Berpotensi Tenggelam, Permukaan Tanahnya Turun 1-1,5 Meter dalam 10 Tahun
AHY Ingatkan Jakarta Utara Berpotensi Tenggelam, Permukaan Tanahnya Turun 1-1,5 Meter dalam 10 Tahun
Ekbis
Wall Street Menguat, Saham Berkapitalisasi Kecil Cetak Rekor di Tengah Penurunan Suku Bunga Acuan
Wall Street Menguat, Saham Berkapitalisasi Kecil Cetak Rekor di Tengah Penurunan Suku Bunga Acuan
Cuan
Setelah The Fed Memangkas Suku Bunga
Setelah The Fed Memangkas Suku Bunga
Ekbis
Demam Robot Humanoid di China Bikin Howard Huang Jadi Miliarder
Demam Robot Humanoid di China Bikin Howard Huang Jadi Miliarder
Ekbis
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
"Saling Serang" Netanyahu-Erdogan soal Status Kota Yerusalem
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau
Kompas.com

Nyalakan notifikasi untuk berita terbaru! Jangan lewatkan update berita dari Kompas.com.