Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tolak RUU Cipta Kerja, KSPI: Bohong Kalau Omnibus Law Disahkan Mampu Selesaikan Resesi

Kompas.com - 22/09/2020, 11:07 WIB
Ade Miranti Karunia,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menegaskan pihaknya tetap menolak omnibus law RUU Cipta Kerja, khususnya klaster ketenagakerjaan.

Presiden KSPI Said Iqbal mengatakan, omnibus law tak mampu menyelesaikan masalah krisis ekonomi akibat pandemi Covid-19.

"Sebaiknya pemerintah fokus dalam masalah covid 19, ancaman jutaan PHK, dan resesi ekonomi. Tidak perlu membahas Omnibus. Bohong kalau Omnibus Law disahkan akan menyelesaikan masalah resesi ekonomi, investor berbondong-bondong masuk ke indonesia, dan masalah PHK akan tertanggulangi," katanya melalui keterangan tertulis, Selasa (22/9/2020).

Baca juga: RUU Cipta Kerja Dinilai Bisa Berdampak Positif untuk Iklim Investasi

Dia menyebutkan, tidak ada satu pun negara di dunia yang membuat Omnibus Law  dalam strategi menyelesaikan masalah tersebut.

Buruh meminta para menteri tidak usah berkomentar yang mengintimidasi rakyat dan buruh dengan selalu mengatakan dalam waktu dekat RUU Cipta Kerja akan disahkan.

Said menilai, hal itu hanya bertujuan sebagai psywar, intimidasi, dan menciptakan kepanikan untuk rakyat dan buruh.

Menurut dia, berdasarkan pernyataan Pimpinan DPR RI, Panja Baleg, dan Fraksi di DPR RI kepada buruh dalam tim perumus,  tidak ada target waktu dalam pembahasan RUU Cipta Kerja.  Namun hanya ada target isi atau hasil RUU Cipta Kerja yang bisa diterima semua pihak.

"Bahkan Wakil Ketua DPR RI dan Panja Baleg RUU Cipta Kerja kepada tim perumus yang dibentuk oleh DPR RI bersama serikat pekerja mengatakan tidak mungkin dalam waktu dekat hingga akhir tahun ini disahkan. Sekarang saja baru dibahas bab 7 dan bab 4 tentang klaster ketenagakerjaan nanti dibahas terakhir. Sementara sikap buruh tetap menolak disahkan," tegasnya.

dia menekankan, sikap buruh yang sudah disampaikan kepada jajaran penjabat legislatif di DPR RI adalah keluarkan klaster ketenagakerjaan dari RUU Cipta Kerja atau tidak boleh mengubah, mengurangi isi UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

"Bila ada permasalahan perburuhan yang belum diatur dalam UU No.13/2003 seperti penguatan fungsi pengawasan perburuhan, peningkatan produktifitas melalui pelatihan dan pendidikan, pengaturan regulasi pekerja industri startup, pekerja paruh waktu, pekerja tenaga ahli, dan sebagainya dalam rangka meningkatkan investasi dan menghadapi revolusi industri 4.0 maka mari kita dialog untuk dimasukan dalam omnibus law. Tapi tidak boleh sedikitpun mengubah apalagi mengurangi isi UU No.13/2003," ujarnya.

Adapun yang ditolak buruh dari Omnibus Law RUU Cipta Kerja antara lain hilangnya UMK dan UMSK, adanya upah padat karya, kenaikan upah minimal hanya pertumbuhan ekonomi tanpa menambah inflasi, PHK dipermudah, hak upah atas cuti hilang, cuti haid hilang.

Bakal berlakunya karyawan kontrak seumur hidup, karyawan outsourcing seumur hidup, nilai pesangon dikurangi bahkan komponennya ada yang dihilangkan, jam kerja eksploitatif, TKA buruh kasar mudah masuk ke indonesia mengancam lapangan kerja untuk pekerja lokal, jaminan kesehatan dan pensiun hilang dengan berlakunya sistem kontrak, serta sanksi pidana dihapus.

Baca juga: Berbagai Kontradiksi di Balik RUU Cipta Kerja

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Whats New
Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Whats New
Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Whats New
Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Whats New
KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

Whats New
Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com