Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KKP Kaji Pelegalan dan Pelarangan Alat Tangkap Ikan, Ini Jenis-jenisnya

Kompas.com - 31/01/2021, 16:03 WIB
Fika Nurul Ulya,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) masih mengkaji beberapa alat penangkap ikan (API) yang sebelumnya dilarang maupun sudah diatur dalam Peraturan Menteri lama.

Kajian itu nantinya akan memperbaiki Peraturan Menteri (Permen) yang baru, yakni Permen Nomor 59 Tahun 2020 tentang Jalur Penangkapan dan Alat Penangkapan Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia dan Laut Lepas.

Hingga saat ini, Menteri KP Sakti Wahyu Trenggono mengatakan, meski Permen 59/2020 sudah disahkan, pihaknya akan mengkaji lebih lanjut aturan baru, lantaran dia baru duduk di kursi menteri sekitar sebulan lebih.

Baca juga: KKP Akan Diskusi dengan Nelayan Kepri Sebelum Kirim Kapal Cantrang ke Natuna

Dalam aturan baru, ada beberapa alat tangkap yang diubah pengaturannya. Sementara beberapa alat tangkap lain boleh digunakan kembali setelah sebelumnya dilarang. Ada pula alat tangkap yang tetap dilarang.

Berikut ini alat-alat tangkap yang diatur dalam aturan baru tersebut.

1. Alat tangkap yang sebelumnya dilarang

Dalam Permen 59/2020, ada 3 alat tangkap yang diperbolehkan kembali, yakni cantrang, pukat hela dasar udang, dan dogol.

Mengutip Permen 59 Tahun 2020, Minggu (31/1/2021), ada beberapa ketentuan legalisasi cantrang dalam aturan yang diundangkan pada 30 November 2020 itu.

Cantrang bakal menggunakan square mesh window pada bagian kantong. Tujuannya agar ketika ditarik, ikan-ikan kecil yang terjaring masih bisa lolos.

Jalur penangkapan bagi kapal di bawah 10-30 GT, hanya boleh beroperasi di jalur II dengan jarak 4-12 mil laut. Sedangkan bagi kapal di atas 30 GT, penggunaan alat tangkap cantrang hanya boleh di jalur III dengan jarak lebih dari 12 mil laut.

Bila melanggar, KKP menyatakan bakal melakukan penindakan, mengingat setiap izin kapal yang dikeluarkan pusat dilengkapi dengan VMS sehingga bisa dilacak.

Selain cantrang, ada dogol. Alat tangkap yang sebelumnya dilarang ini boleh beroperasi di jalur 1B dengan jarak 2-4 mil laut dan jalur II dengan jarak 4-12 mil laut. Wilayah operasinya hanya boleh di WPP 571, WPP 711, WPP 712, WPP 713, WPP 714, WPP 715, dan WPP 718.

Sedangkan untuk pukat hela dasar udang hanya boleh beroperasi di WPP 718 Laut Aru, Laut Arafuru, dan Laut Timor, yang karakter dasar perairannya bersubstrat pasir bercampur lumpur sebagai habitat udang.

Pukat hela dasar udang ini hanya boleh dioperasikan pada dasar perairan dengan kedalaman minimal 10 meter di jalur III dengan jarak lebih dari 12 mil.

"Dilengkapi perangkat pelolosan dan pereduksi hasil tangkapan sampingan, seperti TED (turtle Excluder Device)," sebut aturan tersebut.

2. Alat tangkap yang tetap dilarang

Dalam aturan tersebut, KKP juga merinci beberapa alat tangkap yang tetap dilarang. Beberapa alat tangkap yang dilarang, antara lain pair seiners, lampara dasar, pukat hela dasar berpalang, pukat hela dasar dua kapal, dan pukat hela dasar kembar berpapan.

Halaman:
Berikan Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE


Terkini Lainnya
Pelindo: Arus Peti Kemas Ekspor Impor Semester I-2025 Tumbuh 13,64 Persen
Pelindo: Arus Peti Kemas Ekspor Impor Semester I-2025 Tumbuh 13,64 Persen
Ekbis
Menteri Trenggono Sebut Tarif Trump Berimbas Pada Sektor Perikanan
Menteri Trenggono Sebut Tarif Trump Berimbas Pada Sektor Perikanan
Ekbis
Impor Migas dari AS Berpotensi Batal Jika Tarif Trump untuk RI Tidak Turun
Impor Migas dari AS Berpotensi Batal Jika Tarif Trump untuk RI Tidak Turun
Energi
IHSG Ditutup Menguat di Atas Level 7.100,  BBRI, PGEO, dan MBMA 'Top Gainers'
IHSG Ditutup Menguat di Atas Level 7.100, BBRI, PGEO, dan MBMA "Top Gainers"
Cuan
Kemenhub Sebut Korban Terbaliknya 'Speed Boat' di Mentawai Telah Dievakuasi
Kemenhub Sebut Korban Terbaliknya "Speed Boat" di Mentawai Telah Dievakuasi
Ekbis
212 Merek Beras Oplosan Beredar, Pengawasan Lemah, Siapa Tanggung Jawab?
212 Merek Beras Oplosan Beredar, Pengawasan Lemah, Siapa Tanggung Jawab?
Ekbis
Semester I-2025, KAI Gunakan 49,2 Persen Kuota BBM Subsidi untuk Layanan Penumpang dan Barang
Semester I-2025, KAI Gunakan 49,2 Persen Kuota BBM Subsidi untuk Layanan Penumpang dan Barang
Ekbis
Pabrik Tekstil Baru di Brebes Serap 8.000 Pekerja, Siap Produksi untuk H&M
Pabrik Tekstil Baru di Brebes Serap 8.000 Pekerja, Siap Produksi untuk H&M
Industri
Sri Mulyani Ajak DPR Anggap SBN Bukan Beban Utang Negara
Sri Mulyani Ajak DPR Anggap SBN Bukan Beban Utang Negara
Keuangan
RI Disarankan Kerja Sama Nuklir dengan Kanada Ketimbang AS, Begini Respons Wamen ESDM
RI Disarankan Kerja Sama Nuklir dengan Kanada Ketimbang AS, Begini Respons Wamen ESDM
Energi
Mudahkan Seller Baru, Lazada Buat Program 90 Hari Pertama dengan Insentif Menarik dan Dukungan AI
Mudahkan Seller Baru, Lazada Buat Program 90 Hari Pertama dengan Insentif Menarik dan Dukungan AI
Ekbis
DHL-BCA Kolaborasi Kurangi Jejak Karbon Logistik
DHL-BCA Kolaborasi Kurangi Jejak Karbon Logistik
Industri
Saham-Saham Prajogo Pangestu Menguat, Bagaimana Nilai Valuasinya?
Saham-Saham Prajogo Pangestu Menguat, Bagaimana Nilai Valuasinya?
Keuangan
BEI Catat Nilai Transaksi Perdagangan Karbon Capai Rp 77,95 Miliar hingga Juli 2025
BEI Catat Nilai Transaksi Perdagangan Karbon Capai Rp 77,95 Miliar hingga Juli 2025
Keuangan
Mantan Bos Gojek Nadiem Makarim Diperiksa Kejagung, Ini Respons Manajemen GoTo
Mantan Bos Gojek Nadiem Makarim Diperiksa Kejagung, Ini Respons Manajemen GoTo
Cuan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau