Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Rudiyanto
Direktur Panin Asset Management

Direktur Panin Asset Management salah satu perusahaan Manajer Investasi pengelola reksa dana terkemuka di Indonesia.
Wakil Ketua I Perkumpulan Wakil Manajer Investasi Indonesia periode 2019 - 2022 dan Wakil Ketua II Asosiasi Manajer Investasi Indonesia Periode 2021 - 2023.
Asesor di Lembaga Sertifikasi Profesi Pasar Modal Indonesia (LSPPMI) untuk izin WMI dan WAPERD.
Penulis buku Reksa Dana dan Obligasi yang diterbitkan Gramedia Elexmedia.
Tulisan merupakan pendapat pribadi

"Sell in May and Go Away", Mitos atau Fakta?

Kompas.com - 05/05/2021, 11:04 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Mengacu ke Wikipedia, Sell in May and Go Away adalah suatu strategi investasi saham berdasarkan teori bahwa pada periode November hingga April kinerja saham lebih baik dibandingkan rata-rata pertumbuhan bulan lainnya.

Dalam strategi ini, saham dijual pada awal Mei dan hasil penjualannya disimpan dalam bentuk kas atau reksa dana pasar uang. Baru kemudian masuk lagi di pasar saham pada bulan November nanti.

Berdasarkan definisi di atas, strategi ini mengasumsikan bahwa dari bulan Mei – Oktober merupakan periode yang tidak baik untuk investasi di saham. Sebaliknya periode November – April merupakan periode terbaik untuk berinvestasi di saham.

Baca juga: Jangan Langsung Baper, Begini Tips Investasi Saham saat Harganya Rontok

Apakah kenyataannya memang demikian? Pembahasan berdasarkan data IHSG dari tahun 2001 adalah sebagai berikut.

Pertama, apakah bulan Mei merupakan bulan yang buruk untuk saham?

Bagi orang awam ketika mendengar kata Sell in May, seolah-olah bulan ini memang buruk bagi saham sehingga harus dijual.

Data Infovesta/ Rudiyanto tabel pergerakan saham 1

Data Infovesta/ Rudiyanto tabel pergerakan saham 2

Berdasarkan data di atas, jika bulan terburuk IHSG adalah bulan yang paling banyak ruginya, maka seharusnya jatuh pada bulan Agustus dan November. Sebab dari 20 tahun data pengamatan, tercatat IHSG 11 kali turun dan 9 kali naik pada kedua bulan tersebut.

Probabilitas atau kemungkinan mengalami return positif adalah 45 persen,sementara untuk bulan Mei, tercatat naik 12 kali dan turun 8 kali, atau rasio bulan positifnya 60 persen.

Secara rata-rata, Agustus adalah bulan dengan rata-rata return paling kecil yaitu -1.81 persen. Sementara return bulanan terburuk pernah terjadi pada bulan Oktober dengan penurunan -31 persen pada tahun 2008 akibat krisis keuangan global.

Angka ini lebih dalam dari penurunan 16 persen pada Maret 2020, di mana terjadi krisis akibat pandemi COVID-19.

Yang menarik, bulan Desember adalah bulan yang tidak pernah negatif selama 20 tahun terakhir, bahkan di tahun terjadinya krisis besar seperti 2008 dan 2020.

Baca juga: Tips Investasi di Pasar Modal saat Pandemi Covid-19 ala Lo Kheng Hong

Kesimpulannya, Mei bukanlah bulan dengan kinerja terburuk untuk pasar modal Indonesia.

Kedua, Apakah periode Mei hingga Oktober buruk untuk saham dan November sampai April tahun depan baik untuk saham?

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com