Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sri Mulyani Akui Transisi Energi Butuh Biaya Besar

Kompas.com - 09/12/2021, 20:04 WIB
Ade Miranti Karunia,
Yoga Sukmana

Tim Redaksi

DENPASAR, KOMPAS.com - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengakui upaya Pemerintah Indonesia melakukan transisi energi membutuhkan biaya yang besar.

Hal ini diungkapkan oleh Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati dalam konferensi pers Finance and Central Bank Deputies Meetings (FCBD) di Nusa Dua, Bali, Kamis (9/12/2021).

"Sektor forestry dan land use yang paling besar kontribusinya untuk menurunkan CO2, biaya untuk mencapai penurunan 41 persen hingga mencapai Rp 90 triliun. Sedangkan sektor yang paling penting kedua untuk menurunkan CO2 adalah transport dan energy, itu penurunannya bisa merupakan penurunan CO2 terbesar, namun biayanya mahal sekali Rp 3.500 triliun," ucapnya.

pemerintah melalui Kementerian Keuangan berencana mengalokasikan anggaran negara untuk program menuju transisi ekonomi hijau. Kemenkeu saat ini memiliki program seperti penanaman mangrove, perbaikan dari sisi land management, serta kerja sama dengan Kementerian KLHK dalam kehutanan dan sosial.

Baca juga: Meski Ada Pandemi, LPS Catat Jumlah BPR yang Ditutup Masih di Level Rata-rata

Selain itu, pemerintah juga membangun transportasi massal seperti lintas rel terpadu (LRT), moda raya terpadu (MRT), dan kereta cepat yang tujuannya tak lain untuk mengurangi emisi karbon. Begitu pula dengan pembangunan pembangkit energi hijau yang ramah lingkungan.

Menurut Sri Mulyani, saat ini energi yang paling besar dikonsumsi adalah listrik. Oleh karena itu pemerintah berupaya agar penggunaan batu bara untuk konsumsi listrik bisa dikurangi demi mencapai target emisi karbon nol persen.

"Sektor yang paling besar nilai investasinya adalah energi karena ini menyangkut kebutuhan listrik. Saat ini, penduduk Indonesia itu konsumsi listriknya sekitar 1.000 per watt per kapita. Ini masih jauh di bawah rata-rata. Kalau di negara-negara maju bisa lima kali lipatnya. Berarti Indonesia konsumsi listriknya itu akan naik," paparnya.

Selain mengalokasikan APBN untuk transisi energi hijau, pemerintah berupaya meraih pendanaan melalui kerja sama dengan swasta. Saat ini, Kemenkeu tengah mengkaji dan menyusun kebijakan yang sesuai.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo buka suara terkait transisi menuju energi baru terbarukan (EBT) yang akan berdampak pada kenaikan tarif listrik di Indonesia. Jokowi menyebut, harga listrik ramah lingkungan jauh lebih mahal dibandingkan listrik dari fosil batu bara.

Hal ini disampaikan di sela membuka acara the 10th Indonesia EBTKE ConEx 2021, Senin (22/11/2021).

"Tahun lalu sebetulnya sudah masuk ke tema ini, tetapi juga belum ketemu jurusnya seperti apa, scheme-nya seperti apa. Tahun ini lagi, dibicarakan lagi dan scheme-nya juga belum ketemu," kata Jokowi.

Baca juga: 3 Faktor yang Buat Pemerintah Yakin Realisasi Investasi 2022 Tembus Rp 1.200 Triliun

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com