Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Krisis Pasokan Batu Bara, Komisi VII DPR: Alarm Dorong Energi Terbarukan

Kompas.com - 07/01/2022, 10:00 WIB
Yohana Artha Uly,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - DPR RI menilai, krisis pasokan batu bara yang dialami PT PLN (Persero) menjadi alarm bagi pemerintah untuk mendorong penerapan energi baru dan terbarukan (EBT) di Indonesia sejak dini.

Ketua Komisi VII DPR RI Sugeng Suparwoto mengatakan, krisis batu bara membuktikan adanya kesalahan dalam tata kelola sumber daya alam. Di sisi lain, krisis ini menjadi pengingat bahwa energi fosil sangat rentan sehingga perlu beralih ke energi terbarukan yang juga lebih ramah lingkungan.

Baca juga: Erick Thohir: Kami Akan Bentuk Subholding PLN, supaya Pelayanan ke Masyarakat Benar

"Kita perlu masuk energi baru terbarukan, terlebih memang semakin terbatas fosil ini, pasti fluktuatif dalam suply and demand. Kalau tidak imbang, pasti akan terjadi disparitas harga, ada distorsi,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Jumat (7/1/2022).

Politisi dari Parti Nasdem itu mengakui batu bara masih menjadi salah satu penyumbang terbesar pendapatan negara bukan pajak, namun dia mewanti-wanti resiko semakin terbatasnya ketersediaan.

Baca juga: Erick Thohir Sudah Wanti-wanti PLN soal Krisis Pasokan Batu Bara Sejak Awal 2021

Terlebih saat ini Indonesia sudah menandatangani Perjanjian Paris dan meratifikasi dalam hukum nasional melalui UU Nomor 16 Tahun 2016.

“Batu bara sangat rentan karena menjadi komoditas yang semakin terbatas, apalagi sudah semakin dibatasi karena polutif. Kita juga sudah meratifikasi perjanjian Paris. Hal ini menjadi dasar bahwa EBT sebuah keharusan dilakukan mitigasi. Kalau tidak kita mengalami turbulensi,” papar dia.

Baca juga: Soal Krisis Energi, Kementerian ESDM Dorong Energi Terbarukan

Krisis pasokan batu bara yang dialami PLN itu, membuat pemerintah pada akhirnya memutuskan melarang ekspor selama sebulan pada periode 1-31 Januari 2022.

Menurut Sugeng, larangan ekspor ini sebuah langkah yang terpaksa diambil di tengah kondisi yang merugikan semua pihak. Dirinya memandang kebijakan itu sekaligus kritik terhadap semua pihak, baik pemerintah selaku pembuat regulasi, PLN maupun perusahaan batu bara.

Baca juga: Soal DMO Batu Bara, Kadin: Kami Sejalan dengan Presiden

“Kalau semuanya strict terhadap Pasal 33 UUD 45, semestinya tidak boleh terjadi keputusan ini. Akhirnya semua dirugikan, satu pihak karena ketidakpatuhan penambang batu bara memenuhi DMO disebabkan adanya disparitas harga yang sangat jauh dengan internasional,” ungkap dia.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com