Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Di era Soeharto, RI Bisa Swasembada Kedelai, Kenapa Kini Impor Terus?

Kompas.com - 23/02/2022, 10:55 WIB
Muhammad Idris

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia adalah negara dengan konsumsi kedelai terbesar di dunia setelah China. Sebagian besar kedelai terserap untuk kebutuhan produksi tahu dan tempe.

Kalangan produsen tahu-tempe di DKI Jakarta dan sekitarnya mogok produksi sehingga pada Senin-Rabu (21-23/2/2022) produk tersebut tidak tersedia di pasaran. Aksi mogok juga diikuti berbagai produsen tahu-tempe di sejumlah daerah di Tanah Air.

Mogok produksi dilakukan sebagai respons dari melonjaknya harga kedelai impor sebagai bahan baku tahu tempe. Mereka meminta pemerintah agar gejolak harga tak terus berulang.

Dikutip dari Harian Kompas, Ketua Pengawas Pusat Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (Puskopti) DKI Jakarta Handoko Mulyo, mengatakan, kegiatan mogok produksi sebenarnya sudah berlangsung sejak Jumat (18/2/2022).

Baca juga: Sederet Jejak Digital Janji Jokowi Setop Impor Kedelai

Menurut dia, harga kedelai saat ini sudah sekitar Rp 12.000 per kilogram (kg). Harga itu menyulitkan produsen sehingga memutuskan mogok produksi.

”Hari Senin (21/2/2022), sudah enggak ada kegiatan tempe dan lain-lain di pasar. Berlangsung tiga hari,” kata Handoko.

Protes mogok produksi dan dagang itu dilakukan sambil menunggu pola apa yang akan dilakukan pemerintah. Dengan harga kedelai Rp 12.000 per kg, para perajin meminta kenaikan harga 20 persen dari sebelumnya. Harga tempe Rp 5.000 per potong, misalnya, menjadi Rp 6.000 per potong.

Puskopti DKI Jakarta menuntut sejumlah hal, yakni adanya penurunan harga kedelai serta tak ada lagi fluktuasi harga terlalu cepat. Tak harus murah, tetapi ada kepastian stabilitas harga.

Baca juga: Kata Mendag, Miliaran Babi di China Bikin Kedelai Impor RI Jadi Mahal

Selain itu, mereka menanti langkah konkret pemerintah untuk mengatasi gejolak yang setiap tahun terus terjadi. Mereka juga meminta tata niaga kedelai ditangani pemerintah atau Bulog.

Indonesia pernah swasembada kedelai

Menilik ke belakang, sebagai negeri yang masyarakatnya mengonsumsi tempe dan tahu yang sangat besar, Indonesia sebenarnya pernah berhasil melakukan swasembada kedelai di era Orde Baru.

Di tahun 1990-1992, produksi kedelai Indonesia sempat mencapai 1,6 juta ton sampai 1,8 juta ton per tahun. Bandingkan dengan produksi kedelai saat ini yang sudah jauh merosot, berkisar 600.000 ton per tahun.

Kepala Divisi Ekofisiologi Tanaman, Departemen Agronomi dan Holtikultura, Institut Pertanian Bogor, Munif Ghulamahdi mengatakan saat petani lokal bisa memproduksi kedelai sebesar itu, jumlah penduduk juga belum sebanyak saat ini.

Baca juga: Harga Kedelai Impor Meroket, Perajin Tempe Tahu: Kami Prihatin

"Saat itu kita hampir swasembada kedelai. Namun, jumlah penduduk Indonesia saat ini lebih banyak dibanding dulu, sehingga area tanam pun semakin berkurang," kata dia.

Faktor yang membuat Indonesia harus mengimpor karena produksi kedelai lokal semakin menurun. Di sisi lain, permintaan kedelai semakin naik dari tahun ke tahun.

Menurut Munif, minimnya produksi kedelai oleh para petani di Indonesia disebabkan karena harga kedelai yang tidak menentu. Oleh karena itu petani tidak terlalu melirik untuk menanam kedelai.

Halaman:
Komentar
sekarangbanyak pencitraan dan hutang?


Terkini Lainnya
Menteri ATR/BPN Minta Tambahan Anggaran Rp 3,6 Triliun, Mau Angkat 13.837 Pegawai
Menteri ATR/BPN Minta Tambahan Anggaran Rp 3,6 Triliun, Mau Angkat 13.837 Pegawai
Ekbis
KB Bank Ulang Tahun Ke-55, Banjir Diskon Spesial di Merchant Favorit
KB Bank Ulang Tahun Ke-55, Banjir Diskon Spesial di Merchant Favorit
BrandzView
Pacu Pembiayaan Perumahan, BTN Resmikan Kantor Cabang Kupang
Pacu Pembiayaan Perumahan, BTN Resmikan Kantor Cabang Kupang
Keuangan
Indonesia Tetap Kena Tarif Trump 32 Persen, Kemenko: Masih Tersedia Ruang Untuk Bernegosiasi
Indonesia Tetap Kena Tarif Trump 32 Persen, Kemenko: Masih Tersedia Ruang Untuk Bernegosiasi
Ekbis
Profil Achmad Muchtasyar: Pernah Jabat Dirjen Migas, Kini Wadirut Pertamina Patra Niaga
Profil Achmad Muchtasyar: Pernah Jabat Dirjen Migas, Kini Wadirut Pertamina Patra Niaga
Ekbis
Indonesia Sumbang 4,12 Persen Bahan Baku Minyak Atsiri Dunia, Kapan Hilirisasinya?
Indonesia Sumbang 4,12 Persen Bahan Baku Minyak Atsiri Dunia, Kapan Hilirisasinya?
Industri
Ada Wacana Penunjukan Langsung Pengelolaan Blok Migas Tanpa Tender, Pelaku Industri Ingatkan Risikonya
Ada Wacana Penunjukan Langsung Pengelolaan Blok Migas Tanpa Tender, Pelaku Industri Ingatkan Risikonya
Industri
Jeff Bezos Kembali Jual 3 Juta Saham, Nilainya Rp 10,82 Triliun
Jeff Bezos Kembali Jual 3 Juta Saham, Nilainya Rp 10,82 Triliun
Cuan
Buka Rekening Bank Jepang dari Indonesia, Pekerja Kini Tak Perlu Repot
Buka Rekening Bank Jepang dari Indonesia, Pekerja Kini Tak Perlu Repot
Keuangan
Persaingan Kian Ketat, Kamboja Kantongi Izin Ekspor Durian ke China
Persaingan Kian Ketat, Kamboja Kantongi Izin Ekspor Durian ke China
Ekbis
Wamenpora Taufik Hidayat Jadi Komisaris PLN EPI, Simak Profilnya
Wamenpora Taufik Hidayat Jadi Komisaris PLN EPI, Simak Profilnya
Energi
Menhub Dudy Pastikan Pelabuhan Pulau Baai Siap Beroperasi
Menhub Dudy Pastikan Pelabuhan Pulau Baai Siap Beroperasi
Ekbis
Manajemen Klaim Oversubscribe IPO CDIA Tertinggi, tapi BEI Beda Versi
Manajemen Klaim Oversubscribe IPO CDIA Tertinggi, tapi BEI Beda Versi
Cuan
Investasi Hulu Migas PSN Capai Rp 494 Triliun, Bagaimana Dampaknya ke Ekonomi?
Investasi Hulu Migas PSN Capai Rp 494 Triliun, Bagaimana Dampaknya ke Ekonomi?
Energi
Aturan Pendanaan Kopdes Merah Putih Diterbitkan Sri Mulyani Minggu Ini
Aturan Pendanaan Kopdes Merah Putih Diterbitkan Sri Mulyani Minggu Ini
Ekbis
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Deretan Fenomena di Langit Selama Bulan Juli 2025, Apa Saja?
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau