Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rupiah Melemah akibat Kebijakan The Fed, Sri Mulyani: Masih Lebih Baik dari Negara Lain

Kompas.com - 23/06/2022, 21:31 WIB
Fika Nurul Ulya,
Yoga Sukmana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan, pelemahan nilai tukar rupiah dan keluarnya aliran modal asing dari pasar keuangan Indonesia tidak sebesar negara-negara lain.

Adapun pelemahan nilai tukar rupiah dan keluarnya aliran modal asing (capital outflow) terjadi imbas pengetatan moneter yang dilakukan bank sentral AS, The Fed.

Teranyar pada Juni 2022, The Fed menaikkan suku bunga acuan sebesar 75 bps demi meredakan inflasi yang mengganas di AS, yang sudah tembus 8,6 persen.

"Depresiasi di Indonesia yang bahkan (tidak sampai) mencapai 4 persen (3,8 persen) itu masih lebih baik (dari negara lain)," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN Kita, Kamis (23/6/2022).

Baca juga: Harga Komoditas Tinggi, Penerimaan Pajak Tembus Rp 705,8 Triliun pada Mei 2022

Jika melihat negara lain, depresiasi mata uang Filipina lebih tinggi, yakni 6,4 persen. Rupee India sebesar 5 persen, dan ringgit Malaysia sebesar 5,5 persen. Bahkan Turki dengan krisis ekonomi sudah terdepresiasi 30 persen.

Kendati demikian, bendahara negara ini mengaku tetap harus mewaspadai kebijakan The Fed di bulan-bulan depan. Pasalnya, pengetatan moneter pada bulan Juni di AS bukanlah yang terakhir.

"Ini akan menjadi salah satu tren yang harus kita waspadai karena FOMC monetary policy-nya akan cenderung makin ketat. Jadi (keputusan 75 bps bulan Juni) ini belum merupakan adjustment yang terakhir. Jadi kita juga akan mewaspadai," ucap Sri Mulyani.

Baca juga: Kronologi "Driver" Ojol Wanita Duel di Rumah Konsumen gara-gara Orderan Tak Dibayar

Selain penurunan nilai mata uang, Indonesia juga mengalami keluarnya aliran modal asing. Para investor akan mencari aset-aset lain yang aman karena suku bunga di AS cenderung meningkat.

"Dan ini terlihat di Indonesia mengalami capital outflow Rp 6,6 triliun. Dominasinya adalah di bonds," ungkap Sri Mulyani.

Sementara dari sisi yield SBN tenor 10 tahun, yield SBN Indonesia mengalami kenaikan 17,4 persen. Kendati demikian, kenaikan ini lebih naik dibanding SBN 10 tahun meksiko yang mencapai 22 persen, Malaysia 20,1 persen, Filipina 42,2 persen, dan AS Rp 116,9 persen.

Baca juga: Sri Mulyani: Penarikan Utang Turun Drastis, Defisit APBN Akan Lebih Rendah

Pertemuan FOMC The Fed pada Juni pun memiliki dampak yang kecil pada yield SBN Indonesia. Kenaikannya hanya 0,9 persen, karena pasar sudah melakukan priced-in menjelang pertemuan.

"(Tenor) 10 tahun bonds kita sebetulnya dalam hal ini mengalami kenaikan yield sebesar 17,4 persen, dan kalau dibandingkan dengan negara-negara lain dalam hal ini menunjukkan hal yang relatively baik karena negara-negara lain menghadapi koreksi dari yield (ytd) yang jauh lebih tinggi," tutur dia.

Lebih lanjut, jumlah SBN yang dipegang oleh investor asing jauh lebih rendah, yakni hanya 16,3 persen dari total porsi. Sedangkan investor domestik memegang sekitar 38 persen.

"Ini menggambarkan atau yang menyebabkan kita relatif lebih stabil dibanding 3 tahun lalu di mana jumlah foreign holder di SBN kita mencapai di atas 38 persen," jelas Sri Mulyani.

Baca juga: APBN Surplus, Sri Mulyani Injak Rem Utang Pemerintah

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Komentar
lagi tunggu pecah balon dollar as.. pasti saat banyak negara dan pengusaha lepas dollar nya..


Terkini Lainnya
Asosiasi Ritel: Tarif Trump Bawa Angin Segar...
Asosiasi Ritel: Tarif Trump Bawa Angin Segar...
Ekbis
Pengamat Sebut BUMN Jadi 'Role Model' Pertambangan Hijau, Kenapa?
Pengamat Sebut BUMN Jadi "Role Model" Pertambangan Hijau, Kenapa?
Energi
Dongkrak Jumlah Pengunjung, Ini yang Dilakukan Pengelola Rest Area Banjaratma
Dongkrak Jumlah Pengunjung, Ini yang Dilakukan Pengelola Rest Area Banjaratma
Ekbis
OJK: Aturan Batas Bunga Harian Tidak Hambat Industri Pindar
OJK: Aturan Batas Bunga Harian Tidak Hambat Industri Pindar
Keuangan
Menko Airlangga Tegaskan Pembebasan TKDN Bagi Produk AS Hanya untuk Sektor Tertentu
Menko Airlangga Tegaskan Pembebasan TKDN Bagi Produk AS Hanya untuk Sektor Tertentu
Ekbis
Bina Anak Lewat Keterampilan, Pelindo Gelar Pelita Warna di LPKA Jakarta
Bina Anak Lewat Keterampilan, Pelindo Gelar Pelita Warna di LPKA Jakarta
Industri
Apjatel: Penataan OTT untuk Jamin Keberlanjutan Jaringan, Bukan Pembatasan Akses
Apjatel: Penataan OTT untuk Jamin Keberlanjutan Jaringan, Bukan Pembatasan Akses
Industri
Fenomena Rojali: 'Yang Minum Satu, yang Ngumpul Lima Orang'
Fenomena Rojali: "Yang Minum Satu, yang Ngumpul Lima Orang"
Ekbis
Kemenko Perekonomian: Bukan Data Pribadi Warga Indonesia yang Disetor ke AS
Kemenko Perekonomian: Bukan Data Pribadi Warga Indonesia yang Disetor ke AS
Ekbis
Penjelasan Kemenko Perekonomian soal Kesepakatan Pemindahan Data Pribadi ke AS
Penjelasan Kemenko Perekonomian soal Kesepakatan Pemindahan Data Pribadi ke AS
Ekbis
Allianz Global Investors dan Standard Chartered Kerja Sama Distribusi Reksa Dana
Allianz Global Investors dan Standard Chartered Kerja Sama Distribusi Reksa Dana
Cuan
Bos Forbes Puji Kesepakatan Tarif RI-AS: Kami Yakin Perdagangan Terus Berkembang...
Bos Forbes Puji Kesepakatan Tarif RI-AS: Kami Yakin Perdagangan Terus Berkembang...
Ekbis
Alasan Rapat Perdana Danantara dan Komisi XI DPR Digelar Tertutup
Alasan Rapat Perdana Danantara dan Komisi XI DPR Digelar Tertutup
Ekbis
Panas Ekstrem Picu Lonjakan Konsumsi Listrik di China, Risiko Krisis Mengintai
Panas Ekstrem Picu Lonjakan Konsumsi Listrik di China, Risiko Krisis Mengintai
Ekbis
Ada Gangguan Listrik di Stasiun Manggarai, KCI: Kami Sedang Menangani Kendala...
Ada Gangguan Listrik di Stasiun Manggarai, KCI: Kami Sedang Menangani Kendala...
Ekbis
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau