Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah Disarankan Genjot Produksi Pangan Tanpa Ekstensifikasi Lahan

Kompas.com - 15/11/2022, 17:59 WIB
Elsa Catriana,
Yoga Sukmana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com – Indonesia dalam KTT Iklim COP27 di Mesir telah menegaskan komitmennya untuk mengurangi emisi gas rumah kaca secara signifikan.

Namun demikian, pemerintah masih meneruskan proyek Food Estate, yaitu proyek strategis nasional untuk mengatasi krisis pangan yang dinilai hanya akan memperburuk krisis iklim.

Head of Agriculture Research dari Center for Indonesian policy Studies (CIPS) Aditya Alta mencontohkan pembangunan Food Estate di Kalimantan Tengah mengambil 900.000 hektar di kawasan eks-pengembangan lahan gambut di Kalimantan Tengah.

"Pengalaman juga sudah menunjukkan bahwa Food Estate, yang bahkan rencananya akan dibuka di daerah lain, berkali-kali gagal mencapai tujuan ketahanan pangan yang diinginkan dan malah berdampak negatif bagi masyarakat sekitarnya," ujar Aditya dalam siaran persnya, Selasa (15/11/2022). 

Baca juga: Program Food Estate di Pulang Pisau Berikan Dampak Positif bagi Kesejahteraan Petani

Lebih lanjut Aditya mengatakan program ini digarap oleh Kementerian Pertahanan dan Kementerian Pertanian, dan kini tersebar di Sumatera, Kalimantan, Nusa Tenggara Timur dan Papua.

Padahal kata dia, hanya beberapa komoditas tertentu saja yang bisa tumbuh seperti beras, singkong untuk tepung mocaf, kentang bahan baku industri serta bawang merah dan bawang putih.

"Kalau meninjau permasalahan ketahanan pangan yang dijadikan justifikasi lumbung pangan, keterjangkauan dan keragamanlah yang selama ini menjadi permasalahan, bukan ketersediaan," kata Aditya. 

Global Food Security Index dari the Economist Intelligence Unit mencatat bahwa Indonesia berada di peringkat 37 dari 113 negara dalam kategori ketersediaan.

Baca juga: Kembangkan Food Estate, Jababeka Siapkan Proyek Percontohan di Cikarang


Namun Indonesia juga menempati peringkat 54 dalam kategori keterjangkauan dan peringkat 95 dalam kategori kualitas dan keamanan yang termasuk di dalamnya keragaman pangan.

Indonesia juga disebut sudah mencapai swasembada dalam pengadaan beras dengan memenuhi sebagian besar kebutuhannya dari produksi dalam negeri.

Aditya mengingatkan bahwa program swasembada pangan yang mengandalkan perluasan lahan, terutama alih fungsi lahan hutan dan gambut, tidak efektif menjamin peningkatan produksi serta produktivitas pangan dan juga dapat merusak lingkungan serta memperparah krisis iklim.

CIPS merekomendasikan peningkatan produktivitas komoditas pangan tanpa melalui ekstensifikasi lahan tetapi dengan investasi, mekanisasi dan adopsi teknologi pertanian, teknik budidaya yang baik, perluasan jaringan irigasi, serta mitigasi perubahan iklim dengan modifikasi cuaca.

"Pemerintah juga harus memberikan dukungannya bagi riset dan inovasi, serta peningkatan kapasitas sumber daya manusia sektor pertanian agar lebih produktif, termasuk melalui kerja sama pihak swasta," pungkasnya.

Baca juga: Harapan Jokowi Saat Luncurkan Food Estate Mangga dan Taksi Alsintan di Gresik

Terangi negeri dengan literasi, satu buku bisa membuka ribuan mimpi. Lewat ekspedisi Kata ke Nyata, Kompas.com ingin membawa ribuan buku ke pelosok Indonesia. Bantu anak-anak membaca lebih banyak, bermimpi lebih tinggi. Ayo donasi via Kitabisa!

Berikan Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE


Terkini Lainnya
Transaksi Bursa Karbon RI Baru Rp77,95 Miliar, OJK Optimistis Tren Terus Meningkat
Transaksi Bursa Karbon RI Baru Rp77,95 Miliar, OJK Optimistis Tren Terus Meningkat
Keuangan
Ricky Perdana Gozali Resmi Jabat Deputi Gubernur BI, Ini 5 Hal Seputar Pelantikannya Hari Ini
Ricky Perdana Gozali Resmi Jabat Deputi Gubernur BI, Ini 5 Hal Seputar Pelantikannya Hari Ini
Keuangan
Dongkrak Pasar Modal RI, OJK dan Danantara Temui Investor Asing di Luar Negeri
Dongkrak Pasar Modal RI, OJK dan Danantara Temui Investor Asing di Luar Negeri
Keuangan
Iklim Investasi Hulu Migas Membaik, UU Migas Baru Dinilai Mendesak
Iklim Investasi Hulu Migas Membaik, UU Migas Baru Dinilai Mendesak
Ekbis
Bukan McD atau KFC, Mixue Jaringan Restoran 'Fast Food' Terbesar di Dunia
Bukan McD atau KFC, Mixue Jaringan Restoran "Fast Food" Terbesar di Dunia
Smartpreneur
Rayakan Kemerdekaan, KAI Kasih Promo Diskon Tiket Kereta
Rayakan Kemerdekaan, KAI Kasih Promo Diskon Tiket Kereta
Ekbis
KAI Beri Diskon Tiket Kereta Api 20 Persen Agustus 2025, Cek Syaratnya
KAI Beri Diskon Tiket Kereta Api 20 Persen Agustus 2025, Cek Syaratnya
Ekbis
Tambang Ramah Lingkungan Jadi Tren, Ini Upaya Harita Nickel dan Dairi Prima Jaga Alam
Tambang Ramah Lingkungan Jadi Tren, Ini Upaya Harita Nickel dan Dairi Prima Jaga Alam
Industri
OJK: 13 Perusahaan Masuk Pipeline IPO, Nilai Tembus Rp 16,65 Triliun
OJK: 13 Perusahaan Masuk Pipeline IPO, Nilai Tembus Rp 16,65 Triliun
Keuangan
Biaya Tambah Daya Listrik PLN Diskon 50 Persen, Ini Rinciannya
Biaya Tambah Daya Listrik PLN Diskon 50 Persen, Ini Rinciannya
Ekbis
OJK Perkirakan Suku Bunga Negara Maju Tetap Tinggi, Pasar Modal RI Tertekan?
OJK Perkirakan Suku Bunga Negara Maju Tetap Tinggi, Pasar Modal RI Tertekan?
Keuangan
Survei LPS Sebut Minat Masyarakat untuk Menabung Turun, Ada Apa?
Survei LPS Sebut Minat Masyarakat untuk Menabung Turun, Ada Apa?
Keuangan
Nilai Tukar Menguat, Simak Kurs Rupiah di 5 Bank Besar Indonesia Hari Ini
Nilai Tukar Menguat, Simak Kurs Rupiah di 5 Bank Besar Indonesia Hari Ini
Keuangan
Cara Cek Bansos PKH dan BPNT Tahap 3 Agustus 2025 di Link Resmi
Cara Cek Bansos PKH dan BPNT Tahap 3 Agustus 2025 di Link Resmi
Ekbis
Harga Emas di Pegadaian 11 Agustus 2025: Galeri24, UBS, Antam Kompak Stagnan
Harga Emas di Pegadaian 11 Agustus 2025: Galeri24, UBS, Antam Kompak Stagnan
Belanja
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau