Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Andreas Renard Widarto
Pengusaha

Millennial, Pengusaha & Mahasiswa Doktoral Ilmu Ekonomi Universitas Diponegoro

Pertumbuhan Ekonomi 7 Persen: Optimisme atau Keharusan?

Kompas.com - 20/11/2023, 06:11 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

DINAMIKA politik yang penuh ‘drakor’ hari–hari ini sepertinya membuat kita semua lupa memperhatikan kondisi ekonomi terkini.

Nilai tukar rupiah terhadap dollar AS sempat melemah di atas level Rp 15.900 per dollar AS pada akhir Oktober lalu, mencapai titik terburuknya sejak April 2020.

Di tengah hiruk pikuk ‘drakor’ politik yang tersaji belakangan ini, gagasan salah satu Capres, yaitu Ganjar Pranowo yang optimistis mencapai target ekonomi 7 persen menjadi hal yang menarik untuk kita cermati bersama.

Konon saat ini kita sedang berada dalam jendela peluang bonus demografi yang momentumnya tidak lama lagi akan berakhir apabila tidak dimanfaatkan dengan baik.

Hal ini dapat dilihat dari dependency ratio atau rasio ketergantungan umur yang menurut proyeksi BPS akan terus menurun dari 2020 sebesar 47,7 persen sampai pada titik terendahnya pada 2030 sebesar 46,9 persen.

Setelah 2030, angka dependency ratio tersebut akan mulai kembali mengalami tren kenaikan.

Semakin kecil rasio ketergantungan umur, berarti semakin banyak penduduk yang berusia produktif dibandingkan dengan penduduk usia non-produktif. Maka inilah momentum yang jelas harus dimanfaatkan, ekonomi kita harus secepat mungkin di-gaspol untuk terus tumbuh.

Bonus demografi harus dapat diolah dan dimanfaatkan menjadi dividen demografi. Ekonomi yang tumbuh dengan baik secara tidak langsung akan terus mendorong terciptanya lapangan pekerjaan.

Tanpa lapangan pekerjaan yang memadai, bonus demografi bisa berubah menjadi malapetaka demografi.

Maka Anda dan saya seharusnya sudah sepakat, ekonomi kita harus digenjot tumbuh. Pertumbuhan ekonomi harus dioptimalkan pertumbuhannya, mumpung ada kesempatan.

Berdasarkan data IMF, Indonesia saat ini berada dalam ranking 16 kekuatan ekonomi dunia dengan GDP sebesar 1,42 triliun dollar AS.

Namun juga lupa, jumlah penduduk Indonesia 278 juta jiwa membuat GDP per kapita kita masih begitu kecil hanya 5.109 dollar AS, ranking ke-112 menurut data IMF.

Jika dirasa cukup ekstrem membandingkan dengan GDP per kapita rata–rata dunia saat ini yang berada pada level 13.330 dollar AS, Brasil mungkin dapat kita jadikan perbandingan yang lebih realistis.

Dengan penduduknya sebesar 216 juta jiwa, GDP per kapita Brasil tercatat sebesar 10.413 dollar AS. Dua kali lipat lebih dari GDP per kapita kita hari ini.

Maka Anda dan saya kemudian bisa berhitung, berapa tingkat pertumbuhan ekonomi kita sebaiknya tumbuh, jika kita ingin kualitas hidup rakyat Indonesia paling tidak seperti rakyat Brasil.

Halaman:
Berikan Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE
Baca tentang


Terkini Lainnya
Semester I-2025, KAI Gunakan 49,2 Persen Kuota BBM Subsidi untuk Layanan Penumpang dan Barang
Semester I-2025, KAI Gunakan 49,2 Persen Kuota BBM Subsidi untuk Layanan Penumpang dan Barang
Ekbis
Pabrik Tekstil Baru di Brebes Serap 8.000 Pekerja, Siap Produksi untuk H&M
Pabrik Tekstil Baru di Brebes Serap 8.000 Pekerja, Siap Produksi untuk H&M
Industri
Sri Mulyani Ajak DPR Anggap SBN Bukan Beban Utang Negara
Sri Mulyani Ajak DPR Anggap SBN Bukan Beban Utang Negara
Keuangan
RI Disarankan Kerja Sama Nuklir dengan Kanada Ketimbang AS, Begini Respons Wamen ESDM
RI Disarankan Kerja Sama Nuklir dengan Kanada Ketimbang AS, Begini Respons Wamen ESDM
Energi
Mudahkan Seller Baru, Lazada Buat Program 90 Hari Pertama dengan Insentif Menarik dan Dukungan AI
Mudahkan Seller Baru, Lazada Buat Program 90 Hari Pertama dengan Insentif Menarik dan Dukungan AI
Ekbis
DHL-BCA Kolaborasi Kurangi Jejak Karbon Logistik
DHL-BCA Kolaborasi Kurangi Jejak Karbon Logistik
Industri
Saham-Saham Prajogo Pangestu Menguat, Bagaimana Nilai Valuasinya?
Saham-Saham Prajogo Pangestu Menguat, Bagaimana Nilai Valuasinya?
Keuangan
BEI Catat Nilai Transaksi Perdagangan Karbon Capai Rp 77,95 Miliar hingga Juli 2025
BEI Catat Nilai Transaksi Perdagangan Karbon Capai Rp 77,95 Miliar hingga Juli 2025
Keuangan
Mantan Bos Gojek Nadiem Makarim Diperiksa Kejagung, Ini Respons Manajemen GoTo
Mantan Bos Gojek Nadiem Makarim Diperiksa Kejagung, Ini Respons Manajemen GoTo
Cuan
Kementerian BUMN Sebut Kebijakan Efisiensi Sudah Mulai Dilonggarakan
Kementerian BUMN Sebut Kebijakan Efisiensi Sudah Mulai Dilonggarakan
Ekbis
Institusi Politik Ekstraktif: Missing Link dalam Agenda Reindustrialisasi Indonesia
Institusi Politik Ekstraktif: Missing Link dalam Agenda Reindustrialisasi Indonesia
Ekbis
DJP Buka Peluang Marketplace Luar Negeri Pungut Pajak ke Pedagang Online
DJP Buka Peluang Marketplace Luar Negeri Pungut Pajak ke Pedagang Online
Ekbis
Pendanaan Awal Kopdes Merah Disalurkan Lewat KUR, Per Unit Dapat Rp 3 Miliar
Pendanaan Awal Kopdes Merah Disalurkan Lewat KUR, Per Unit Dapat Rp 3 Miliar
Ekbis
Bunga Pinjaman Untuk Kopdes Merah Putih 6 Persen
Bunga Pinjaman Untuk Kopdes Merah Putih 6 Persen
Ekbis
RS Asing Boleh Buka Cabang di RI, Menkes: Supaya Rakyat Dapat Layanan Setara Luar Negeri
RS Asing Boleh Buka Cabang di RI, Menkes: Supaya Rakyat Dapat Layanan Setara Luar Negeri
Ekbis
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau