Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Melihat Lagi Catatan Refly Harun, "MK Masih Bersih?"

Kompas.com - 03/10/2013, 08:37 WIB

KOMPAS.com — Peristiwa penangkapan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar mengejutkan publik. Selama ini, MK cukup dipercaya dengan putusan-putusannya yang dianggap nir-intervensi. Penangkapan Akil seakan kembali mengulik prasangka dan dugaan adanya "permainan" oleh oknum internal lembaga itu terkait perkara yang ditangani MK sekitar tiga tahun lalu.

Tiga tahun lalu, 25 Oktober 2010, pengamat dan praktisi hukum tata negara Refly Harun menuliskan sebuah opini berjudul "MK Masih Bersih?" yang dimuat di harian Kompas. Saat itu, dugaan yang digulirkan Refly tentang adanya makelar perkara di MK kemudian direspons dengan pembentukan Tim Investigasi Internal Mahkamah Konstitusi. Refly pun ditunjuk sebagai ketua tim. (Baca Topik Pilihan Kompas.com: Dugaan Suap di MK)

Berikut opini yang pernah dituliskan Refly:

"Sampai pukul 12.46 tanggal 19 Oktober, kami bersih 100 persen! Siapa yang punya bukti (sebaliknya) silakan, akan kami bayarlah.” Begitu kutipan pernyataan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD dalam jumpa pers di kantor MK, 19 Oktober (www.kompas.com, 19/10/2010). Mahfud dan kolega hakim MK rupanya merasa perlu menggelar jumpa pers karena rumor mafia perkara meresahkan mereka.

Baca juga: Apa Manfaat Makan Ubi Jalar Setiap Hari? Ketahui Efeknya pada Ginjal

Ada asap tentu ada api. Selentingan tentang MK yang mulai masuk angin kerap saya dengar. Ketika berkunjung ke Papua beberapa waktu lalu, saya mendengar keluhan dari peserta pertemuan bahwa pilkada tidak perlu lagi. Biayanya terlalu besar, baik bagi penyelenggara maupun kandidat. ”Setelah habis banyak dalam pilkada, nanti habis juga untuk bersengketa di MK. Ada yang habis Rp 10 miliar-Rp 12 miliar untuk MK,” katanya.

Ada juga yang bercerita tentang negosiasi yang gagal untuk memenangi perkara. Hakim, kata orang itu, meminta uang Rp 1 miliar. Pemohon, calon gubernur, hanya sanggup memberikan garansi bank senilai itu. Karena ditunggu sampai sore tidak juga cair, negosiasi gagal dan permohonan pun dicabut.

Semua kisah itu membuat saya miris dan sedih. Sebagai orang yang pernah berkontribusi membangun MK menjadi pengadilan yang tepercaya—sebagai staf ahli 2003-2007—saya senantiasa memimpikan ada pengadilan di negeri ini yang bersih. Pencari keadilan hanya perlu bekerja keras membuktikan kebenaran dalil hukumnya, tidak perlu direcoki faktor-faktor nonhukum.

Baca juga: Maia Estianty Ungkap Alasan Irwan Mussry Jarang Datang ke Rumahnya

Namun, untuk menghibur diri, seperti halnya Mahfud, saya menganggap cerita tentang suap di MK hanyalah celoteh mereka yang kalah. Sebelum ada kejadian hakim tertangkap tangan menerima suap, cerita tetaplah cerita. Anggap saja tidak benar walau saya pernah melihat dengan mata kepala sendiri uang dollar AS senilai Rp 1 miliar, yang menurut pemiliknya akan diserahkan ke salah satu hakim MK.

Sembilan hakim

Salah satu alasan mengatakan MK bersih dari mafia peradilan adalah setiap putusan harus diambil oleh sembilan hakim konstitusi. Katakanlah, satu-dua hakim masuk angin, mereka tetap tidak dapat memengaruhi tujuh hakim yang lain. Apabila ada yang bertanya bagaimana caranya mendekati satu-dua hakim, saya selalu mengatakan percuma saja karena satu-dua hakim tidak banyak pengaruhnya terhadap konstelasi putusan MK.

Namun, yang saya rasakan, hal tersebut hanya berlaku untuk kasus-kasus non-pilkada. Dalam kasus pilkada, panel hakim yang terdiri dari tiga orang sangat memengaruhi, bahkan bisa dikatakan determinan terhadap putusan akhir. Hal ini dapat dimaklumi karena enam hakim lainnya sama sekali tidak terlibat dalam proses pemeriksaan perkara.

Baca juga: Arti Bunga Hydrangea dan Wisteria yang Jadi Dekorasi Pernikahan Rizky Ridho dan Sendy Aulia

Lain halnya dengan kasus pengujian undang-undang, yang dalam beberapa kesempatan sering bersidang pleno dihadiri sembilan hakim konstitusi.

Selain itu, kasus pilkada yang didaftarkan ke MK tahun ini lebih dari seratus perkara. Hakim juga terbatas tenaganya. Bisa dikatakan mereka akan lebih berkonsentrasi pada kasus yang mereka tangani. Kasus yang ditangani panel hakim lain tidak dicermati secara serius, kecuali apabila ada putusan-putusan yang memerlukan debat panjang karena menyangkut paradigma hukum tertentu atau menarik perhatian publik.

Tiga hakim yang memutuskan perkara inilah yang rawan disusupi. Bagaimanapun hakim adalah manusia. Apabila di depan mata terhampar miliaran rupiah, bisa saja ia tergoda. Terlebih bila sejak awal kadar kenegarawanannya patut dipertanyakan karena perekrutan hakim konstitusi saat ini tidak lagi melewati saringan ketat.

Investigasi internal

Baca juga: Aiptu Rudi Dihukum Berguling di Aspal Usai Viral Palak Pemotor di Medan Rp 100.000

Halaman:
Berikan Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE


Terkini Lainnya
Prabowo dan PM Anwar Ibrahim Tiba di Istana, Dikawal Pasukan Berkuda, Disambut Siswa SD
Prabowo dan PM Anwar Ibrahim Tiba di Istana, Dikawal Pasukan Berkuda, Disambut Siswa SD
Nasional
Demokrat soal Pemilu Nasional-Daerah Dipisah: Kurangi Kompleksnya 5 Surat Suara
Demokrat soal Pemilu Nasional-Daerah Dipisah: Kurangi Kompleksnya 5 Surat Suara
Nasional
Tahapan Kontestasi Kaesang, Bro Ron, dan Mulyono Rebut Kursi Ketum PSI
Tahapan Kontestasi Kaesang, Bro Ron, dan Mulyono Rebut Kursi Ketum PSI
Nasional
Waketum PAN Soroti Potensi Biaya Politik Makin Besar jika Pemilu Nasional dan Daerah Dipisah
Waketum PAN Soroti Potensi Biaya Politik Makin Besar jika Pemilu Nasional dan Daerah Dipisah
Nasional
Perludem Dorong Revisi UU Segera Dimulai Usai Putusan MK soal Pemilu Nasional-Daerah Dipisah
Perludem Dorong Revisi UU Segera Dimulai Usai Putusan MK soal Pemilu Nasional-Daerah Dipisah
Nasional
PM Malaysia Anwar Ibrahim Tiba di Lanud Halim, Dijemput Langsung Prabowo
PM Malaysia Anwar Ibrahim Tiba di Lanud Halim, Dijemput Langsung Prabowo
Nasional
Prabowo Ucapkan Selamat Tahun Baru Islam 1 Muharram 1447: Momentum Beranjak dari Kekurangan
Prabowo Ucapkan Selamat Tahun Baru Islam 1 Muharram 1447: Momentum Beranjak dari Kekurangan
Nasional
Konflik Iran-Israel Memanas, Kemenag Siapkan Strategi Redam Polarisasi di Dalam Negeri
Konflik Iran-Israel Memanas, Kemenag Siapkan Strategi Redam Polarisasi di Dalam Negeri
Nasional
Kemenlu: Investigasi Warga Asahan yang Meninggal di Kamboja Sedang Berlangsung
Kemenlu: Investigasi Warga Asahan yang Meninggal di Kamboja Sedang Berlangsung
Nasional
Kemenlu Kirim Nota Diplomatik ke Kamboja, Minta Selidiki Warga Asahan yang Tewas Jatuh dari Gedung
Kemenlu Kirim Nota Diplomatik ke Kamboja, Minta Selidiki Warga Asahan yang Tewas Jatuh dari Gedung
Nasional
Presiden Prabowo Resmikan PLTP Pertamina di Lampung Berkapasitas 55 MW
Presiden Prabowo Resmikan PLTP Pertamina di Lampung Berkapasitas 55 MW
Nasional
MK Putuskan Pemilu Nasional-Daerah Dipisah, Komisi II DPR Bersiap Selaraskan UU
MK Putuskan Pemilu Nasional-Daerah Dipisah, Komisi II DPR Bersiap Selaraskan UU
Nasional
Kejagung Diingatkan Tak Lakukan Penyadapan Tanpa Tujuan Hukum Jelas
Kejagung Diingatkan Tak Lakukan Penyadapan Tanpa Tujuan Hukum Jelas
Nasional
PDI-P Minta Pemerintah Siapkan Solusi Jangka Panjang Atasi Masalah Pulau Enggano
PDI-P Minta Pemerintah Siapkan Solusi Jangka Panjang Atasi Masalah Pulau Enggano
Nasional
Apa Itu 'Justice Collaborator'? yang Diteken Prabowo Lewat PP
Apa Itu "Justice Collaborator"? yang Diteken Prabowo Lewat PP
Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau