Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Setahun Jokowi-JK, Agenda Pemberantasan Korupsi Mengkhawatirkan

Kompas.com - 20/10/2015, 08:49 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pada hari ini, Selasa (20/10/2015), Presiden Joko Widodo genap setahun memimpin Tanah Air. Dalam setahun, tidak sedikit terjadi hiruk-pikuk terkait kebijakan, musibah, hingga agenda pemberantasan korupsi. Berhasilkah Jokowi menerapkan Nawa Cita yang digembar-gemborkannya, bahkan sebelum dilantik menjadi presiden?

Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Miko Ginting menilai, target Nawa Cita Jokowi dalam aspek pemberantasan korupsi belum terealisasi.

"Pemerintahan Jokowi selama setahun di sektor antikorupsi belum menunjukkan hasil yang memuaskan dan cenderung mengkhawatirkan," ujar Miko, saat dihubungi, Senin (19/10/2015) malam.

Pemilihan Jaksa Agung dan Kapolri

Menurut Miko, indikasi pertama Jokowi gagal mewujudkan agenda pemberantasan korupsi yaitu dengan menunjuk H.M Prasetyo sebagai Jaksa Agung. Penunjukan Prasetyo dikritisi karena dia merupakan mantan pimpinan Partai Nasdem, salah satu partai pengusung Jokowi - Jusuf Kalla.

Ada kekhawatiran, penanganan kasus oleh Kejaksaan Agung menimbulkan confict of interest dan bermuatan politis.

"Penetapan itu tanpa melalui proses clearing dari KPK, PPATK, dan Komnas HAM layaknya pemilihan menteri," kata Miko.

Kekhawatiran itu nampaknya kian memuncak setelah penetapan mantan Sekretaris Jenderal Partai Nasdem, Rio Capella, sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. Patrice diduga disuap oleh Gubernur nonaktif Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho dan istrinya, Evy Susanti, untuk mengamankan kasus yang menyeret nama Gatot di pusaran korupsi dana bansos yang ditangani Kejaksaan.

Selain itu, pada Januari 2015, Jokowi menunjuk Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai calon Kepala Polri. Komjen BG merupakan mantan ajudan Presiden kelima RI Megawati Soekarnoputri.

"Padahal nama tersebut sangat kontroversial dan ditentang oleh publik," kata Miko.

Setelah KPK menetapkan Komjen BG sebagai tersangka kasus dugaan transaksi mencurigakan, Budi mengajukan praperadilan dan memenangkan gugatan. Kemudian, KPK melimpahkan penanganan kasus itu ke Kejaksaan Agung dan Badan Reserse Kriminal Polri. Hingga kini kasus itu tidak diusut tuntas oleh kedua instansi penegak hukum itu.

Kriminalisasi

Istilah ini terus menerus disebut setelah KPK menetapkan Komjen BG sebagai tersangka. Entah sengaja atau kebetulan, dua pimpinan KPK yaitu Abraham Samad dan Bambang Widjojanto dijadikan tersangka oleh kepolisian.

Dua orang tersebut yang mengumumkan penetapan Komjen BG sebagai tersangka. Kejadian tersebut mengingatkan kita pada istilah "Cicak versus Buaya" yang muncul pada era kepemimpinan Chandra M Hamzah dan Bibit Samad Riyanto.

Penetapan Bibit-Chandra sebagai tersangka merupakan buntut dari status tersangka yang disandangkan KPK kepada mantan Kepala Badan Reserse dan Kriminal (Kabareskrim) Polri, Susno Duadji dalam kasus korupsi penanganan perkara PT Salmah Arowana Lestari (SAL) senilai Rp 500 miliar dan dana pengamanan Pilkada Jawa Barat tahun 2008 senilai Rp 8 miliar.

Halaman:
Berikan Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE
Baca tentang


Terkini Lainnya
Polri Bekerja Sama dengan TNI dan Intelijen Amankan HUT Ke-80 RI di Jakarta
Polri Bekerja Sama dengan TNI dan Intelijen Amankan HUT Ke-80 RI di Jakarta
Nasional
Mendagri Tegaskan Anggaran Pemda Harus Berdampak bagi Masyarakat
Mendagri Tegaskan Anggaran Pemda Harus Berdampak bagi Masyarakat
Nasional
Polri Kerahkan 9.065 Personel HUT Ke-80 RI di Jakarta
Polri Kerahkan 9.065 Personel HUT Ke-80 RI di Jakarta
Nasional
BP Taskin Perkuat Strategi Targeting Program Makan Bergizi Gratis Melalui Pendekatan Berbasis Data Kantong Kemiskinan dan Daerah 3T
BP Taskin Perkuat Strategi Targeting Program Makan Bergizi Gratis Melalui Pendekatan Berbasis Data Kantong Kemiskinan dan Daerah 3T
Nasional
Once soal Royalti Bikin Resah Kafe: Usaha Kecil Tak Boleh Diganggu
Once soal Royalti Bikin Resah Kafe: Usaha Kecil Tak Boleh Diganggu
Nasional
Investigasi Kasus Kuota Haji Berlanjut: Rumah Yaqut Digeledah, HP Disita
Investigasi Kasus Kuota Haji Berlanjut: Rumah Yaqut Digeledah, HP Disita
Nasional
Pupusnya Langkah Jessica Wongso Pulihkan Nama dari Kasus Kopi Sianida
Pupusnya Langkah Jessica Wongso Pulihkan Nama dari Kasus Kopi Sianida
Nasional
Once soal Polemik Royalti: Musik Itu Menggembirakan, Jangan Sebaliknya
Once soal Polemik Royalti: Musik Itu Menggembirakan, Jangan Sebaliknya
Nasional
Kelakar Prabowo Sebut Pemilu Masih Lama Melihat DPR Bak Rapat Kecamatan
Kelakar Prabowo Sebut Pemilu Masih Lama Melihat DPR Bak Rapat Kecamatan
Nasional
Teguran Keras Gerindra untuk Bupati Pati Sudewo
Teguran Keras Gerindra untuk Bupati Pati Sudewo
Nasional
Puan Sebut One Piece sebagai Kritik, Dasco Minta Pemerintah Lakukan Perbaikan
Puan Sebut One Piece sebagai Kritik, Dasco Minta Pemerintah Lakukan Perbaikan
Nasional
Galaknya Prabowo pada BUMN: Hapus Tantiem Boros, Wamen Jadi CCTV
Galaknya Prabowo pada BUMN: Hapus Tantiem Boros, Wamen Jadi CCTV
Nasional
Saat Uang Halal Susah Dicari di Parlemen
Saat Uang Halal Susah Dicari di Parlemen
Nasional
Pidato Prabowo di MPR: Gugurkan Tradisi Baju Adat, Diacungi 2 Jempol Jokowi
Pidato Prabowo di MPR: Gugurkan Tradisi Baju Adat, Diacungi 2 Jempol Jokowi
Nasional
Prabowo Dapat 3 Kali 'Standing Applause' dan Berkali-kali Tepuk Tangan Saat Perdana Pidato Kenegaraan
Prabowo Dapat 3 Kali "Standing Applause" dan Berkali-kali Tepuk Tangan Saat Perdana Pidato Kenegaraan
Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau