Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

LBH Jakarta: Tidak Ada Dasar Hukum Penangkapan Orang Pakai Kaus Palu Arit

Kompas.com - 12/05/2016, 17:31 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com â€” Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta Alghiffari Aqsa mengatakan bahwa tidak ada dasar hukum yang melandasi penangkapan orang-orang yang memakai atau menyimpan kaus berlogo palu arit.

Dia menilai, penggeledahan dan penyitaan yang dilakukan oleh aparat telah menyalahi peraturan perundang-undangan.

"Banyak hal yang salah, cenderung sporadis, tidak ada dasar hukum, dan brutal," kata Alghiffari saat ditemui seusai konferensi pers di kantor YLBHI Jakarta Pusat, Kamis (12/5/2016).

Menurut Alghiffari, kepolisian sebenarnya kebingungan dalam menentukan landasan hukum atas pemidanaan terhadap mereka yang menyimpan dan memakai kaus berlogo palu arit.

(Baca: Saat Kaus Band Metal Dikira Lambang Palu Arit PKI)

Dia menjelaskan, selama ini, yang dijadikan dasar hukum penangkapan dan penyitaan itu adalah Tap MPRS Nomor 25 Tahun 1966. Mereka yang ditangkap dituduh menyebarkan paham komunisme.

"Tuduhan polisi menyebarkan komunisme kembali ke Tap MPRS 25/1966. Tetapi, itu gagal dipahami kepolisian," katanya.

Menurut penuturan Alghiffari, aturan tersebut telah dikaji ulang dalam Tap MPR Nomor 1 Tahun 2003. (Baca: Kata Kapolri, Penindakan Berbau Komunis agar Tidak Kebablasan)

Pada intinya, Tap MPRS Nomor 25 Tahun 1966 tetap diberlakukan, tetapi tetap memperhatikan dengan prinsip berkeadilan, hukum, demokrasi, dan hak asasi manusia.

Selain itu, dia juga menegaskan bahwa tentara tidak berwenang untuk melakukan penangkapan terhadap masyarakat sipil, terlebih terhadap orang yang sedang mempraktikkan kebebasan berekspresi.

"Kami curiga, pelanggaran kebebasan berekspresi menjadi alat untuk menutupi pelanggaran HAM lainnya," katanya.

Pakar hukum pidana dari Universitas Diponegoro, Muladi, sebelumnya menyatakan bahwa penertiban segala hal yang berkaitan dengan komunisme harus dibatasi.

(Baca: Pakar: Kajian Ilmiah soal Komunisme Tak Bisa Dipidana)

Menurut dia, jika tujuannya untuk pembelajaran dan kajian ilmiah, tak masalah untuk menyinggung paham komunis.

"Pembahasan di kampus atau di mana saja bisa, tetapi tujuannya ke ilmiah. Untuk tujuan ilmiah, tidak bisa dipidana," ujar Muladi.

Namun, pembahasan itu harus dilakukan bersama para pakar yang benar-benar mengerti sejarah PKI dan dampaknya terhadap Indonesia pada saat itu.

Selain itu, kata Muladi, orang-orang yang membahas pun harus memandang obyektif terhadap paham komunis.

(Baca: Buku "The Missing Link G 30 S PKI" Disita dari Toko Swalayan)

"Jadi, tidak terlibat secara emosional dan dengan hipotesis yang jelas, masalah yang jelas, tujuan yang jelas dengan metode ilmiah," kata Muladi.

Kompas TV Polisi Bebaskan 2 Pedagang Kaus Bergambar Palu Arit
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Berikan Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE
Baca tentang


Terkini Lainnya
Puan Minta Fadli Zon Jelaskan Alasan Menetapkan 17 Oktober Sebagai Hari Kebudayan Nasional
Puan Minta Fadli Zon Jelaskan Alasan Menetapkan 17 Oktober Sebagai Hari Kebudayan Nasional
Nasional
Titiek Soeharto Kritik Beras Oplosan: Zaman Sekarang Masih Ada, Harus Ditindak
Titiek Soeharto Kritik Beras Oplosan: Zaman Sekarang Masih Ada, Harus Ditindak
Nasional
Sekolah Rakyat Resmi Dibuka, Pemerintah Diminta Lakukan Evaluasi Berkala
Sekolah Rakyat Resmi Dibuka, Pemerintah Diminta Lakukan Evaluasi Berkala
Nasional
Bakamla Sebut Penyelundupan Orang hingga Narkoba Jadi Ancaman di Perairan ASEAN
Bakamla Sebut Penyelundupan Orang hingga Narkoba Jadi Ancaman di Perairan ASEAN
Nasional
Kapalnya Bersandar 3 Hari, Ini Kegiatan Coast Guard Singapura di Jakarta
Kapalnya Bersandar 3 Hari, Ini Kegiatan Coast Guard Singapura di Jakarta
Nasional
KPK Panggil 3 Direktur Perusahaan Jadi Saksi Kasus Korupsi Bansos Presiden 2020
KPK Panggil 3 Direktur Perusahaan Jadi Saksi Kasus Korupsi Bansos Presiden 2020
Nasional
Anggota DPR Ajak Masyarakat Manfaatkan Visa Schengen Multi Entry untuk WNI
Anggota DPR Ajak Masyarakat Manfaatkan Visa Schengen Multi Entry untuk WNI
Nasional
Puan Sebut Putusan MK soal Pemisahan Pemilu Salahi Aturan UUD
Puan Sebut Putusan MK soal Pemisahan Pemilu Salahi Aturan UUD
Nasional
Kapal Coast Guard Singapura Kunjungi Jakarta, Ada Apa?
Kapal Coast Guard Singapura Kunjungi Jakarta, Ada Apa?
Nasional
Adang Daradjatun Gantikan Aboe Bakar Al-Habsyi Jadi Wakil Ketua MKD DPR
Adang Daradjatun Gantikan Aboe Bakar Al-Habsyi Jadi Wakil Ketua MKD DPR
Nasional
Petinggi Tokopedia Melissa Siska Juminto Diperiksa di Kasus Chromebook
Petinggi Tokopedia Melissa Siska Juminto Diperiksa di Kasus Chromebook
Nasional
DPR Serahkan Hasil 'Fit and Proper Test' 24 Calon Dubes ke Prabowo
DPR Serahkan Hasil "Fit and Proper Test" 24 Calon Dubes ke Prabowo
Nasional
Momen Prabowo Hadir Jamuan Makan Malam Privat Bareng Presiden Macron di Istana Elysee
Momen Prabowo Hadir Jamuan Makan Malam Privat Bareng Presiden Macron di Istana Elysee
Nasional
Gibran Sorot Tak Terpenuhinya Hak PRT, Dorong Pengesahan RUU PPRT
Gibran Sorot Tak Terpenuhinya Hak PRT, Dorong Pengesahan RUU PPRT
Nasional
Puan: Selidiki Tuntas Beras Oplosan, Jangan Sampai Rugikan Masyarakat
Puan: Selidiki Tuntas Beras Oplosan, Jangan Sampai Rugikan Masyarakat
Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau