Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perempuan Indonesia Masih dalam Belenggu Diskriminasi

Kompas.com - 21/08/2016, 16:19 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Perubahan situasi demokrasi di Indonesia yang terjadi sejak masa reformasi 1998 dinilai belum sejalan dengan semangat pemenuhan hak asasi manusia (HAM) bagi kaum perempuan.

Meski reformasi membawa banyak perubahan dari sisi kebebasan berpendapat, namun saat ini masih banyak ditemui praktik diskriminasi yang dialami oleh perempuan.

Peneliti dari CEDAW (The Convention on the Elimination of all Forms of Discrimination Against Women) Working Group, Estu Fanani, mengatakan bahwa saat ini tindakan diskriminatif terhadap kaum perempuan masih banyak terjadi.

Menurutnya, praktik diskriminasi tersebut banyak terjadi di bidang politik, ekonomi, sosial, budaya dan sipil. Bentuknya pun bermacam-macam, antara lain kekerasan fisik maupun psikis, stigma negatif, domestikasi dan marginalisasi.

"Perempuam masih mengalami diskriminasi di beberapa bidang, bentuknya pun bermacam-macam. Ada tindak kekerasan, stigma sosial, domestikasi, dan peminggiran atau marginalisasi," ujar Estu dalam diskusi bertajuk "Politik, Keragaman dan Keadilan Gender di Indonesia" di kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (21/8/2016).

Estu menjelaskan, di bidang politik, praktik diskriminasi masih dialami perempuan dengan banyak bentuk. Salah satunya terkait soal kuota keterwakilan perempuan dalam pengambilan keputusan dan pembuatan kebijakan pemerintah.

Menurutnya, keterwakilan perempuan di lembaga legislatif saat ini belum mencapai 30 persen sebagaimana yang sudah ditentukan dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Anggota Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

Pasal 65 ayat (1) Undang-undang Nomor 12 Tahun 2003 menyatakan bahwa setiap parpol peserta pemilu dapat mengajukan calon anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota untuk setiap Daerah Pemilihan dengan memperhatikan keterwakilan perempuan sekurang-kurangnya 30 persen.

Namun dalam kenyataannya, kata Estu, keterwakilan kaum perempuan yang duduk di badan legislatif saat ini hanya sekitar 15 persen.

"Dan perlu dilihat lagi apakah dari 15 persen tersebut paham akan persoalan perempuan," ungkapnya.

Diskriminasi yang dialami perempuan juga terjadi di ranah sosial dan budaya. Menurut Estu sudah sejak lama perempuan mengalami domestikasi di tengah masyarakat. Artinya, masyarakat masih memandang peran perempuan hanya terbatas di ranah tertentu saja, misalnya dalam ranah rumah tangga atau seputar persoalan dapur.

Selain itu, perempuan yang menduduki posisi strategis di pekerjaannya pun tidak bisa dilepaskan dari stigma negatif. Perempuan kerap dipandang tidak bisa mengambil keputusan atau membuat kebijakan sebaik kaum laki-laki.

Estu menuturkan hal tersebut disebabkan karena masih adanya pola pendidikan keluarga di Indonesia yang tidak sesuai dengan perkembangan zaman. Di lingkup keluarga, masih banyak perempuan yang tidak dilibatkan dalam hal pengambilan keputusan. Penyebab lain yaitu adanya nilai-nilai di masyarakat yang menyudutkan perempuan.

Estu mencontohkan, adanya anggapan bahwa seorang laki-laki tidak boleh menangis karena akan dianggap lemah. Sedangkan perempuan yang menangis akan dipandang sebagai satu hal yang biasa karena perempuan dianggap sebagai individu yang lemah.

"Masih ada stigma bahwa perempuan selalu dianggap sebagai individu yang tidak mandiri," kata Estu.

Halaman:
Berikan Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE


Terkini Lainnya
Tekan Risiko Hujan Jabodetabek, BMKG dan BNPB Lakukan Modifikasi Cuaca
Tekan Risiko Hujan Jabodetabek, BMKG dan BNPB Lakukan Modifikasi Cuaca
Nasional
PPATK Sebut Ratusan NIK Penerima Bansos Terkait Korupsi dan Pendanaan Terorisme
PPATK Sebut Ratusan NIK Penerima Bansos Terkait Korupsi dan Pendanaan Terorisme
Nasional
Kapolri Perintahkan Anggotanya Ungkap Kematian Diplomat ADP: Ditunggu Publik
Kapolri Perintahkan Anggotanya Ungkap Kematian Diplomat ADP: Ditunggu Publik
Nasional
Puncak HKG Ke-53, Tri Tito Karnavian Ajak Kader PKK Wujudkan Asta Cita Menuju Indonesia Emas
Puncak HKG Ke-53, Tri Tito Karnavian Ajak Kader PKK Wujudkan Asta Cita Menuju Indonesia Emas
Nasional
Said Iqbal Puji Kapolri Jenderal Sigit: Dia Malaikatku
Said Iqbal Puji Kapolri Jenderal Sigit: Dia Malaikatku
Nasional
Saat Kejagung Sebut Riza Chalid Tak Berada di Indonesia, Keberadaannya Dimonitor Sejak...
Saat Kejagung Sebut Riza Chalid Tak Berada di Indonesia, Keberadaannya Dimonitor Sejak...
Nasional
Kapolri Pastikan Penyelidikan Kematian Diplomat RI ADP Dilakukan Mendalam
Kapolri Pastikan Penyelidikan Kematian Diplomat RI ADP Dilakukan Mendalam
Nasional
Babak Baru Kasus Pertamina, Ini Peran 18 Tersangka Rugikan Negara Rp 285 T
Babak Baru Kasus Pertamina, Ini Peran 18 Tersangka Rugikan Negara Rp 285 T
Nasional
Darurat! Pantai di Kalbar Ini Tergerus Abrasi sampai 8 Meter Tiap Tahun
Darurat! Pantai di Kalbar Ini Tergerus Abrasi sampai 8 Meter Tiap Tahun
Nasional
Kapolri soal Polisi Nunukan Berkasus Narkoba: Pecat-Pidana Bila Terbukti
Kapolri soal Polisi Nunukan Berkasus Narkoba: Pecat-Pidana Bila Terbukti
Nasional
Zarof Ricar Tersangka Lagi, Tumpukan Uang Rp 920 M Kuak Kasus Baru
Zarof Ricar Tersangka Lagi, Tumpukan Uang Rp 920 M Kuak Kasus Baru
Nasional
Kisah WNA Nekat Masuk Sumbawa Demi Anak, Bikin Haru Petugas Imigrasi
Kisah WNA Nekat Masuk Sumbawa Demi Anak, Bikin Haru Petugas Imigrasi
Nasional
Saksikan Prabowo dan MBS Berbunga-bunga, Menag Yakin Kuota Haji Tak Dikurangi
Saksikan Prabowo dan MBS Berbunga-bunga, Menag Yakin Kuota Haji Tak Dikurangi
Nasional
Kue Ulang Tahun Tutup Momen Pembelaan Hasto dalam Kasus Harun Masiku
Kue Ulang Tahun Tutup Momen Pembelaan Hasto dalam Kasus Harun Masiku
Nasional
Kejagung Tetapkan 9 Tersangka Baru, Pertamina Hormati Proses Hukum
Kejagung Tetapkan 9 Tersangka Baru, Pertamina Hormati Proses Hukum
Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau