Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mantan Menkes Siti Fadilah Divonis 4 Tahun Penjara

Kompas.com - 16/06/2017, 16:44 WIB
Abba Gabrillin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Menteri Kesehatan, Siti Fadilah Supari, divonis empat tahun penjara oleh majelis hakim pada Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (16/6/2017).

Siti juga diwajibkan membayar denda Rp 200 juta subsider 2 bulan kurungan.

Menurut majelis hakim, Siti terbukti menyalahgunaan wewenang dalam kegiatan pengadaan alat kesehatan (alkes) guna mengantisipasi kejadian luar biasa (KLB) tahun 2005, pada Pusat Penanggulangan Masalah Kesehatan (PPMK) Departemen Kesehatan.

"Mengadili, menyatakan terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi," ujar Ketua Majelis Hakim Ibnu Basuki saat membacakan amar putusan.

(baca: Bantah Terima Suap, Mengapa Siti Fadilah Serahkan Rp 1,3 Miliar ke KPK?)

Putusan itu lebih ringan dibanding tuntutan jaksa KPK, yakni enam tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan.

Dalam pertimbangan yang memberatkan, majelis hakim menilai, Siti tidak mau mengakui perbuatan.

Selain itu, perbuatan Siti tidak menudukung pemerintah dalam memberantas korupsi.

Meski demikian, Siti bersikap sopan dalam persidangan dan belum pernah dihukum. Selain itu, Siti telah lanjut usia dan pernah berjasa dalam mengatasi wabah flu burung di Indonesia.

Penyalahgunaan wewenang yang dilakukan Siti menyebabkan kerugian keuangan negara sekitar Rp 5,7 miliar.

(baca: Soal Aliran Dana Rp 600 Juta ke Amien Rais, Ini Tanggapan Siti Fadilah

Menurut majelis hakim, dalam kegiatan pengadaan alkes untuk mengatasi KLB pada tahun 2005, Siti membuat surat rekomendasi mengenai penunjukan langsung.

Ia juga meminta agar kuasa pengguna anggaran dan pejabat pembuat komitmen, Mulya A Hasjmy, menunjuk langsung PT Indofarma Tbk sebagai perusahaan penyedia barang dan jasa.

Selain itu, Siti juga dinilai terbukti menerima suap sebesar Rp 1,9 miliar.

Menurut jaksa, uang tersebut diberikan oleh Direktur Keuangan PT Graha Ismaya Sri Wahyuningsih berupa Mandiri Traveller Cheque (MTC) sejumlah 20 lembar senilai Rp 500 juta.

Kemudian, dari Rustam Syarifudin Pakaya yang diperoleh dari Direktur Utama PT Graha Ismaya, Masrizal Achmad Syarif sejumlah Rp 1.375.000.000.

Uang tersebut terdiri dari 50 lembar MTC senilai Rp 1,2 miliar dan 1 lembar MTC senilai Rp 25 juta, dan 10 lembar MTC senilai Rp 100 juta.

Menurut hakim uang-uang tersebut diberikan karena Siti telah menyetujui revisi anggaran untuk kegiatan pengadaan alat kesehatan (alkes) I, serta memperbolehkan PT Graha Ismaya sebagai suplier pengadaan alkes I.

Siti terbukti melanggar Pasal 3 jo Pasal 18 dan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 65 ayat 1 KUHP.

Kompas TV Siti Fadilah Mengaku Tak Tahu Aliran Dana ke Amien Rais
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Berikan Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE


Terkini Lainnya
Kemendagri Juga Akan Kaji Aspek Sejarah dan Budaya soal Pulau Aceh Masuk Sumut
Kemendagri Juga Akan Kaji Aspek Sejarah dan Budaya soal Pulau Aceh Masuk Sumut
Nasional
Menteri PANRB Dukung Penguatan Peran IPDN dalam Transformasi Sektor Publik
Menteri PANRB Dukung Penguatan Peran IPDN dalam Transformasi Sektor Publik
Nasional
Pesan 'Jangan Lupakan Saya' Eks Ketua PN Surabaya Dianggap Kode Minta Jatah, Hakim: Kebiasaan?
Pesan "Jangan Lupakan Saya" Eks Ketua PN Surabaya Dianggap Kode Minta Jatah, Hakim: Kebiasaan?
Nasional
Kemendagri Akan Kaji Ulang 4 Pulau yang Jadi Polemik Aceh dan Sumut
Kemendagri Akan Kaji Ulang 4 Pulau yang Jadi Polemik Aceh dan Sumut
Nasional
Lewat Reformasi Birokrasi, Wamen PANRB Dorong Korlantas Polri Wujudkan Pelayanan Humanis 
Lewat Reformasi Birokrasi, Wamen PANRB Dorong Korlantas Polri Wujudkan Pelayanan Humanis 
Nasional
Ketua PBNU: Ada Kesan Seolah Penambangan Itu Kejahatan, Kurang Tepat
Ketua PBNU: Ada Kesan Seolah Penambangan Itu Kejahatan, Kurang Tepat
Nasional
Adu Bukti Muzakir Manaf dan Mendagri soal 4 Pulau di Aceh Masuk Sumut
Adu Bukti Muzakir Manaf dan Mendagri soal 4 Pulau di Aceh Masuk Sumut
Nasional
Bantah Isu Pengurangan Kuota Haji 2026, Menag: Tidak Ada Pembahasan Itu
Bantah Isu Pengurangan Kuota Haji 2026, Menag: Tidak Ada Pembahasan Itu
Nasional
Yusril: Jika Hambali Bebas, Kami Tidak Izinkan Kembali ke Indonesia
Yusril: Jika Hambali Bebas, Kami Tidak Izinkan Kembali ke Indonesia
Nasional
Kemhan Nyatakan Rekrutmen 24.000 Tamtama TNI AD Sudah Dihitung Cermat
Kemhan Nyatakan Rekrutmen 24.000 Tamtama TNI AD Sudah Dihitung Cermat
Nasional
Desakan Segera Tunjuk Dubes RI di AS dan 5 Nama di Tangan Prabowo
Desakan Segera Tunjuk Dubes RI di AS dan 5 Nama di Tangan Prabowo
Nasional
Ada 383 WNI Bermukim di Iran Saat Israel Gempur Teheran
Ada 383 WNI Bermukim di Iran Saat Israel Gempur Teheran
Nasional
Kemenhan: Masukan soal Dewan Pertahanan Nasional Akan Dilaporkan ke Prabowo
Kemenhan: Masukan soal Dewan Pertahanan Nasional Akan Dilaporkan ke Prabowo
Nasional
Menko Yusril Sebut Hambali Tak Bisa Masuk Indonesia jika Bebas, Kenapa?
Menko Yusril Sebut Hambali Tak Bisa Masuk Indonesia jika Bebas, Kenapa?
Nasional
Eks Ketua PN Surabaya Berkali-kali Minta Jatah Suap Vonis Ronald Tannur: Lae Jangan Lupakan Saya
Eks Ketua PN Surabaya Berkali-kali Minta Jatah Suap Vonis Ronald Tannur: Lae Jangan Lupakan Saya
Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Boeing 787 Diklaim Paling Aman Sebelum Air India Jatuh, "Whistleblower" Pernah Beri Peringatan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau